Trent Alexander-Arnold sedang menjadi idola sepakbola Inggris, terutama fans Liverpool. Performa sang bek kanan dalam tiga musim terakhir, bersama pemain seperti Sadio Mane, Mohamed Salah, dan Virgil van Dijk memang mengagumkan sehingga jadi kunci kebangkitan The Reds asuhan Jürgen Klopp dalam merengkuh sejumlah gelar.
Peran Alexander-Arnold sebagai fullback playmaker dianggap beberapa kalangan sungguh revolusioner. Lewat tulisannya di The Athletic, Michael Cox menjabarkan bahwa selepas kepergian gelandang kreatif asal Brasil, Philippe Coutinho, tugas sebagai playmaker di Liverpool justru dipegang oleh Alexander-Arnold. Pasalnya, tiga gelandang tengah yang sering dimainkan Klopp bukan sosok-sosok kreatif.
Gol-gol yang dibuat Liverpool kerap berawal dari umpan sosok berumur 21 tahun tersebut. Baik secara langsung, menghasilkan asis, maupun tidak. Tak ayal, nama Alexander-Arnold pun semakin melambung dan banyak yang menyejajarkannya dengan fullback kenamaan seperti Dani Alves dan Marcelo.
Bahkan di tubuh tim nasional Inggris, Alexander-Arnold digadang-gadang sebagai pilar baru bersama bintang-bintang muda lain seperti James Maddison, Marcus Rashford, dan Jadon Sancho, yang dapat membawa The Three Lions beroleh prestasi gemilang.
Namun sebelum Alexander-Arnold meroket, The Reds punya pemain yang mengisi pos fullback kanan dan sama-sama berdarah Merseyside. Dialah Jon Flanagan yang sempat diproyeksikan sebagai calon legenda baru Liverpool dan penerus Steven Gerrard karena berasal dari akademi klub.
Flanagan memulai debut berseragam tim senior Liverpool pada musim 2010/2011 silam melawan Manchester City saat usianya baru 18 tahun. Ia diturunkan sebagai pengganti Glen Johnson dan Martin Kelly yang sedang cedera.
Pada pertandingan yang dimenangkan The Reds dengan skor 3-0 itu, Flanagan tampil penuh percaya diri kendati City dihuni beberapa penggawa bintang di sektor depan seperti Edin Dzeko dan Carlos Tevez serta ditopang David Silva. Bermain penuh selama 90 menit, aksi Flanagan dinilai memesona.
Selepas pertandingan tersebut, Flanagan kembali dipercaya pelatih Liverpool kala itu, Kenny Dalglish, saat melawan Arsenal dan Tottenham Hotspur. Secara keseluruhan, ia bermain di tujuh pertandingan pada Liga Primer Inggris musim 2010/2011.
Namun ledakan Flanagan baru betul-betul terjadi pada musim 2013/2014. Di bawah arahan Brendan Rodgers, lelaki kelahiran 1 Januari 1993 tersebut jadi salah satu tulang punggung tim. Tak hanya merumput sebagai fullback kanan, di sejumlah kesempatan, Flanagan juga diserahi tugas untuk mengokupansi pos fullback kiri Liverpool.
Keputusan itu dibuat Rodgers lantaran pos fullback kanan dipatenkan oleh Johnson. Di sisi lain, The Reds punya masalah di pos fullback kiri sebab Jose Enrique absen cukup lama gara-gara cedera. Mantapnya, Flanagan mampu beradaptasi dengan baik di posisi anyarnya, bahkan mencetak gol perdananya bagi Liverpool saat menekuk Tottenham dengan skor 5-0.
Sialnya, performa apik Flanagan yang sepanjang musim 2013/2014 beraksi 23 kali dengan mencetak 1 gol plus 2 asis, dan rekan-rekannya saat itu tak membuahkan trofi. Gelar Liga Primer Inggris pertama sepanjang sejarah klub melayang di pekan-pekan terakhir kompetisi akibat kesalahan demi kesalahan yang dibuat sendiri oleh Liverpool.
Berbekal performa eloknya di Stadion Anfield, Flanagan berhasil mendapat caps pertamanya bersama timnas Inggris kala menghadapi Ekuador di sebuah laga persahabatan. Flanagan sendiri acap disandingkan dengan bek legendaris asal Brasil, Marcos Cafu, dan beroleh julukan The Scouse Cafu berkat kekuatan, kecepatan, dan determinasi yang dimilikinya.
Nahas bagi Flanagan, peruntungannya berubah di musim 2014/2015. Ia dihantam cedera kartilago dan lutut sehingga absen semusim penuh. Kembali di musim berikutnya, keadaan tak jua membaik karena ia kesulitan mengembalikan performanya seperti dahulu. Ditambah kedatangan Nathaniel Clyne serta makin matangnya Alexander-Arnold, bikin kesempatan bermain Flanagan semakin menipis.
Keadaan tak kunjung membaik di musim-musim selanjutnya sehingga The Scouse Cafu makin terpinggirkan. Ketika dipinjamkan ke Burnley, Flanagan juga gagal memamerkan kualitas terbaiknya. Preseden itulah yang mendorong klub asal Lancashire tersebut tak mempermanenkan Flanagan. Sang pemain lantas dipinjamkan lagi ke tim League One, Bolton Wanderers.
Suramnya karier Flanagan di atas lapangan ditimpali dengan masalah hukum yang menderanya akibat tindak kekerasan yang ia lakukan kepada sang kekasih, Rachel Wall. Mengaku di bawah pengaruh alkohol, Flanagan yang terbukti bersalah akhirnya divonis 15 hari rehabilitasi, 40 jam bekerja tanpa dibayar, melakukan pelayanan masyarakat selama 12 bulan dan mesti membayar denda sebesar 170 paun.
Sekarang, Flanagan merumput bareng Rangers FC di Liga Primer Skotlandia. Kebetulan, tim yang bermarkas di Stadion Ibrox tersebut ditangani oleh legenda The Reds, Gerrard. Flanagan mengaku bahwa keputusannya untuk menerima pinangan Rangers adalah keberadaan Gerrard di kursi pelatih.
“Aku merasa bahagia di sini. Usai berbicara dengan Gerrard, mudah bagiku untuk membuat keputusan. Aku ingin memberi impresi positif di sini,” papar Flanagan seperti dilansir BBC.
Sayangnya, apa yang Flanagan harapkan belum sesuai dengan kenyataan. Meski dilatih bekas rekan setimnya di Liverpool, ia tak beroleh privilese apapun. Alhasil, Flanagan lebih banyak turun sebagai pengganti karena pos bek kanan dan bek kiri Rangers telah dipatenkan oleh James Tavernier dan Borna Barisic.
Perbedaan nasib antara Flanagan dan Alexander-Arnold bak langit dan Bumi. Digaungkan jadi calon legenda, Flanagan malah jadi pesakitan hingga terdampar di Skotlandia. Sebaliknya, performa gemilang Alexander-Arnold bersama The Reds bikin namanya semakin harum namanya di belantara Inggris, bahkan dunia.