Nadi Pradesha, dalam kolom tulisannya di CNN Indonesia mengulas sosok Rangga dalam film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) yang begitu populer pada awal 2000-an sebagai arketipe akan sosok remaja pria idaman yang susah tergantikan. Sosok Rangga menjadi justifikasi pria ideal yang tak jarang hampir selalu menjadi pujaan. Kombinasi wajah tampan Nicholas Saputra, kesan raut muka karakter Rangga yang keren dan cenderung dingin, namun memiliki sifat sangat kritis, cerdas dan romantis seolah menjadi sebuah kombinasi sempurna untuk menyebut Rangga adalah pria brengsek yang dicintai dan dipuja. Rangga adalah hero dan anti-hero dalam satu sosok karakter. Luar biasa bukan?
Lebih lanjut, karakter Rangga yang diperankan Nicholas Saputra begitu melekat erat bahkan susah digantikan oleh banyak karakter dalam film-film remaja yang acapkali tayang di Indonesia pada tahun-tahun selepas medio 2000-an awal. Saya pribadi lebih kuat mengingat Nicholas Saputra dalam perannya sebagai Rangga daripada Joni di film Janji Joni. Atau sebagai Soe Hok Gie di film Gie. Karena sosok Rangga terlanjur menjadi pakem bahwa sosok itu harus untuk Nicholas Saputra. Kala Ada Apa Dengan Cinta ditayangkan dalam bentuk series di layar kaca dan sosok Rangga diganti oleh Revaldo, tetap ada esensi yang kurang dan terasa tidak pas. Rangga ya Nicholas, Nicholas ya Rangga, anda sepakat dengan saya?
Kalau anda tidak sepakat, coba bayangkan Rangga AADC diperankan bocah-bocah ingusan idola ibu-ibu PKK macam Aliando Syarief atau Al Ghazali itu. Bayangkan Rangga yang tiba-tiba berubah jadi manusia serigala. Itu akan menjadi hal paling surealis yang bisa Anda bayangkan perihal sosok Rangga AADC.
Di Hollywood pun dalam sebuah film yang dibuat sekuel, akan selalu ada sosok yang perannya bakal susah untuk digantikan. Jason Bourne akan lekat dengan Matt Damon. Danny Ocean akan selalu tentang George Clooney dan Rocky Balboa atau Rambo adalah representasi seorang Sylvester Stallone. Itu adalah sosok yang begitu melekat dan susah untuk dilepaskan. Kesan itu meninggalkan impresi di benak penonton, dan mungkin, bagi si aktor serta sutradara itu sendiri.
Lalu, mari sejenak kita masukkan bahasan sosok Rangga AADC tadi ke dalam kasus Arsene Wenger di Arsenal. Membahas Arsene Wenger, ibarat sebuah hubungan asmara satu pasangan, selalu tentang cinta dan benci. Ada relasi yang kuat antara Gooner (sebutan untuk fans Arsenal) dengan Arsene Wenger. Ada caci maki, pun juga puja-puji untuk sang pelatih berkebangsaan Prancis. Karena sekali lagi, kita tak mampu untuk mencintai tanpa mencaci. Sumpah serapah, hujatan dan makian, bersanding sempurna dengan ungkapan sayang dan kata-kata cinta terhadap sosok yang baru menginjak usia 66 tahun pada 22 Oktober lalu.
Sembilan belas tahun di Arsenal, sejak pensiunnya Sir Alex Ferguson, menahbiskan Arsene Wenger sebagai pelatih terlama yang mengabdi di satu klub di Liga Inggris saat ini. Apa yang dilakukan Wenger? Membangun Arsenal menjadi mapan secara finansial. Membangun stadion baru. Merombak sistem pembinaan pemain muda. Memainkan sepak bola atraktif. Juara atau tidak urusan belakangan, lagipula, rekor Invincibles saja susah ditiru klub lain, kenapa harus sedih menunggu gelar juara Liga kalau stabil menjadi tim papan atas dan konstan menghasilkan pemasukan yang membawa dampak positif bagi neraca klub sudah menjadi catatan yang terlampau bagus, bukan?
Beberapa minggu lalu, ada wacana terkait kontrak Wenger yang berakhir musim 2017 nanti. Tahun itulah yang diprediksi sebagai penanda berakhirnya era Le Professeur di Emirates. Mengingat umur pelatih yang dengan sok kenal sudah saya anggap kakek sendiri ini akan menyentuh angka 68 tahun, indikasi untuk pensiun pun sudah bisa kita raba. Saya sendiri tidak suka membayangkan Arsenal tanpa Arsene Wenger.
Sama seperti Rangga yang harus diperankan Nicholas Saputra, Arsenal pun harus dilatih Arsene. Namun waktu adalah musuh setiap pihak yang hidup di kolong langit. Kita tidak bisa menolak bila nantinya waktu menuntut Arsene untuk pensiun dan meninggalkan Arsenal. Beberapa nama yang diisukan mengisi kursi panas manajerial di Arsenal pun sebenarnya memiliki CV yang luar biasa, sebut saja Pep Guardiola, Lucien Favre yang sedang free agent namun kenyang pengalaman di Bundesliga bersama Borussia Moenchengladbach, atau Marcelo Bielsa, Si Gila yang konon menjadi mentor beberapa pelatih muda macam Mauricio Pochettino dan Eduardo Berizzo, yang sedang naik daun bersama Celta Vigo di Liga Spanyol musim ini . Di luar nama itu pun ada sosok legenda Arsenal yang diapungkan namanya semacam Dennis Bergkamp dan Thierry Henry. Bergkamp sendiri sekarang adalah asisten Frank De Boer di Ajax, sedangkan Henry sedang magang kepelatihan di tim akademi Arsenal dengan arahan Andries Jonker.
Tanpa mengurangi cinta dan respek terhadap duo legenda Arsenal dan Pep Guardiola, sekali lagi saya tegaskan, membayangkan Arsenal tanpa Arsene ibarat melihat Yogyakarta yang tidak lagi penuh angkringan dan warung burjo. Bayangkan burjo dan angkringan yang hilang lalu diganti resto-resto mewah dan tentu saja mematikan esensi sederhana dan merakyatnya menu nasi kucing dan kopi joss yang melegenda itu. Tentu saja itu fiktif, namun agaknya cukup mengusik batin membayangkan Arsene pergi, bukan?
Lepas dari paragraf di atas, penulis membayangkan Arsenal di akhir musim 2017 nanti. Dengan beberapa pemain akan mencapai usia emasnya saat itu, sebut saja Alexis Sanchez, David Ospina, Mesut Ozil, dan Olivier Giroud yang akan berusia antara 28-30 pada waktu itu. Aaron Ramsey, Wojciech Szczesny, Danny Welbeck, Gabriel, Theo Walcott, Kieran Gibbs, Francis Coquelin dan Jack Wilshere (ehem, kapan sembuh, bro?) akan berusia 25-26. Nama-nama pemain di bawah 25 tahun akan diisi Alex Oxlade Chamberlain, Hector Bellerin, Carl Jenkinson (kalau dia kembali dari West Ham) hingga Calum Chambers. Untuk pemain usia 30 tahun ke atas akan diwakili generasi Per Mertesacker, Mikel Arteta, Laurent Koscielny, Santi Cazorla, Tomas Rosicky, Mathieu Flamini, Nacho Monreal dan Petr Cech. Beberapa pemain ini akan berada di usia emas mereka saat Wenger pensiun. Dan sebenarnya dengan fondasi skuat yang kuat dan dana yang melimpah, siapapun penerus Wenger agaknya tidak perlu risau perihal meneruskan legacy sang kakek keras kepala ini di Arsenal. Asal tidak gegabah seperti yang dilakukan David Moyes di Manchester United, siapapun penerusnya, Arsenal akan tetap mampu bersaing, ya setidaknya memperebutkan trofi peringkat empat di Liga dan lolos ke fase knockout di Liga Champions.
Namun, lepas dari pembahasan di atas, saya mengajak Anda, kalau Anda mungkin seorang Gooner atau fans netral sekalipun, mari bayangkan, bagaimana seandainya Arsenal tanpa Arsene Wenger? Manchester United yang ditinggal Sir Alex Ferguson pun sampai kehilangan banyak pendukungnya karena rutin tampil seperti roller coaster. Bagaimana kalau Arsene Wenger memang tak tergantikan? Bagaimana kalau Arsenal yang sudah jarang juara Liga justru malah aktif bersaing di peringkat 7-10 nantinya selepas Wenger pergi?
Tentunya ini masih pengandaian. Cuma sebatas teorema what if. Toh, Arsenal pada waktu ini sedang menjalani periode terbaiknya. Arsene Wenger baru saja berulang tahun, dan berhasil mencetak kemenangan plus cleancheet melawan tim sekelas Manchester United dan Bayern Munchen.
Mari menikmati saja ini selagi Arsene masih ada. Proyek AADC 2 yang sudah mulai syuting itu pun juga sosok Rangga masih akan diperankan Nicholas Saputra, bukan Aliando Syarief atau Isidorus Rio.
Tabique.