Dingin tatapan seorang professor Hogwarts kepada bocah dengan luka berbentuk petir di dahinya. Kerah jubahnya tinggi, menutup separuh rambut panjangnya yang dibiarkan terurai. Wajah Severus Snape digambarkan tak punya ekspresi dalam novel Harry Potter, seakan-akan menutupi segala kemampuannya.
Sihir juga pernah datang di Italia, dari kaki seorang pria asal Lombardia yang memiliki wajah sama datarnya dengan Snape. Dingin dan tak jarang misterius. Begitulah perangai Andrea Pirlo.
Di atas lapangan ia nyaris tak menampilkan raut yang jelas di wajahnya. Dibalik semua itu, gelandang yang pernah bermain untuk Juventus tersebut punya kapabilitias menciptakan momen magis.
Pirlo adalah salah satu penyihir lapangan hijau yang memukau. Meski beroperasi di area pertahanan, ia tipe yang berbeda. Tidak menggebu-gebu dalam menjegal lawan seperti Gattuso atau temperamental dan bermain keras layaknya Roy Keane di Manchester United.
Alih-alih melancarkan tekel atau berlari ke sana kemari, Pirlo bermain dengan indah, tak banyak bergerak, tetapi dominan, bak seorang dirijen yang sedang memimpin sebuah orkestra. Label sebagai seorang regista kelas wahid kemudian melekat padanya.
Pirlo merupakan gelandang yang tidak hanya mengandalkan otot kaki, tetapi juga dengan inteligensinya. Ia memiliki visi bermain yang bagus, tahu kemana bola harus dialirkan, bahkan sebelum ia menerima operan bola dari rekan setim.
Umpan lambungnya akurat. Umpan terobosnya kerap mengawali sebuah peluang. Ia memang terlihat santai dan tampak tidak memiliki gairah untuk bermain sepakbola. Namun, membiarkan Pirlo bergerak sendirian tanpa dijaga berarti juga membiarkan mereka memiliki peluang untuk mencetak gol.
Mantan pemain AC Milan itu memiliki sentuhan magis pula yang dapat menipu lawan. Lawan bisa saja menebak ke mana bola akan ia oper, jika dilihat dari gerakan bahunya. Akan tetapi, gerakan itu hanyalah omong kosong.
Pertahanan Jerman pernah bingung dibuatnya. Asis Pirlo yang mengejutkan nan penuh muslihat menerobos barisan bek Der Panzer di semifinal Piala Dunia 2006 dan berhasil membuahkan gol dari kaki kiri Fabio Grosso.
Ada lagi, gelandang asal Lombardia itu juga lihai dalam mengeksekusi bola mati. Lihat saja bagaimana lengkungan indahya dari sudut lapangan yang berhasil ditanduk Materazzi di final Piala Dunia 2006. Atau tendangan bebas anehnya yang membentur Fillipo Inzaghi di final Liga Champions 2007.
Soal bola mati, saya jadi teringat Joe Hart, salah satu kiper terbaik dari Inggris saat itu. Di Kiev, mantan penjaga gawang Manchester City itu melompat-lompat di bawah mistar sambil tersenyum ketika Pirlo meletakan bola di titik putih dalam drama adu penalti. Hart terlihat bergairah dan Pirlo tetap dingin.
Wasit meniup pluit dan yang terjadi selanjutnya adalah sihir. Hart sekuat tenaga melompat ke arah kanan, sementara bola hasil tendangan panenka Pirlo hanya melayang pelan dan mendarat mulus ke tengah gawang. Hart melongo, sementara wajah Pirlo tetap datar. Italia lalu melaju ke semifinal Euro 2012.
Sebagaimana para pemain Italia yang tetap prima meski telah berusia 30 tahun ke atas, Pirlo pun masih tampil gemilang. Ia masih menjadi andalan Italia pada Piala Dunia 2014 ―bahkan bermain di final Liga Champoions bersama Juventus setahun kemudian― di mana ia kembali bertemu Joe Hart.
Kala itu, mereka bersua dalam laga penyisihan grup di Brazil. Pirlo menunjukkan sebuah momen magis setelah tipuannya yang bahkan tidak menyentuh bola sama sekali berhasil mengelabui Daniel Sturridge. Si kulit bulat lalu disambar Marchisio yang menjadikannya gol via tendangan keras dari luar kotak pinalti.
Menjelang bubar, Pirlo kembali menunjukan sihirnya. Sebuah tendangan bebas dari sisi kiri kanan pertahanan Inggris meluncur deras menuju gawang. Joe Hart terlihat sudah salah langkah, ia bergerak ke arah yang sama seperti dua tahun lalu.
Untung saja bola membentur mistar. Kiper Burnley tersebut mungkin bisa bernapas lega, tetapi tidak bisa ditampik bahwa sesungguhnya ia sekali lagi dipecundangi gelandang yang memelihara brewok tersebut, meski tidak berbuah gol.
Pada momen itu, wajah eks Brescia tersebut tetap dingin dalam stadion yang bergemuruh. Di sinilah sisi menarik sihirya di atas lapangan hijau. Bahkan dari sebuah tendangan bebas yang membentur mistar pun ia menghasilkan seni dan keindahan yang memukau.
Penyihir itu hari ini bertambah usia. Jadi, selamat ulang tahun ke-41, Pirlo!