Andik Sementara, Persebaya Selamanya

Nama Andik Vermansyah ramai dibicarakan, khususnya oleh pendukung Persebaya, Bonek, di media sosial saat Bhayangkara FC secara resmi mengumumkan kedatangan winger lincah tersebut jelang musim kompetisi 2020 hari Rabu lalu (29/1). Ada pro dan kontra yang mengiringi beredarnya kabar itu.

Mereka yang kontra menganggap bahwa pemain kelahiran Jember itu sudah menelan ludahnya sendiri lantaran bergabung dengan kesebelasan yang sebelumnya pernah menggunakan nama Persebaya (ketika lahir dualisme akibat konflik di tubuh federasi sepakbola Indonesia). Padahal dulu Andik pernah berujar bahwa ia takkan pernah mau membela Persebaya abal-abal.

Sementara yang pro menganggap jika keputusan Andik bergabung dengan Bhayangkara FC semata-mata karena ia ingin melanjutkan kariernya di dunia sepakbola. Toh, statusnya sedang tanpa klub dan Persebaya tak menunjukkan gelagat bahwa mereka ingin memulangkan Andik ke Surabaya.

Pada tahun 2018 silam, Andik pernah dikaitkan dengan Persebaya usai kontraknya dengan klub Liga Super Malaysia, Selangor, tak diperpanjang. Digadang-gadang bakal kembali mengenakan seragam hijau dengan lambang hiu dan buaya di dada melambungkan asa Bonek.

Siapa yang tak bahagia melihat salah satu figur pujaan pulang dan main lagi untuk klub yang dicintai? Apalagi Andik memiliki performa yang cukup moncer selama bermain di Malaysia.

Akan tetapi, fakta berkata lain. Alih-alih berkandang lagi di Stadion Gelora Bung Tomo, Andik justru meneken kontrak dengan klub tetangga, Madura United, usai sekian purnama ngglibet dengan Persebaya. Drama itu sendiri sampai memaksa Presiden Persebaya, Azrul Ananda, menulis sepucuk surat terbuka yang berjudul Kereta Tidak Berhenti untuk Satu Orang. Secara tersirat, isi dari surat itu berkisah tentang gagalnya pendekatan Persebaya terhadap Andik.

Kala itu, Bonek sangat kecewa dengan kegagalan merekrut Andik yang terlihat tak jelas alasannya. Tulisan Azrul yang seharusnya mendinginkan keadaan justru membuat Bonek semakin gerah. Ada apa sebenarnya dengan Andik dan manajemen? Ada drama apa dibalik kegagalan negosiasi antara keduanya?

Bonek sempat mengajukan waktu untuk berdiskusi dengan manajemen mengenai bursa transfer pemain Bajol Ijo kala itu. Mereka akhirnya mendapatkan jawaban, tapi dari situ juga mereka mendapati bahwa pintu masuk ke Persebaya untuk Andik sudah benar-benar tertutup. Layaknya bisnis, negosiasi memang punya dua kemungkinan, berhasil atau gagal. Sesederhana itu.

Di awal tahun ini, bermula dari status di media sosial pribadinya, Andik memutuskan bercerai dengan Madura United. Preseden tersebut mendorong sejumlah pihak melambungkan lagi rumor kepulangan Andik ke Persebaya. Sudah jadi rahasia umum kalau pemilik 24 penampilan dan 2 gol bersama tim nasional Indonesia itu juga ingin memakai baju klub yang meroketkan namanya sejak belia, Persebaya.

Namun harapan tinggal harapan, manajemen Bajol Ijo tak menunjukkan ketertarikan untuk meminang Andik. Bagai seseorang yang jatuh cinta dan berharap segera ditembak, tapi tak kunjung mendapatkannya, rasa itu dipendam dalam-dalam. Tak ingin menunggu tanpa kepastian, Andik pun membuka kesempatan kepada siapa saja yang betul-betul serius untuk mendekat.

Tatkala kesuksesan Bhayangkara FC memperoleh tanda tangan sosok berumur 28 tahun tersebut mengemuka, harapan Bonek dan Bonita pun ambyar. Untuk kali kesekian, mereka kecewa karena Andik dan Persebaya gagal bersatu.

Bagi mayoritas Bonek, melihat Andik mengenakan baju Bhayangkara FC yang pernah meninggalkan noktah merah pada sejarah Persebaya mungkin terasa berat. Namun di atas itu semua, Andik adalah pesepakbola profesional yang berhak menentukan kelangsungan kariernya. Betapa angkuhnya kita bila menghakiminya karena memilih The Guardian sebagai pelabuhan anyarnya. Padahal di sisi seberang, Persebaya tak mengajukan tawaran untuknya.

Bonek sepatutnya memahami situasi bahwa Andik dan Persebaya memang belum berjodoh, setidaknya hingga musim kompetisi 2020. Ketimbang berasumsi sendiri, menghormati keputusan Andik adalah jalan paling bijak. Toh, muara dari dukungan Bonek adalah Persebaya. Mengapa galau jika poros utama yang kita cintai sebetulnya baik-baik saja? Bukankah selama ini Bonek juga memiliki moto bahwa, “Tidak ada pemain yang lebih besar dari Persebaya itu sendiri”.

Sepakbola bukan matematika yang dihiasi banyak hal-hal pasti. Sepakbola, layaknya kehidupan, adalah jejeran kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi maupun tidak.

Jika suatu saat nanti Andik akhirnya berseragam Persebaya lagi, maka seperti itulah lingkaran nasib masing-masing entitas. Percayalah, amarah dan air mata yang sempat keluar kemarin akan berubah menjadi gemuruh rasa haru dan bahagia.

Namun bila tidak, jangan ada rasa kecewa berlebih yang membuncah di dada karena seperti itulah takdirnya. Biarlah Andik menempuh jalannya sendiri sebab Persebaya juga harus terus melangkah. Waktu takkan pernah mau menunggu.

Alih-alih meributkan kepindahan Andik ke Bhayangkara FC, ada baiknya kalau Bonek dan Bonita berhenti membicarakan sosoknya agar tak ada rasa yang terus-terusan terpaut. Sudah sepatutnya fokus diarahkan kepada yang pantas saja, tidak kurang, tidak lebih. Sebab Andik sementara, Persebaya selamanya.

Komentar

This website uses cookies.