Setelah era Ashley Cole, timnas Inggris belum mempunyai bek kiri tangguh generasi baru. Ada dua nama yang bisa dikedepankan, yaitu Danny Rose dan Luke Shaw. Sayang, nama pertama tak jua konsisten. Sementara itu, Luka Shaw, mungkin tak benar-benar pulih dari cedera horor yang bakal terus menghantui dirinya.
Adalah Sam Wallace, yang menyajikan sebuah cerita lewat The Telegraph, yang boleh dikata sangat memilukan. Ketika seorang anak muda, menderita cedera parah dan terancam tak bisa benar-benar sembuh, setidaknya “yang terluka” di dalam kepalanya.
Malam pilu di Eindhoven
Sekira 18 bulan yang lalu, Manchester United dijamu PSV Eindhoven di Phillips Stadion yang cantik itu. Pertandingan berjalan biasa-biasa saja ketika sebuah terjangan dari Hector Moreno seperti membangunkan seisi stadion. Luka Shaw, terkapar di tanah, meringis kesakitan menahan luka di tibia dan fibula kakinya.
Wajah Luke Shaw tampak dibenamkan ke dalam rumput. Seperti hendak menyembunyikan isak yang tertahan karena sakit yang tak terperi. Matanya ia rapatkan kuat-kuat, menahan ngilu yang luar biasa karena tulang yang patah di dua tempat. Malam gemerlap Liga Champions berubah menjadi malam pilu, bagi luke Shaw dan publik Inggris.
Ucapan menguatkan mengalir dari penjuru dunia. Pada intinya sama, yaitu mendoakan kesembuhan Luka Shaw, bisa cepat bermain, dan memenuhi ekspektasi publik bahwa ia adalah bek kiri masa depan Inggris.
Hidup di era modern seperti sekarang ini tentu sangat membantu pemain sepakbola yang menderita cedera parah seperti Luke Shaw. Pengobatan medis terbaik disiapkan klub demi memperpecepat kesembuhan pemain yang lahir pada 12 Juli 1995 tersebut.
Dan memang, bulan Maret 2017, Luke Shaw sudah dapat bermain lagi. Kecanggihan alat kesehatan dan pengobatan memang mampu menyatukan, menyembuhkan tulang yang patah. Namun, pertanyaannya, mengutip kata-kata pedih Sam Wallace, “Apakah ada sakit lain yang perlu disembuhkan dari diri Luka Shaw?” Jawabannya: ada.
Sinisme di langit Teater Mimpi
Cedera yang begitu lama, dan terjadi di usia muda bisa menjadi bencana bagi seorang pesepakbola. Ketika gairahnya bermain begitu tinggi, ia harus menepi cukup lama karena rasa sakit. Dan, cedera parah tersebut yang menghantam Luka Shaw. Seperti menghancurkan rasa percaya diri yang sangat ia butuhkan.
Gareth Southgate, manajer tim nasional Inggris memasukkan nama Luka Shaw dalam daftar pemain yang akan ia bawa untuk uji tanding. Terakhir, ketika melawan Jerman pada 22 Maret, Shaw kembali masuk skuat Tiga Singa.
Ketika ditanya wartawan alasan memasukkan Shaw ke dalam skuat Inggris, jawaban Southgate cukup miris. Pelatih kelahiran Watford tersebut menjawab bahwa pemanggilan Shaw adalah “a confidence boost” untuk si pemain.
Sebuah suntikan percaya diri coba Southgate injeksikan untuk Shaw. Maklum, di skuat Setan Merah, nama Shaw sudah sejak lama tersingkir. Jose Mourinho lebih memilih Ashley Young untuk bermain di posisi tersebut. Atau, jika Young tak bermain, Mou mempasrahkan pos bek kiri kepada Timothy Fosu-Mensah, Axel Tuanzebe atau Matthew Willock (20 tahun).
Mourinho tak percaya dengan kondisi fisik dan situasi mental Luke Shaw. Tubuh bisa pulih dalam satu bulan atau pun satu tahun setelah cedera. Namun terkadang, isi kepala membutuhkan lebih banyak waktu untuk pulih. Situasi inilah yang membuat nuansa sinis sangat terasa di Old Trafford.
Luka Shaw adalah sosok bek muda yang pernah diidamkan Mourinho ketika ia masih mengasuh Chelsea. Sebagai atlet, kondisi fisiknya ketika datang ke United mengagetkan banyak staf kebugaran. Ia bahkan tak perlu berlama-lama untuk berlatih di gym. Shaw bahkan mampu melakukan leg-press dengan bobot lebih berat ketimbang pemain lain.
United, yang pernah dengan sukses membangun kekuatan fisik Cristiano Ronaldo, dibuatnya kagum. Kemampuan Shaw untuk berlari cepat dari gawang ke gawang, reflek, dan kemampuan sprintnya sangat mengagumkan. Namun, semua kemampuan tersebut seperti mengering seiring cedera parah yang menimpa dirinya.
Mourinho juga menegaskan bahwa ia tak akan memainkan seorang pemain yang masih cedera. Dan ia bahkan, seperti bersumpah, tak akan menjadi manajer pertama yang melakukannya. Maka, hanya ada satu jalan bagi Shaw jika ingin kembali ke tim utama, yaitu menghadapi proses penyembuhan cedera, terutama masalah mental, secara jantan.
Namun, melihat jawaban Gareth Southgate di atas, kita tahu, hal itu bukan yang Luke Shaw butuhkan. Sayangnya, Mourinho sendiri menghadapi masalah Luke Shaw dengan cara yang memang seperti “Mourinho”.
Mantan manajer FC Porto tersebut mempertanyakan komitmen, ambisi, dan fokus untuk segera memperbaiki diri. Ancaman penjualan di musim panas juga menjadi salah satu kabar yang harus Shaw hadapi.
Bahkan ketika Shaw dimainkan, Mourinho mengeluarkan sebuah pernyataan yang sangat menohok. Ia menegaskan, “Ia bermain dengan tubuh Luke Shaw, namun dengan otak Jose Mourinho.”
“He was in front of me and I was making every decision for him,” tambahnya. Sebuah pernyataan yang cukup “menantang”.
Meski terasa sangat perih, kalimat Mourinho ada benarnya. Shaw punya bakat besar, namun ia harus segera memperbaiki fokusnya terhadap masa depan. Penyembuhan cedera bisa diserahkan kepada ahlinya. Namun, suasana hati dan isi kepala, sangat bergantung kepada si pemain.
Kepada jurnalis, Shaw menegaskan bahwa ia tak akan menyerah. “I am keeping my head up and I am going to fight to the last. I am not going to give up. I love this club and I will give everything to be here.”
Pernyataan tersebut terdengar sungguh nyaman di telinga. Namun, akan menjadi angin lalu apabila Shaw tak menepati omongannya sendiri.
Cedera tibia dan fibula akan terus menghantui Shaw sepanjang kariernya. Kini semua kembali ke kakinya, mau melangkah maju ke depan, atau selamanya bermain dirantai oleh hantu bernama rasa takut.