“You overload on one side and draw them in so that they leave the other side weak. And when we’ve done all that, we attack and score from the other side” – Pep Guardiola
Dalam bahasa Indonesia, “overload” memiliki makna “beban atau jumlah yang berlebih”. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan kondisi ketika usaha suatu objek tidak mampu lagi untuk mengakomodasi beban atau jumlah yang melebihi kemampuannya.
Untuk memudahkan, berikut analoginya. Misalkan, seorang pelajar mendapatkan tugas biologi untuk dikumpulkan pada hari berikutnya. Pada hari yang sama, ternyata ia juga harus mengumpulkan tugas-tugas pelajaran lainnya, misalkan matematika, fisika, geografi, sejarah dan sastra. Jika pelajar ini hanya mampu menyelesaikan dua tugas dalam satu hari, maka tugas-tugas yang diberikan kepadanya melebihi kemampuannya untuk dapat dikerjakan dalam satu hari. Dari analogi tersebut dapat dikatakan bahwa pelajar ini mengalami overload.
Bagaimana konsep overload dalam sepak bola?
Dalam sepak bola, setiap taktik atau strategi yang digunakan memiliki satu tujuan yaitu untuk menciptakan keunggulan atas tim lawan. Keunggulan ini dapat bersifat kualitatif dan/atau kuantitatif. Keunggulan kualitatif merupakan keunggulan yang melibatkan kualitas seorang pemain yang lebih superior dibandingkan lawannya tanpa mempertimbangkan jumlah. Sedangkan keunggulan kuantitatif merupakan keunggulan yang berdasarkan pada keunggulan jumlah pemain dalam suatu unit.
Suatu tim yang memiliki keunggulan atas lawannya akan lebih mudah dalam melakukan eksploitasi atau melakukan pencegahan. Misalkan, ketika melawan tim yang bermain dengan garis pertahanan tinggi, tentu akan lebih menguntungkan jika memanfaatkan kecepatan Sergio Aguero dibandingkan Edin Dzeko. Begitu pula ketika sebuah tim mampu menciptakan keunggulan jumlah pemain dalam suatu unit, maka tim tersebut akan lebih mudah untuk melakukan eksploitasi atau antisipasi. Hal ini dikarenakan suatu unit yang kalah jumlah harus mengeluarkan usaha ekstra untuk dapat mengakomodasi aktivitas unit lawan yang menang jumlah. Sehingga, dapat dikatakan bahwa tim yang mampu menciptakan keunggulan secara kuantitatif telah melakukan overload terhadap tim lawannya.
Karena permainan sepak bola dimulai dalam situasi 11vs11, maka terciptanya situasi unggul jumlah pemain ini hanya dapat dilakukan di area tertentu dalam suatu unit. Tentu saja kartu merah yang diterima oleh salah satu pemain lawan akan membuat suatu tim unggul dalam jumlah pemain, namun memengaruhi wasit untuk mengusir pemain lawan setiap pertandingannya akan membuat tim Anda tersangkut kasus kriminal.
Overload dapat terjadi secara natural maupun akibat pergerakan tertentu yang dilakukan oleh satu pemain atau lebih. Overload yang terjadi secara natural dapat kita istilahkan sebagai formation–based overload sedangkan overload yang terjadi akibat pergerakan pemain dapat kita istilahkan sebagai tactic–based overload.
Formation–based overload
Tipe overload ini muncul secara natural sebagai konsekuensi dari penggunaan formasi tertentu melawan formasi tertentu. Formasi dalam sepak bola merupakan posisi awal dalam penempatan pemain. Formasi ini dinotasikan dalam susunan angka berdasarkan jumlah pemain dalam satu garis horizontal dan umumnya mengabaikan posisi penjaga gawang.
Misalkan dalam formasi 4-4-2 terdapat empat pemain di lini belakang yang terdiri dari dua bek tengah, dan dua fullback. Empat pemain di lini tengah yang terdiri dari dua gelandang tengah, dan dua sayap, serta dua pemain di lini depan.
Sedangkan dalam formasi 4-1-4-1, terdapat empat pemain di lini belakang yang terdiri dari dua bek tengah, dan dua fullback. Lima pemain di lini tengah yang terdiri dari satu pivot (jangkar), dua gelandang tengah, dan dua sayap, serta satu pemain di lini depan.
Apabila tim A menggunakan formasi 4-4-2 melawan tim B yang menggunakan formasi 4-1-4-1, maka secara natural akan terjadi overload di area sentral yang diderita oleh tim A. Dua gelandang sentral tim A harus melawan dua gelandang tim B yang dibantu oleh satu pivot dalam situasi 2vs3. Sedangkan di lini pertahanan, tim A berhasil melakukan overload terhadap lini depan tim B dalam situasi 2vs1.
Tactic–based overload
Tipe overload ini muncul akibat adanya pergerakan tertentu yang merupakan konsekuensi dari taktik yang diterapkan oleh suatu tim. Taktik merupakan suatu metode untuk memanfaatkan sumberdaya spesifik yang dimiliki untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan untuk menjalankan strategi tertentu.
Misalkan tim A yang menggunakan formasi 4-4-2 mencoba menerapkan strategi untuk menguasai area sentral ketika melawan tim B yang menggunakan formasi 4-1-4-1. Karena secara natural formasi 4-4-2 akan mengalami overload di area sentral melawan formasi 4-1-4-1, tim A menerapkan taktik di mana kedua sayapnya yang berada di sisi lapangan untuk bergerak masuk ke halfspace. Dengan demikian, maka akan tercipta situasi 4vs3 di area sentral.
Overload dengan tipe ini tentu memiliki konsekuensi tersendiri karena akan mengurangi jumlah pemain di area lainnya (underload) di mana dalam kasus ini adalah area sayap. Namun hal ini dapat diantisipasi dengan penerapan taktik dan strategi lainnya, misalkan pressing, pressing trap, dll.
Apa manfaat overload?
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dengan menciptakan situasi di mana suatu tim memiliki keunggulan atas lawannya maka eksploitasi akan dapat dengan mudah dilakukan. Apa saja eksploitasi yang dapat dilakukan?
1. Membantu build-up dari belakang
Suatu tim yang mencoba bermain dengan memanfaatkan umpan-umpan yang dibangun secara terstruktur dari lini belakang akan menemui kesulitan ketika lawan yang dihadapi menerapkan sistem pressing yang berorientasi penjagaan pemain (man–oriented).
Misalkan tim A (merah) menggunakan formasi 4-4-2 melawan tim B (kuning) yang juga menerapkan formasi 4-4-2. Ketika tim A mencoba untuk melakukan build-up dari belakang, tim B menerapkan sistem pressing dengan orientasi penjagaan pemain lawan. Kedua penyerang tim B menempel kedua bek tim A, ditambah kedua sayap tim B menempel kedua fullback tim A.
Pada situasi seperti ini, melakukan build-up dari belakang merupakan hal yang mustahil bahkan jika dipaksakan memiliki risiko yang sangat besar karena lawan berada sangat dekat dengan kotak penalti. Namun, dengan menerapkan overload terhadap lini depan tim B oleh salah satu pemain dari lini tengah tim A – dalam kasus ini pivot – maka build-up dari lini belakang dapat dilakukan dengan baik. Hal ini dikarenakan di lini belakang, tim A berhasil menciptakan situasi 3vs2.
2. Memudahkan kombinasi umpan
Kombinasi umpan yang dilakukan pada situasi di mana jumlah pemain yang menguasai bola dengan jumlah pemain yang bertahan sama akan lebih mudah diantisipasi. Kombinasi akan lebih mudah dilakukan dalam situasi 3vs2, 4vs3, dst. Hal ini dikarenakan tidak ada pemain yang mampu menjaga dua lawannya sekaligus. Ketika seorang pemain harus menjaga dua orang lawan, maka konsentrasinya akan terbagi menjadi dua.
Bermain dengan menerapkan kombinasi umpan lebih efisien dibandingkan dengan melakukan dribel. Untuk melewati dua pemain lawan dengan dribel, setidaknya seorang pemain akan memerlukan dua kali usaha. Sementara, sebuah umpan yang akurat dapat melewati dua hingga tiga bahkan empat pemain sekaligus. Hal ini tentu lebih efisien.
Contoh dari kombinasi umpan yang paling fenomenal adalah pada kemenangan 6-0 FC Bayern atas FC Porto pada lanjutan Liga Champions 2014/15. Terdapat dua kali keberhasilan overload yang membidani lahirnya gol ketiga Bayern yang dicetak oleh Robert Lewandowski.
Overload yang pertama dilakukan Munchen adalah ketika Xabi Alonso membantu Rafinha dan Jerome Boateng untuk melewati pressing yang dilakukan Jackson Martinez dan Yacine Brahimi.
Kemudian, setelah melakukan kombinasi dengan Philipp Lahm, Alonso memberikan bola kepada Thiago Alcantara. Pada situasi ini, Thomas Muller bergerak ke halfspace kanan dan melakukan overload bersama Lahm terhadap Bruno Martins Indi. Menjaga dua pemain sekaligus tentu saja bukan hal yang mudah bagi Martins Indi. Alhasil, Thiago dapat dengan mudah memberikan umpan ke Lahm yang berujung ke umpan cut-back kepada Muller yang kemudian diteruskan ke Lewandowski.
3. Melemahkan sistem pertahanan lawan
“You can be sure of succeeding in your attacks if you only attack places which are undefended.” – Tsun Zu
Ketika suatu tim mendapati bahwa lawannya dapat dengan mudah melakukan kombinasi umpan akibat overload di suatu area, maka terdapat dua pilihan bagi tim tersebut. Pertama, membiarkan area tersebut dikuasai oleh lawannya. Kedua, menambah jumlah pemain ke area tersebut. Apabila pilihan kedua yang diambil, maka konsekuensinya adalah terjadinya underload di area lainnya. Area yang mengalami underload akan lebih mudah diserang karena minimnya pemain yang menjaga area tersebut.
Hal ini direpresentasikan dengan baik melalui gol pertama Bayern pada pertandingan Liga Champions musim 2014/15 di mana Die Roten sukses menghancurkan AS Roma 7-1 di Stadion Olimpico. Pada pertandingan tersebut, Mario Gotze, Thomas Muller, Juan Bernat, dan Xabi Alonso melakukan overload di sisi kanan pertahanan Roma dan dapat dengan mudah melakukan kombinasi umpan.
Hal ini memancing Juan Iturbe dan Radja Nainggolan untuk membantu area tersebut dan meninggalkan area di sebelah kiri pertahanan mereka yang hanya dikawal oleh Ashley Cole. Mengetahui hal ini, Alonso memindahkan bola dengan memberikan umpan diagonal kepada Arjen Robben yang berada pada situasi 1vs1 melawan Ashley Cole. Robben dapat dengan mudah mengelabui Cole sebelum mencetak gol pertama.
4. Mengantisipasi counterpressing
Melakukan overload tidak hanya berguna untuk mengeksploitasi pertahanan lawan, tapi juga berguna ketika tim kehilangan bola. Salah satunya adalah counterpressing. Counterpressing merupakan usaha untuk memberikan pressure kepada pemain lawan yang baru saja merebut bola.
Dengan adanya jumlah pemain lebih yang terdapat di area tersebut, sebuah tim akan lebih mudah untuk merebut bola kembali dari lawan (counterpressing). Pada diagram, tim B (kuning) baru saja kehilangan bola akibat umpan dari LW ke LFB berhasil dipotong oleh RFB tim A. Akibat overload yang dilakukan oleh AM tim B ke area kanan pertahanan tim A, maka terdapat situasi 3vs2. Hal ini memudahkan tim B untuk melakukan counterpressing.
5. Mematikan area tertentu
Percobaan ini dilakukan oleh Paris Saint-Germain (PSG) saat menjamu Barcelona pada babak perempatfinal Liga Champions musim 2014/15. Pada pertandingan ini, PSG menggunakan formasi 4-3-3 yang berubah menjadi 4-4-2 ketika bola dikuasai Barcelona.
Ezequiel Lavezzi yang bermain sebagai inside forward kanan turun lebih dalam sejajar dengan para gelandangnya. Sementara itu, Blaise Matuidi yang bermain sebagai gelandang tengah bergeser ke sisi kiri, sedangkan Javier Pastore tetap berada di posisinya sebagai inside forward kiri.
Dengan demikian, di area kiri pertahanan PSG terdapat tiga pemain yaitu Pastore, Matuidi dan Maxwell yang bermain sebagai fullback kiri. Sedangkan di sisi kanan Barcelona, hanya terdapat dua pemain yaitu Martin Montoya dan Lionel Messi. Overload ini dilakukan PSG untuk mematikan area yang ditempati oleh Messi di bawah asuhan Luis Enrique.
Taktik ini sebenarnya brilian, mengingat Messi merupakan pemain yang sangat berbahaya apabila dibiarkan tidak terkawal. Namun sayangnya, saat pertandingan Messi pun melakukan improvisasi – penulis tidak yakin apakah ini instruksi Luis Enrique atau inisiatif Messi – dengan bergerak ke area sentral dan balik melakukan overload terhadap Yohan Cabaye dan Adrien Rabiot.
Di area ini, selain dapat melakukan overload, Messi juga menjadi lebih bebas. Selama pertandingan, tercatat Messi berhasil melakukan tiga tembakan – satu diantaranya mengenai tiang, tujuh dribel dan sebuah asis.