Lekas Pulih, Zaniolo

Lekas Pulih, Zaniolo

Senin, 13 Januari 2020, yang lalu jadi hari tak menyenangkan bagi AS Roma. Setidaknya, ada dua alasan mengapa perasaan seperti itu menggelayuti I Giallorossi. Pertama, bermain di kandang sendiri mereka keok dengan skor 1-2 dari Juventus. Kedua, Nicolo Zaniolo yang begitu diandalkan Roma dipastikan menepi dalam waktu yang lama sebab mengalami cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL).

Peristiwa nahas yang menimpa Zaniolo terjadi pada menit ke-36 usai pergerakannya diganggu bek Juventus, Mathijs de Ligt, di dekat kotak penalti. Gelandang muda kelahiran Massa tersebut mengerang kesakitan.

Bagi mayoritas atlet, cedera ACL merupakan hal yang sangat ditakuti. Pasalnya, cedera ini terjadi pada ligamen utama di area lutut yang berfungsi untuk menstabilkan pergerakan, khususnya tulang-tulang di bagian kaki. Pemulihan cedera ini pun tergolong lama yakni sekitar enam hingga sembilan bulan.

Kehilangan Zaniolo jelas tamparan keras untuk Roma yang sedang berusaha keras untuk mempertahankan posisi mereka di papan atas classifica. Apalagi Zaniolo berhasil mekar di Stadion Olimpico sehingga jadi salah satu andalan sang pelatih, Paulo Fonseca, buat mengisi sektor tengah.

Mengacu pada data Transfermarkt, Zaniolo telah mengemas 6 gol dan 2 asis dari 24 pertandingan di seluruh kompetisi yang diikuti I Giallorossi sepanjang musim ini. Berkat performa ciamik tersebut, Zaniolo pun beroleh panggilan dari pelatih tim nasional Italia, Roberto Mancini. Sampai tulisan ini dibuat, ia telah mengukir 5 penampilan dan menyumbang 2 gol. Di usianya yang masih 20 tahun, catatan di atas tentu menakjubkan. Wajar bila namanya terus digaungkan sebagai wonderkid.

Walau cukup mengilap semasa bermain di tim Primavera Internazionale Milano, banyak pihak yang sangsi perihal kemampuan Zaniolo di level senior. Terlebih, ia dimasukkan dalam transfer Radja Nainggolan yang selama ini jadi ikon di lini tengah Roma. Namun segala kritikan yang lahir ditepis jauh-jauh oleh manajemen I Giallorossi. Mereka tetap sepakat dengan klausul yang diajukan kubu Inter seolah-olah mencium aroma bintang yang tersimpan dalam diri Zaniolo.

BACA JUGA:  Financial Fair Play Tak Berdaya Menghadapi Klub Seperti Manchester City

Bukan sebuah kebetulan, pemain yang pernah menimba ilmu di akademi Genoa, Fiorentina, dan Virtus Entella ini dipandang sebelah mata. Perawakannya yang tinggi dan kurus, bikin sebagian pemandu bakat ragu akan kemampuannya. Hanya mata awas, jeli, dan berpengalamanlah yang sanggup melihat kelebihan sang penggawa belia. Zaniolo sendiri mengawali debut profesionalnya bareng klub yang disebut terakhir pada ajang Serie B. Sampai akhirnya, manajemen Inter merekrutnya pada Juli 2017.

Di usia 18 tahun, Zaniolo ditempatkan di tim Primavera. Keputusan manajemen terbilang tepat karena di sana, ia selalu jadi andalan, termasuk mencetak 13 gol dan mengantar I Nerazzurri jadi raja di kompetisi Primavera dan Piala Super Italia Primavera.

Keputusan Inter melepas Zaniolo ke Roma demi Nainggolan didasarkan pada keinginan mereka untuk memperkuat sektor tengah tim utama dengan figur berkualitas dan berpengalaman serta dibutuhkan oleh pelatih saat itu, Luciano Spalletti.

Menariknya, berkostum I Giallorossi justru membuat Zaniolo punya kesempatan lebih untuk beraksi di lapangan. Hal itu sendiri mampu ia maksimalkan pasca-turun di 36 partai dan menggelontorkan 6 gol dari seluruh kompetisi. Musim lalu pun, Zaniolo sempat bikin Romanisti mengernyitkan dahi setelah menciptakan gol spektakuler ke gawang Sassuolo pada 26 Desember 2018.

Proses lahirnya gol tersebut menyeruakkan keyakinan bahwa seorang fantasista baru kembali lahir dari Negeri Pizza. Meski terlalu dini berkesimpulan, Zaniolo punya modal untuk sampai ke sana.

Selain diberkahi teknik yang mumpuni, Zaniolo juga dibekali ketahanan fisik yang luar biasa. Di pentas antarklub Eropa musim ini, berdasarkan data Opta, dribel sukses Zaniolo (di Liga Champions dan Liga Europa) mencapai angka 17 kali atau hanya kalah dari Lionel Messi (Barcelona) yang melewati lawan sebanyak 28 kali.

Seolah ingin mengikuti jejak legenda hidup Roma, Francesco Totti, musim kemarin Zaniolo berhasil menahbiskan diri sebagai pemain termuda yang mencetak tiga gol di Serie A. Ia hanya kalah usia dari Totti muda yang menunaikannya bermusim silam. Rekor berikutnya Zaniolo bukukan lewat dwigolnya ke gawang Porto pada leg pertama babak 16 besar Liga Champions. Zaniolo sah mendapuk dirinya sebagai pemain Italia termuda yang mencetak brace di satu laga Liga Champions.

BACA JUGA:  Surat untuk PSSI: Demi Timnas Putri, Ikutilah Jejak Lyon

Performa brilian Zaniolo bareng Roma bikin sejumlah kalangan mencibir keputusan Inter yang melepasnya demi sosok veteran seperti Nainggolan. Terlebih, di musim ini, pria keturunan Batak itu dipinjamkan I Nerazzurri ke Cagliari sebab tak masuk skema pelatih anyar, Antonio Conte.

Zaniolo adalah fondasi masa depan Roma, dengan syarat ia memilih setia merumput di Stadion Olimpico atau I Giallorossi tak ingin menjualnya meski beroleh tawaran selangit. Presensinya pun esensial bagi timnas Italia yang berupaya bangkit dari keterpurukan.

Meski lebih menggemari Chelsea, tapi sesekali saya juga menyaksikan laga-laga Serie A. Bila pertandingan yang saya saksikan melibatkan Roma, mata saya begitu enggan berpaling dari Zaniolo yang meliuk-liuk di lapangan.

Cedera ACL yang menimpa Zaniolo membuat kita tidak bisa menyaksikan aksi-aksi sihirnya di atas lapangan untuk sementara. Roma dan Italia pun, bisa jadi akan meratapi absensinya. Semoga saja, tatkala sembuh nanti, Zaniolo dapat mengembalikan performanya ke bentuk terbaik karena sudah menjadi rahasia umum kalau mereka yang didera cedera ACL, acap kesulitan buat tampil seperti sebelum mengalami cedera.

Jangan sampai Zaniolo yang bertalenta mengulangi cerita kelam Sebastian Deisler dua dekade silam. Meroket sebagai gelandang muda potensial di tanah Jerman, penampilan Deisler merosot gara-gara cedera lutut parah. Kondisi ini pula yang memaksanya untuk pensiun dini di umur 27 tahun.

Lekas pulih, Zaniolo. AS Roma, Italia, dan semua yang menggemari aksi-aksi indahmu di lapangan, akan setia menunggu.

Komentar
Andi Ilham Badawi, penikmat sepak bola dari pinggiran. Sering berkicau di akun twitter @bedeweib