“The objective is to move the opponent, not the ball” – Pep Guardiola
Iniesta merupakan tipe pemain yang sangat cocok dengan filosofi ini. Dalam prinsip positional play (juego de pocision) milik Barcelona-nya Pep Guardiola, superioritas jumlah dan menciptakan serta memanfaatkan ruang antarlini merupakan hal wajib. Dalam hal ini, pemain yang mampu mengidentifikasi opsi umpan terbaik di antara dua sampai tiga jalur umpan yang ada merupakan hal yang harus dimiliki oleh tim asuhan Pep.
Inilah yang jadi salah satu tugas Iniesta. Ia memiliki tugas untuk bergerak mencari ruang dan menemukan kawan terdekat untuk mempertahankan atau menciptakan formasi belian atau, setidaknya, formasi segitiga, di mana pun. Jika Sergio Busquets, Lionel Messi, atau Xavi Hernandez berada di dekatnya, mereka cukup melakukan kombinasi umpan satu-dua di antara mereka, untuk kemudian mengantarkan bola ke lini serang. Bila ternyata diperlukan, Iniesta akan menggiring bola, menemukan ruang terbaik untuk masuk ke pertahanan lawan dan memaksimalkan strategi menyerang tim. Bila memungkinkan, ia akan bergerak dari lini tengah, masuk ke lini di depannya, masuk ke dalam pertahanan lawan dan menciptakan gol.
Ketika Barcelona masih berada di bawah komando Guardiola, Xavi dan Iniesta merupakan penggerak. Keduanya bermain di lini tengah yang menjadi “lini terpenting” dalam skema bermain Barcelona. Saya berikan tanda petik karena saya tidak menganggap lini lain tidak penting, dan kenyataannya, lini lain memang memiliki peran masing-masing. Namun, lini tengah kemudian menjadi lini terpenting karena gaya main Barcelona yang mau tidak mau memberikan tuntutan seperti itu.
Sederhananya begini, Pep selalu melibatkan semua lini dalam sistem permainannya. Bola dimainkan dari belakang, dialirkan ke depan melalui lini tengah. Dari sini bisa dilihat bahwa lini tengah merupakan lini yang terletak di tengah di antara tiga lini besar dalam taktik, yaitu, lini belakang, lini tengah, dan lini serang. Pada gilirannya, hal inilah yang menempatkan lini tengah sebagai “lini terpenting”. Dengan filosofi Pep yang mengedepankan superioritas jumlah, menggerakkan lawan ke area tertentu, dan sekaligus melindungi lini belakang dari serangan lawan, merupakan hal wajib bahwa sistem ini memerlukan pemain di lini tengah yang tepat. Andres Iniesta merupakan salah satu di antaranya. Berteknik, berdisiplin taktik sekaligus memiliki daya jelajah tinggi.
Area hijau gelap merupakan area lini tengah (middle line) yang juga bisa disebut sebagai area no. 8. Area merah merupakan area lini serang (attacking line). Area abu-abu merupakan area (menyerang) antarlini (attacking pocket) atau bisa disebut juga sebagai area no. 10.
Pada masa Pep, Barcelona memilih cara membangun permainan (build-up play) secara gradual, dengan tempo cenderung lambat sambil menunggu para pemain menempati posisi menyerang yang sudah direncanakan. Di sinilah pentingnya peran lini tengah, seperti yang disebutkan di atas dengan Iniesta sebagai salah satu dari tiga gelandang tengah Barcelona. Ia memulai gerakan dari lini tengah. Dalam fase menyerang sebelum masuk dalam fase eksekusi, sebagai bagian dari lini tengah, Iniesta ikut bertanggung jawab terhadap aliran serangan Barcelona dari belakang ke depan di mana lini tengah merupakan lini penghubung.
Dalam fase ini, Iniesta bergerak di seluruh area lini tengah, seperti yang ditunjukkan oleh (1) dan (2) dalam diagram di atas. Dari sana, Iniesta akan bergerak ke area lain, baik untuk membentuk formasi segitiga (3) atau formasi berlian (4). Pada angka (3) dan (4), Iniesta berada di area abu-abu yang juga merupakan area antarlini atau area no. 10. Area ini merupakan area antara lini belakang dan tengah lawan (celah vertikal) yang sering kali menyisakan ruang untuk bisa dieksploitasi. Di sinilah Iniesta hadir dan mengacaukan strategi lawan.
Dari area (menyerang) antarlini ini, bila memungkinkan, Iniesta akan bergerak lebih ke depan dan masuk ke kotak penalti lawan, baik untuk memberikan umpan atau mencoba membuat gol. Singkatnya, Iniesta memainkan beberapa peran, baik sebagai pemain no. 8, false 8, pemain no. 10, sampai false 10. Sirkulasi bola di lini tengah dan sekitar area no. 10 menjadi sangat penting, sepenting peran hybrid Iniesta yang merupakan gabungan antara pemain no. 8 dan no. 10.
Peran hybrid tersebut merupakan masa lalu Iniesta, di mana ia menikmati peran yang membuatnya mampu mengeksplorasi semua kelebihannya. Masa-masa di mana ia terlibat dalam peran yang sangat krusial. Sekarang, Barcelona telah berganti kepala. Pep Guardiola bukan lagi juru taktik, melainkan Luis Enrique. Bila pada masa Pep Barcelona lebih banyak bergerak berdasarkan pergerakan dan umpan horizontal, sekarang ini Barcelona merupakan sebuah tim yang jauh lebih vertikal. Jauh lebih direct.
Saat ini, Barcelona bermain dengan tujuan lebih cepat mencapai lini terdepan. Mereka sudah jarang memainkan possession football dengan rata-rata penguasaan bola sampai 60%. Bagi Barcelona era Enrique, memindahkan bola lebih segera kepada trio serang, Messi, Luis Suarez, dan Neymar – dikenal dengan sebutan trio MSN – merupakan hal utama. Sepak bola mereka dibangun dengan trio MSN dengan Messi sebagai pusatnya. Sepak bola mereka tak lagi dibangun berdasarkan kebrilianan lini tengahnya. Kepada trio MSN, Barcelona bergantung pada kecepatan, kombinasi, dan kemampuan individual ketiganya.
Imbasnya, peran lini tengah menjadi berkurang, terutama kalau dibandingkan dengan era Pep. Namun bukan berarti lini tengah menjadi tidak penting. Hanya saja, secara taktikal, lini tengah Barcelona bukan lagi merupakan sumber utama serangan Barcelona. Mereka tak lagi terlibat penuh dalam sirkulasi bola, dan lebih bersifat sebagi sistem pendukung.
Dengan cara bermain seperti ini, para gelandang lebih difungsikan untuk mensirkulasi ulang bola (ball recovery) saat pertahanan lawan berhasil menghalau bola atau ketika skema bertahan Barcelona sukses menghentikan serangan lawan. Peran utama ada pada lini penyerang, terutama, sekali lagi, pada Lionel Messi. Bahkan, dalam strategi merusak sistem pertahanan lawan, peran dua fullback Barcelona lebih dikedepankan ketimbang peran Iniesta. Dalam skema Enrique, Iniesta betul-betul berfungsi sebagai pemain pendukung dalam artian ekstrem. Dengan berperan sebagai pendukung, gerak vertikal Iniesta makin jarang terlihat. Saat ini, gelandang pemilik gerak vertikal adalah Ivan Rakitic, bukan Iniesta. Lihat ilustrasi di bawah.
Lini tengah Barcelona, meminjam istilah Jordi Pascual, adalah yang paling menderita di bawah Enrique. Tak terkecuali Andres Iniesta. Jika dulu Iniesta kerap melakukan gerak horizontal dan masuk ke kotak penalti lewat pergerakan vertikal serta kombinasi umpan satu-dua cepat, kini ia banyak menunggu di luar kotak penalti, menanti bila ada bola yang datang dan perlu disirkulasi. Iniesta yang sekarang merupakan Iniesta yang lebih banyak terlibat dalam fase transisi bertahan dari area yang lebih dalam ketimbang masa lalunya.
Tetapi, apakah lantas peran Iniesta begitu mengecil sampai Jordi rela menyebutnya “menderita”? Saya lebih memilih untuk menyebutnya sebagai “tidak seagresif di era Pep”. Meski begitu, Iniesta tetap memiliki arti tersendiri dalam sisi taktikal Luis Enrique.
Salah satu contoh paling nyata adalah umpan cungkilnya kepada Dani Alves pada menit 38:45 dalam partai menghadapi Bayern menghasilkan peluang emas yang gagal dikonversi menjadi gol oleh Alves.
Berbeda manajer, berbeda pula konsep sepak bola yang direncanakan, dan berbeda pula eksekusi taktik yang ditampilkan. Hal ini kemudian memberikan dampak dan output yang berbeda pula. Dari sebuah permainan yang menggerakan bola dan ruang dengan basis penguasaan bola menjadi sepak bola yang mengedepankan kecepatan dan kemampuan individual. Beda tampilan yang juga menghadirkan seorang Iniesta yang berbeda dari kacamata taktikal. Sebagian orang memandangnya sebagai ironi, sebagian lagi memandangnya sebagai bagian dari proses bersepak bola.