Analisis Pertandingan Arsenal 2-0 FC Bayern

LONDON, ENGLAND - OCTOBER 20: Alexis Sanchez of Arsenal shoots over the bar during the UEFA Champions League match between Arsenal and Bayern Munich at the Emirates Stadium on October 20, 2015 in London, United Kingdom. (Photo by Catherine Ivill - AMA/Getty Images)

Arsene Wenger memainkan formasi empat bek belakang yang diisi oleh Hector Bellerin dan Nacho Monreal, di kanan dan kiri mengapit duo Laurent Koscielny dan Per Mertesacker. Di lini tengah, Santi Cazorla dan Coquelin tampil sebagi double-pivote di belakang tiga gelandang serang, Mesut Ozil, Aaron Ramsey, dan Alexis Sanchez. Di lini depan, Theo Walcott tampil sebagai penyerang tunggal.

Pep Guardiola menampilkan formasi dasar 4-3-3. Philip Lahm, Juan Bernat, Jerome Boateng, dan David Alaba mengisi lini belakang. Xabi Alonso, seperti biasa, bertugas sebagai deep lying midfielder. Di depannya berdiri Thiago Alcantara dan Arturo Vidal yang banyak bergerak di half-space yang medapatkan tugas tambahan untuk bergerak vertikal, masuk ke kotak penalti Arsenal saat bayern memasuki fase eksekusi peluang. Thomas Muller dimainkan di kanan sebagai false winger yang dalam kondisi tertentu bertukar tempat dengan Robert Lewandowski, no. 9 Bayern. Di sisi kiri, Douglas Costa tampil sebagai winger klasik yang melakukan pergerakan penetratif menyusuri sisi kanan Arsenal untuk kemudian (banyak) melepaskan near-post crossing.

Dalam fase bertahan, Arsenal memainkan formasi 4-4-2/4-2-3-1 asimetris dalam fase awal pressing. Alexis Sanchez (atau, bila memungkinkan, Mesut Ozil) terlihat menemani Walcott dalam membentuk gelombang pertama pressing blok tinggi Arsenal dengan man-oriented zonal-marking terlihat di dalam sistem pertahanan Arsenal. Saat mereka berada dalam bentuk pressing dua penyerang, lapis terdepan (dua penyerang) berorientasi pada posisi Alaba dan Boateng sementara Xabi Alonso diawasi oleh no. 10 yang berorientasi pada posisi Xabi. Ketika Bayern mampu melepaskan diri dari pressing awal dan mencoba berprogresi dari sayap, Arsenal bertransformasi ke bentuk lain yang mana kedua sayapnya berusaha menutup jalur umpan pada bek sayap Bayern. Gelandang tengah terdekat dan no. 10 yang disebutkan di atas bergerak ke area yang sama untuk mencoba menciptakan superioritas jumlah.

Dalam beberapa situasi lain, Wenger bahkan terlihat sukses memainkan bentuk narrow dengan kompaksi bentuk yang mendukung gegenpressing. Salah satu contohnya adalah gegenpressing di babak pertama di mana Ramsey melakukan pressing pada Bernat sementara Alexis dan Walcott berorientasi penuh pada area tengah Bayern. Saat bola mampu disundul ke depan, oleh Bernat, dan jatuh di kaki Xabi, Santi (dibantu Alexis) segera menjadi presser utama terhadap Xabi, sementara Coquelin, Ozil, dan Ramsey berada di dekat keduanya dan menciptakan situasi 5v2. Santi menggagalkan penguasaan bola Xabi dan Arsenal kembali menguasai bola.

Grafis ilustratif gegenpressing Arsenal terhadap Xabi Alonso
Grafis ilustratif gegenpressing Arsenal terhadap Xabi Alonso

Wenger yang menyadari orientasi serang Bayern banyak berfokus ke sayap, membuat dirinya menyiapkan overloading demi meraih superioritas jumlah di sayap. Arsenal terus berusaha menciptakan superioritas kuantitatif, baik 3v2, 4v3, atau, bahkan, terkadang seorang Douglas Costa dikurung oleh 3-4 pemain Arsenal di touchline kanan Arsenal. Area kerja Douglas Costa disadari oleh kedua manajer sebagai wilayah kerja yang patut diperhatikan. Kenapa? Karena Costa sudah terbukti memiliki kemampuan luar biasa dalam memanfaatkan situasi 1v1. Ia memiliki kecepatan lari dan dribbling. Saat Arsenal berhasil meng-overload wilayah tersebut, ancaman Bayern praktis direduksi. Tetapi saat Bayern menemukan celah menciptakan superioritas kualitatif di area tersebut, Costa memperlihatkan betapa sulitnya seorang Bellerin menghentikan dirinya.

Walaupun Arsenal terlihat mampu menjaga kompaksi pertahanan mereka selama pertandingan, beberapa titik patut menjadi perhatian Arsen Wenger. Terutama terhadap positioning Alexis. Kerap kali pemain Cile ini terlihat berada (terlalu ke depan) dibandingkan 3 gelandang Arsenal lainnya, yang pada gilirannya memberikan waktu sekitar 1-2 detik bagi pemain Bayern yang berhasil mengisi celah tersebut. Peluang Thiago di babak pertama merupakan contoh paling sempurna untuk kasus ini. Pemain-pemain Bayern berhasil lepas dari overlading 6v3 yang diciptakan oleh sisi kanan Arsenal. Melalui sebuah switch-play, Xabi melepaskan umpan ke tengah, kepada Thiago yang tidak terjaga (karena Coquelin berfokus ke sisi kanan sementara Alexis berposisi terlalu ke atas dari posisi di mana Coquelin berada). Umpan 1-2 Thiago dengan Muller menciptakan half-chance dari tendangan Thiago yang berhasil digagalkan oleh Petr Chech.

Peluang Thiago, selain karena “faktor Alexis” juga disebabkan oleh taktik build-up Pep. Dalam pertandingan ini Robert Lewandowski terlihat sering kali mengambil posisi yang memungkinkannya untuk lebih banyak terlibat dalam build-up Bayern. Dalam fase kedua Bayern, Lewandowski turun ke area no. 10, mayoritas ke half-space atau sayap, membantu Bayern menciptakan passing lane tambahan untuk mencoba merusak overloading Arsenal yang bermain rapat dalam bentuk two banks of four (istilah yang dipakai untuk menggambarkan sebuah tim yang bertahan menggunakan formasi 4 bek dan 4 gelandang). Saat Bayern sukses melepaskan diri dari pressing 6v3 (untuk keuntungan Arsenal), Lewandowski berada di flank kanan menggagalkan serangan balik yang sedianya dilakukan oleh Ramsey. Ketika kemudain Thiago mendapatkan kesempatan merangsek ke dalam kotak 16, hal ini menjadi indikasi permainan posisional Pep yang menginginkan lini serangnya ikut diisi oleh kedua no. 8-nya. Cara ini merupakan rencana awal membingungkan Arsenal akan siapa pemain Bayern yang akan menjadi eksekutor dalam fase eksekusi peluang.

BACA JUGA:  Pep Guardiola, Fragmen Keindahan dalam Bingkai Sepak Bola

Di babak pertama Arsenal juga tampak tidak konsisten dengan intensitas pressing yang mereka mainkan. Saat sebuah tim berada dalam mode pressing blok rendah atau menengah yang mana tim tersebut sengaja memberikan ruang bagi bek tengah lawan untuk menguasai bola namun tetap menjaga area tengah tetap terjaga (artinya bila ada bola yang masuk ke tengah, intensitas pressing akan dinaikan di wilayah tersebut) dengan tujuan memaksa lawan bermain melebar.

Dalam pressing intensitas rendah/menengah mereka, beberapa kali Arsenal terlihat “berlebihan” memainkannya. Mereka membiarkan Bayern mensirkulasi bola di sekitar sepertiga pertahanan Arsenal. Di satu sisi, selain Arsenal memang berniat memaksa Bayern menjauh dari center, lini belakang mereka juga mampu menutup celah horisontal. Tetapi, di sisi lain, membiarkan lawan bergerak “bebas” di sepertiga pertahanan bisa membahayakan, terutama terhadap ancaman tendangan dari luar kotak 16 atau umpan terobosan yang mengejutkan dari half-space dan center zona 5. Contoh untuk situasi seperti ini adalah umpan Xabi dari area tengah di zona 5 kepada Vidal yang juga berada di zona 5, di half-space, menghasilkan tembakan berjarak 18 meter, oleh Vidal sendiri, yang untungnya mampu diblok oleh Cech.

Beberapa kali hal seperti tersebut di atas terjadi dalam resting-press Arsenal. Sebagai informasi tambahan, resting-press merupakan sebuah taktik pressing di mana tim bertahan membiarkan bek tengah lawan menguasai bola, tetapi tetap menjaga blok pertahanan untuk bebas dari penetrasi ke area tengah. Ada kalanya Bayern lolos dari gelombang pertama (dua penyerang) resting-press Arsenal dan masuk ke celah vertikal di antara dua penyerang dan lini tengah Arsenal dan Arsenal tampak “memberikan” ruang terlalu besar bagi Bayern di area tersebut.

Contoh resting-press Juventus kepada Sevilla. Ulasan taktik pertandingan bisa anda baca di sini.
Contoh resting-press Juventus kepada Sevilla. Ulasan taktik pertandingan bisa anda baca di sini.

Lepas dari isu dalam sistem pertahanan Arsenal, ada dua hal yang tidak maksimal/tidak banyak dilakukan oleh pemain Bayern dalam mengakali bentuk bertahan Arsenal. Pertama melibatkan kedua bek tengahnya secara konsisten untuk aktif serta dalam fase menyerang dan kedua, kurangnya okupansi terhadap celah vertikal antara lini tengah dan belakang Arsenal demi memancing bek-bek Arsenal maju ke intermediate-defense (tentang intermediate-defense bisa anda dapatkan di artikel ini dan ini.

Sebagai perbandingan, dua hal ini sering dilakukan oleh Borussia Dortmund-nya Thomas Tuchel. Ketika Dortmund menghadapi tim yang bermain dalam blok pertahanan super dalam, Mats Hummels atau Sokratis Papathatospoulos bergerak jauh ke depan, mendekati sepertiga awal lawan untuk ikut serta mencari jalur umpan membongkar kompaksi ekstrem lawan. Merespon pergerakan bek tengah tadi, para gelandang serang dan penyerang Dortmund mengisi area tengah-vertikal pertahanan lawan untuk menunggu umpan atau sekedar memberikan space makin besar bagi pemain sayap Dortmund, dikarenakan fokus lawan teralihkan ke tengah di wilayah celah vertikal pertahanan.

Contoh grafis Neymar dan penyerang Barcelona berusaha memanfaatkan celah vertikal saat menghadapi Bayer Leverkusen. Barcelona melakukan hal ini dengan sangat konsisten dan menjadi salah satu kunci kemenangan atas Leverkusen.
Contoh grafis Neymar dan penyerang Barcelona berusaha memanfaatkan celah vertikal saat menghadapi Bayer Leverkusen. Barcelona melakukan hal ini dengan sangat konsisten dan menjadi salah satu kunci kemenangan atas Leverkusen.

Dalam skema serangannya yang berorientasi ke sayap, sering kali struktur Bayern malah mengurangi atau bahkan meniadakan kehadiran pemain yang mencukupi di area tengah. Terutama sekali terlihat dalam fase kedua serangan. Contoh ketika Lewandowski bergerak ke sayap kiri untuk kemudian membiarkan Costa melakukan pergerakan ke tengah, Bayern tidak memiliki pemain yang cukup untuk mengakomodasi penetrasi ke gawang Arsenal.

4 Struktur serangan Bayern ketika Costa bergerak dari sayap ke tengah. Karena ketiadaan pemain di tengah, opsi Costa yang terbaik adalah umpan ke belakang kepada Vidal, sehingga Bayern kehilangan kesempatan melakukan progresi.
4 Struktur serangan Bayern ketika Costa bergerak dari sayap ke tengah. Karena ketiadaan pemain di tengah, opsi Costa yang terbaik adalah umpan ke belakang kepada Vidal, sehingga Bayern kehilangan kesempatan melakukan progresi.

Orientasi sayap Bayern serta rapatnya Arsenal menjaga half-space dan center, membuat Bayern menciptakan banyak kreasi peluang melalui umpan dari sayap dan Arsenal merespon hal ini dengan positif. Secara total, Arsenal mencatatkan 22 clearance, yang 17 di antaranya merupakan clearance dari zona 2 pertahanan. Sebagian besar clearance tersebut merupakan clearance terhadap crossing Bayern dari flank. Bayern sendiri memenangkan 3 offensive aerial-duel yang, secara strategis, tidak membahayakan gawang Arsenal.

BACA JUGA:  Memahami Konsep Progresi dan Penetrasi dalam Sepakbola

Bagaimana dengan serangan Arsenal? Ada beberapa poin yang bisa dikedepankan. Pertama, adalah Theo Walcott. Penyerang Arsenal ini kembali memberikan indikasi kuat kenapa ia merupakan pilihan terbaik untuk lini serang Arsenal, terutama sekali saat pemain-pemain Arsenal mampu menciptakan situasi di mana Walcott menerima bola dalam posisi wajah menghadap gawang lawan. Yang kedua, adalah Arsenal berusaha memainkan transisi menyerang cepat untuk membuka pertahanan Bayern yang bermain dengan blok tinggi. Lagi-lagi, Walcott merupakan salah satu sasaran direct-ball Arsenal (bila mereka mungkin melakukannya). Serta yang terakhir, walau pun mereka begitu rapat saat memainkan blok super rendah, Arsenal selalu berusaha agresif dalam menempatkan pemain-pemainnya saat fase menyerang. Wenger menginstruksikan kedua bek sayapnya untuk bergerak sejauh mungkin ke kedua sisi pertahanan Bayern. Hal ini membuat Bayern menempatkan 5-6 pemain di lini belakang mereka.

Sampai babak pertama berakhir, blok pertahanan rendah Arsenal terlihat sangat masif, seperti yang ditunjukan oleh grafis milik whoscored.com di bawah.

Heat map Arsenal vs FC Bayern setelah babak pertama.
Heat map Arsenal vs FC Bayern setelah babak pertama.

Di babak kedua, Pep mengubah struktur serangan timnya. Douglas Costa diberikan kesempatan lebih banyak untuk bermain ke tengah dan sisi kanan. Begitu pula Muller, yang tadinya berposisi di sisi kanan sebagai starting position-nya, menjadi makin banyak bergerak ke tengah atau ke kiri, bertukar tempat dengan Costa. Okupansi Bayern di celah vertikal pertahanan Arsenal juga tampak meningkat, Lewandowski dan Vidal merupakan pemain-pemain yang sering kali mengisi celah tersebut. Tetapi lagi-lagi struktur serang Bayern menghambat progresi mereka ke kotak 16 Arsenal. Contoh saat Lewandowski menerima bola di celah tersebut di zona 5, hanya ada Vidal yang berada di dekatnya. Yang mana posisi Vidal pun tertutup oleh shadow-cover pemain Arsenal. Sementara dua penyerang sayap Bayern berada terlalu jauh karena keduanya mengokupansi masing-masing touchline. Situasi makin kurang strategis bagi skema serangan, dikarenakan gelandang dan bek Bayern pun berdiri terlalu deep jauh dari Lewandowski dan Vidal berada.

Struktur posisional Bayern di babak kedua, saat Lewandowski dan Vidal berada di celah vertikal pertahanan Arsenal. Shadow-cover ditunjukan oleh bentuk segi tiga dibelakang pemain Arsenal yang menghalangi jalur umpan kepada Vidal.
Struktur posisional Bayern di babak kedua, saat Lewandowski dan Vidal berada di celah vertikal pertahanan Arsenal. Shadow-cover ditunjukan oleh bentuk segi tiga dibelakang pemain Arsenal yang menghalangi jalur umpan kepada Vidal.

Arsenal sendiri tetap mempertahankan bentuk awal pertahanan mereka yang dimulai dari pressing blok tinggi yang narrow. Seperti di babak pertama, beberapa kali gegenpressing Arsenal mampu menghentikan progresi Bayern. Salah satunya, adalah saat umpan Philip Lahm di menit 64 dipotong oleh Coquelin di sepertiga awal pertahanan Bayern. Dalam momen tersebut Arsenal bahkan berhasil menciptakan kompaksi yang lebih baik dari Bayern melalui bentuk superioritas kuantitatif, 6v5 di sisi kanan pertahanan Bayern. Arsenal merebut kembali penguasaan bola setelah kurang lebih 4-5 detik Lahm merebut bola. Tetapi hanya dalam tempo 3-4 detik kemudian Bayern balik melakukan gegenpressing pada Arsenal yang, sayangnya, serangan balik mereka berujung pada umpan Thiago gagal diambil oleh Lewandowski.

Pada akhir laga, heat map kedua tim menjadi seperti grafis di bawah.

Heat map akhir pertandingan Arsenal vs Bayern.
Heat map akhir pertandingan Arsenal vs Bayern.

Kesimpulan

Selain Arsenal memainkan taktik bertahannya sesuai apa yang mereka rencanakan, struktur posisional Bayern turut serta menjadi faktor sukses Arsenal menahan serangan-serangan Bayern. Dengan cara bertahan yang begitu deep, Arsenal kembali mengingatkan Bayern akan pertandingan mereka menghadapi Olympiakos, di Yunani, di mana Bayern menang dengan skor 3-0 tetapi sejatinya sampai sebelum Muller menceploskan gol “keberuntungan”, Bayern sangat kesulitan membongkar blok pertahanan rendah tuan rumah.

Xabi Alonso kembali memperlihatkan beberapa positioning yang kurang tepat, baik saat deep build-up maupun dalam fase bertahan. Dalam satu kesempatan build-up ia mengambil posisi terlalu dalam, di kesempatan lain (saat bertahan) ia telat melakukan marking pada lawan yang menyebabkan Arsenal mendapatkan kesempatan berprogresi. Dari Arsenal, seperti yang disampaikan di atas, beberapa isu pertahanan pun masih tampak. Bagusnya bagi Arsenal, Bayern gagal atau kurang maksimal memanfaatkan kekurangan dalam sistem pertahanan Arsenal.

Man of the match? Santi Cazorla sangat pantas mendapatkannya.

 

Komentar