Strategi Juventus
Massimo Allegri memainkan formasi 3-5-2 asimetris yang pada saat bertahan bertransformasi menjadi 4-4-2. Dalam build-up serangan fase pertama, Leonardo Bonucci menjadi poros tengah lini belakang yang diapit oleh dua full back, Andrea Barzagli di tengah kanan dan Giorgio Chiellini di tengah kiri. Bonucci dan Chiellini menjadi ball playing yang bertugas mengalirkan bola ke depan. Bila memungkinkan, Juventus tentu akan melakukan progresi dari area tengah (center atau half-space). Bila tidak memungkinkan, pemain sayap menjadi alternatif umpan.
Perilaku dua sisi sayap Juventus yang berbeda satu sama lain membuat formasi Juventus menjadi asimetris. Di kanan, Barzagli lebih ke full back tradisional. Ia lebih banyak berkutat di sekitar sepertiga pertahanan (di kanan) serta sepertiga tengah atas (terkadang masuk ke half-space). Juan Cuadrado menjadi sayap kanan yang beroperasi di flank di depan Barzagli. Sementara di sisi kiri, Patrice Evra bermain lebih agresif ketimbang Barzagli dalam artian bek kiri Prancis tersebut mengambil posisi di sepertiga tengah atas dan sepertiga akhir pertahanan lawan lebih cepat dari pada yang dilakukan Barzagli. Sebagai rekan pendukung Evra, Paul Pogba yang dimainkan sebagai no. 8 kiri sering kali mengisi half-space kiri membantu Evra melakukan progresi ke center.
Salah satu kunci keberhasilan Juventus memenangkan pertandingan ini, adalah kompaksi pertahanan yang juga berperan besar dalam keberhasilan mereka musim lalu. Pada fase transisi bertahan, Juventus membentuk pola dasar 4-4-2. Para pemain di lini tengah mengambil jarak yang berdekatan satu sama lain dengan kedua gelandang sayap mengisi half-space. Sementara lini depan bertugas membentuk barikade awal untuk mencegah segala usaha progresi yang mungkin dilakukan oleh Sevilla ke center. Dalam pressing gelombang awal, Juventus memainkan blok menengah yang mana kedua striker-nya membiarkan bola dimainkan di sekitar area bek tengah Sevilla. Dengan pressing semacam ini serta narrow-positioning para gelandang, rencana Juventus sudah jelas, yaitu mendorong Sevilla bermain melebar dan menjebaknya di flank.
Saat Sevilla berada di flank, apa lagi bila Sevilla berada di sepertiga tengah bawah dan sepertiga akhir, Juventus akan segera melakukan shifting-formation (perpindahan formasi) untuk membentuk touchline-pressing (pressing di area pinggir). Bergantung jumlah pemain Sevilla yang berada di area terkait, overloading Juventus pun akan menyesuaikan diri dengan menciptakan superioritas jumlah.
Dalam melakukan progresi, peran striker (terutama Dybala) sangat besar. Oleh Allegri, Dybala dimainkan sebagai no. 10 yang bergerak dari area yang lebih dalam dari pada Alvaro Morata. Sering kali ia bergerak di sekitar sepertiga tengah bawah bahkan sepertiga awal, terutama saat Juventus berada dalam fase bertahan blok rendah. Saat menyerang, Alvaro Morata bermain sedikit lebih klasik ketimbang Dybala. Tetapi saat masuk dalam fase bertahan dan Juventus membutuhkan overloading dengan kompaksi ekstrem, di sekitar flank di sepertiga tengah bawah maupun sepertiga awal, Morata selalu ikut serta di dalam taktik ini.
Strategi Sevilla
Emery Unai memainkan pola dasar 4-3-3/3-4-2-1. Dengan beberapa filosofi dan taktik yang sudah jamak dilakukannya. La salida lavolpiana merupakan salah satu ciri build-up Sevilla. Grzegorz Krychowiak menjadi pemain yang dropped off ke lini belakang membentuk pola 3 pemain belakang sekaligus mendorong kedua bek sayap bergerak ke depan. Mayoritas progresi Build-up dari belakang ke depan dilakukan melalui no. 8 atau 6 Sevilla yang turun menjemput bola.
Di fase inilah masalah dalam fase menyerang Sevilla teridentifikasi. Kompaksi Juventus di center memaksa Sevilla memainkan bola ke flank. Dalam kondisi ini, di pertandingan lain sebelumnya, sering kali Sevilla melakukan switch-play dari half-space terdekat ke half-space atau flank jauh. Tetapi, dalam pertandingan menghadapi Juventus bisa dikatakan kesempatan melakukan ini, nol. Sevilla sempat mencoba melakukannya beberapa kali dengan tingkat keberhasilan yang sangat buruk.
Hal ini bisa terjadi karena half-space jauh Juventus mampu mengambil posisi yang tepat dalam mencegah Sevilla melakukan switch-playing, selain disebabkan oleh buruknya overloading Sevilla di sisi bola berada. Overloading yang dimaksud di sini ditujukan untuk memancing pemain Juventus ke sisi bola berada sehingga diharapkan membuka ruang lebih besar di sisi seberangnya.
Perhatikan dua pemain Juventus berlingkaran kuning serta tiga pemain Sevilla bertanda panah. 3 pemain Sevilla tersebut merupakan alternatif pengambilan posisi untuk memancing pemain Juventus berfokus ke sisi kanan, termasuk juga dua pemain berlingkaran kuning yang mampu menjaga sisi jauh. Alternatif pengambilan posisi ini berfungsi memberikan ruang yang lebih besar di flank jauh, di mana RAM Sevilla berada. Pergerakan seperti ini tidak dilakukan oleh Sevilla yang pada gilirannya memaksa mereka memainkan banyak umpan silang melambung langsung ke area penalti Juventus.
Orientasi serangan Sevilla sendiri banyak diarahkan ke sayap kanan. Di area di mana Juan Antonio Reyes dan Yehven Konoplyanka berada. Bagaimana bentuk aktual serangan Sevilla sama sekali tidak terlihat, disebabkan oleh baiknya kompaksi pertahanan Juventus. Tetapi salah satu dugaan mengapa Emery memilih menyerang lewat kanan, adalah memanfaatkan pergerakan diagonal Reyes dari kanan ke tengah untuk kemudian melakukan tembakan dengan kaki kiri (yang merupakan kai terkuat Reyes). Emery dan semua manajer tahu, bek tengah Juventus sangat kuat dalam duel udara sehingga memkasakan diri berduel di udara sama saja mempersulit diri sendiri. Dengan dasar ini, pilihan menyerang melalui darat lebih logis dilakukan.
Secara umum, susunan pemain dan pergerakan esensial kedua tim tampak seperti grafik di bawah.
Kompaksi pertahanan dan transisi Juventus
Seperti yang disebutkan di atas, salah satu kunci kemenangan Juventus adalah kestabilan kompaksi pertahanan yang terjaga selama 90 menit. Juventus memulai pressing dari lini depan. Sebagai pressing gelombang pertama kedua striker Juventus bertugas memblokir jalur umpan dari lapis pertama build-up Sevilla ke zona 8 atau 5 Juventus. Pengambilan posisi menyempit (narrow) oleh para pemain sayap turut membantu memadatkan populasi di area tengah yang sekaligus mengarahkan Sevilla untuk bermain melebar. Saat Sevilla berhasil didorong ke sisi sayap, shifting Juventus ke sisi lapangan untuk kemudian melakukan overloading juga berjalan lancar tanpa merusak kompaksi horisontal maupun vertikal.
Kunci keberhasilan menjaga kompaksi horisontal dan vertikal di fase ini, adalah peran striker yang ikut dalam overloading dengan cara drop-deep dari lini depan dan masuk ke sisi di mana Juventus menjebak Sevilla. Keterlibatan striker di sini menjamin kestabilan blok di lini tengah dan belakang, karena pemain-pemain di kedua lini tersebut mendapatkan kesempatan untuk terus mempertahankan posisi mereka tanpa harus pecah fokus dengan, misalnya, meninggalkan pos. Singkatnya, superiioritas jumlah dalam skema bertahan Juventus terbantukan oleh aktifnya kedua striker mereka.
Overloading ini bukan hanya mempersulit shifting Sevilla ke wilayah tengah, tetapi sekaligus memperburuk proses penciptaan peluang. Karena dalam banyak sekali situasi serupa Sevilla meresponnya dengan langsung melepaskan umpan silang melambung, yang dengan mudah ditangani oleh para bek tengah Juventus. Hal serupa pernah dialami oleh Borussia Dortmund saat berjumpa Juventus di 16 besar UCL 2014-2015. Blokade Juventus terhadap half-space dan center ditambah buruknya struktur posisional Dortmund, membuat serangan Dortmund banyak berorientasi ke sayap dan berakhir dengan umpan silang melambung tanpa hasil berarti.
Dari dua leg menghadapi Juventus, Dortmund melepaskan 46 umpan silang dengan hanya 5 di antaranya yang menemui sasaran. Sementara dalam partai ini, Sevilla melakukan 14 kali umpan silang dengan 2 di antaranya mencapai sasaran. Kedua umpan silang ini pun tidak bermakna strategis dikarenakan bola yang dilepaskan hanya menjangkau flank di seberangnya tanpa memberikan ancaman berarti pada gawang Gianluigi Buffon.
Keterlibatan penyerang Juventus dalam fase bertahan, di banyak situasi juga turut memberikan efek positif trehadap transisi meyerang Juventus. Paulo Dybala sering kali menempatkan dirinya pada posisi yang tepat dan memungkinkan dirinya untuk digunakan sebagai akses vertikal serangan tim. Gol kedua Juventus merupakan simbolisasi paling sempurna dari kombinasi antara kompaksi pertahanan yang dilanjutkan dengan transisi menyerang yang cepat, di mana Dybala terlibat di dalamnya.
Dalam sebuah serangan, Sevilla mencoba menyasar zona 5. Lini tengah Juventus meresponnya dengan membentuk formasi yang ekstrem kompak, seperti yang terlihat dalam gambar di bawah.
Selain hal-hal yang tersebut di atas, stagerring lini tengah Juventus dalam timing yang tepat juga mempersulit umpan diagonal Sevilla yang berpotensi dilakukan dari flank atau half-space ke center. Saat Sevilla melakukan serangan cepat ke sayap, gelandang sayap Juventus merupakan barrier awal. Ketika blokade pertama diciptakan oleh gelandang sayap di area middle-third bawah, gelandang tengah Juventus (Hernanes misalnya) kerap kali melakukan stagerring dengan berdiri di posisi yang lebih deep di sepertiga awal (di half-space atau center). Taktik ini selain membantu Juventus melakukan interception di center, juga meniadakan opsi umpan diagonal Sevilla.
Struktur serangan Juventus
Di babak pertama Juventus memainkan skema serangan yang dilakukan dengan melakukan switch-play dari satu sisi ke sisi lapangan lainnya. Pemain-pemain Juventus mampu memanfaatkan formation-shifting Sevilla yang sering kali terlalu berfokus pada satu sisi, sehingga “memberikan” ruang di sisi lainnya. Switching-play yang dilakukan di sepertiga akhir pertahanan Sevilla sering kali didukung oleh struktur posisional Juventus yang terdiri dari 3 pemain di half-space (2 striker dan gelandang tengah terdekat), 1 pemain di center (Hernanes), dan 1 pemain sebagai pengumpan. Dalam switching-play, half-space merupakan area penting, yang oleh Juventus, selain digunakan sebagai switching-point secara langsung juga digunakan sebagai area untuk menciptakan superioritas posisional.
Salah satu switching-play yang paling mengasikan adalah switching-play Juventus di menit ke 16. Berawal dari switching yang dilakukan oleh Cuadrado dari kanan ke kiri, bola diterima oleh Patrice Evra. Segera, Paul Pogba bergerak ke half-space kiri. Bola diarahkan ke Pogba untuk kemudian, oleh Pogba, segera di-switch kembali ke sisi kanan kepada Cuadrado. Dalam sebuah shifting yang cepat, Khedira dan Dybala mengokupansi half-space di zona 5. Permainan umpan pendek cepat di antara ketiganya diakhiri oleh sebuah tendangan pisang keras yang dilepaskan oleh Dybala.
Struktur posisonal menyerang Juventus juga memperlihatkan struktur yang agresif dengan okupansi yang ideal. Tiga pemain lini belakang berdiri di middle-third atas, dengan Bonucci sebagai pemain tengah, Chiellini dan Barzagli mengisi half-space di kedua sisi, dan Hernanes berdiri di depan ketiganya. Dua gelandang tengah lainnya, Pogba dan Khedira, serta dua pemain sayap, Evra dan Cuadrado, mengambil posisi lebih ke depan. Perkembangan posisi keempat pemain ini bergantung pada posisi bola berada. Di lini terdepan, Dybala berperan sebagai no. 10 yang berdiri di belakang Morata. Dybala juga sekaligus sebagai penyerang yang bertransisi di antara half-space.
Masalah besar pada serangan Sevilla
Masalah pada Sevilla lebih kepada skema serangan mereka. Sepanjang pertandingan Sevilla hanya mampu melepaskan satu buah tembakan berbanding dengan Juventus yang melakukan 20 tembakan ke gawang. Apa yang ditunjukan oleh Michael Caley dalam peta Expected goal miliknya menjadi salah satu indikasi buruknya penetrasi sepertiga akhir Sevilla.
Akar masalah Sevilla terdiri dari, overloading Juventus di flank yang mampu menghentikan skema sirkulasi Sevilla, kompaksi Juventus di area tengah, dan struktur posisional Sevilla sendiri di flank maupun dalam build-up. Ketiga faktor ini bersinergi dan meniadakan akses ke area tengah pertahanan Juventus. Hal ini pada gilirannya, mengisolasi Kevin Gameiro yang hanya mampu melakukan 16 kali ball-touch.
Dalam deep build-up, sering kali terlihat Sevilla membangun serangan dengan menempatkan pemain terlalu banyak di seperriga tengah bawah dan sepertiga pertahanan mereka. Hal ini memberikan akses pressing pada Juventus yang menyebabkan area pertahanan Sevilla menjadi sangat crowded dan memaksa mereka melepaskan banyak umpan langsung jauh ke depan.
Isu build-up ini sering ditemui dalam pertandingan Juventus di Serie A. Salah satunya pertandingan menghadapi Napoli, di mana Juventus (terutama Hernanes dan Mario Lemina) sering kali melakukan build-up dengan struktur yang seakan-akan Juventus (1) memberikan akses pressing bagi lawan terhadap deep area mereka sendiri serta (2) memang berniat bermain bola jauh (yang tanpa arah).
Kesimpulan
Secara umum, kualitas eksekusi Juventus tidak bisa dikatakan sangat bagus. Peta expected goal Michael Caley menjadi gambaran awal sebagai pendukung argumen ini. Hal ini terjadi karena Sevilla mampu mengurangi penetrasi bola Juventus ke danger zone di dalam kotak 16. Sebaliknya, dari sisi pertahanan, Juventus tampil baik. Bukan hanya nyaris sempurna secara statistik (Sevilla hanya mampu melepaskan 1 tembakan), Juventus juga mampu menghalangi progresi bola Sevilla. Resting-press, narrow positioning di lini tengah, dan kemampuan duel udara para pemain belakang menjadi faktor penting terhadap baiknya tingkat permainan bertahan Juventus.
Sevilla sendiri, dengan baiknya Juventus memainkan skema bertahannya, kehilangan banyak momentum menjalankan rencana penyerangan mereka, seperti switching-play atau penetrasi ke half-space pada sisi di mana bola berada.
Beberapa isu minor masih terlihat dalam struktur posisional Juventus. Salah satunya Hernanes yang beberapa kali mengambil posisi yang tidak strategis terhadap progresi Juventus. Ini salah satunya.
Sampai match day kedua UCL, Juventus memperlihatkan kualitas permainan yang “aneh”. Rentan di Serie A, tetapi solid di UCL. Dalam ajang UCL, kerentanan di Serie A hilang sama sekali dan penampilan Juventus menjadi sangat berbeda. Apa pun penyebabnya, Allegri harus dapat memecahkannya. Karena bila hal ini terus berlanjut, peluang Juventus mempertahankan scudetto jelas berada dalam ancaman besar.