Mencopet, memukuli, dan mengencingi, itulah tiga tuduhan yang dilayangkan oleh The Sun kepada pendukung Liverpool, selang beberapa hari setelah tragedi Hillsborough.
Berita ini, tanpa memerhatikan empati dan fact finding yang sesuai, kemudian muncul dan menimbulkan sensasi. Dan jelas, apa yang dilakukan The Sun ini sendiri kemudian menambah luka bagi para Liverpudlian yang jelas masih dalam perasaan duka karena telah kehilangan keluarganya.
Adalah upaya menjual koran yang membuat McKenzie, editor The Sun kala itu, untuk mengizinkan headline tersebut dimuat. Mengingat hal tersebut masih panas-panasnya, McKenzie kemudian berusaha menyajikan aktualitas – yang tentu saja menjadi senjata utama bagi media.
Tujuan McKenzie dan The Sun secara keseluruhan, yang secara sembrono membuat berita ini terbit, kemudian menyajikan polemik yang sangat pelik.
Maka kemudian, ada golongan yang ingin menyerang Kopites dengan sebutan murderer karena isu ini sendiri. Dengan tiga tuduhan yang kejam tersebut, mereka kemudian mencitrakan bahwa Liverpudlian adalah suatu suporter yang harus Anda waspadai.
Kopites kemudian harus membuktikan bahwa mereka adalah suporter yang baik dan sama dengan yang lain. Beruntung kemudian Division One belum berubah wujud menjadi Premier League, dan menjadi brand yang dikenal secara global. Sehingga upaya Kopites untuk menghentikan stigma ini tampak lebih mudah.
Hal ini sendiri kemudian menggambarkan, pada masa tersebut, ada media yang kemudian memanfaatkan keluguan kita terhadap media yang kita selalu anggap netral. Berupaya untuk menyudutkan satu pihak – yang dalam dunia jurnalistik dikenal dengan istilah trial by the press – dalam motif yang tentu beragam. Padahal jelas, media tak sesuci itu.
Dalam buku Media dan Kekuasaan-nya, Ishadi SK, beliau menjelaskan secara komprehensif bagaimana Anda sebaiknya tak betul-betul percaya terhadap media.
Karena media bukanlah ruangan steril, namun di dalamnya ada sebuah konflik kepentingan antara idealisme jurnalis dan tuntutan untuk mendapatkan laba (mengingat media jugalah perusahaan yang butuh uang). Maka, pertanyaan seperti “are you news man or businessman”, kerapkali ditanyakan oleh mereka yang berkecimpung di dunia jurnalistik.
Dalam kasus The Sun terkait pemberitaan mengenai tragedi Hillsborough, jelas hal tersebut benar-benar tergambar. The Sun, kemudian memilih untuk menerapkan bisnis kotor yang tujuannya untuk menjual koran pada masa itu.
Konspirasi dengan pihak kepolisian, yang pada saat itu berusaha cuci tangan mengenai kegagalan mereka sehingga membuat penonton membludak hingga merobohkan tiang pembatas, kemudian menjadi bumerang bagi The Sun.
Berselang 23 tahun setelah pemberitaan tersebut pada tahun 1989, The Sun kemudian merilis permintaan maaf mereka bahwa hal tersebut bukanlah fakta yang sesungguhnya.
Di Indonesia sendiri, ada kasus serupa meski untungnya hal ini dapat diredam dengan sangat elegan. Liputan khusus tentang kebrutalan Bonek yang sempat tayang di TVOne adalah suatu hal yang sangat kontroversial, karena mencitrakan Bonek layaknya suporter yang hanya berbuat onar.
Mengenai hal ini sendiri, Anda bisa baca analisis Fajar Junaedi mengenai Bonek dan TV One.
Namun, jelas hal ini tak hanya peringatan bagi dunia jurnalisme dan arus media mainstream. Informasi di zaman viral ini jelas sangat cepat, dan tak jarang, terasa seperti menuntut kita menanggapi sebuah berita sesegera mungkin.
Bagi kita, orang yang hidup di zaman informasi sudah menjadi kebutuhan, tentu ini adalah teguran bagi kita agar mampu lebih pintar lagi dalam menikmati suguhan yang disajikan media. Dan bahkan, tak hanya media, namun juga dengan teman kita yang kerapkali kita percayai, atau bahkan akun-akun yang kita ikuti di media sosial.
Sebutlah kiranya dengan kutipan-kutipan yang kerapkali menyebar viral di internet. Mengenai hal ini tentu adalah hal yang paling mudah ditemui.
Joke mengenai Nicklas Bendtner sendiri, pada masanya adalah suatu hal yang paling mudah ditemui dalam contoh bagaimana internet mampu memanipulasi kita sehingga mudah percaya. Ya, tentu, dalam kasus ini hanya untuk lucu-lucuan saja. Namun, bukan berarti hal ini tak mampu menuntun kita pada kesalahan persepsi.
Mario Balotelli pernah merasakan permasalahan ini. Pemain bengal ini, kemudian mendapatkan sinisme mengenai komentarnya yang menjatuhkan Real Madrid, dan terlalu meninggikan Barcelona. Sementara teman-teman saya yang fans Barca, senang-senang saja dengan opini yang katanya dikatakan oleh Mario Balotelli.
Maka, karena tak tahan terhadap hal ini, Balo kemudian merilisi klarifikasi yang bisa Anda baca di FourFourTwo saking seriusnya hal ini. Dari meme, kemudian dianggap berita oleh publik sehingga FFT merasa perlu memberitakan klarifikasi ini, dan beruntung pula Balo cepat-cepat klarifikasi sehingga isu ini segera mereda.
Pada akhirnya, sebagai penikmat media, kita pula harus mampu bertindak cerdas di zaman terpaan banjir informasi seperti saat ini. Mencari dari berbagai sumber adalah suatu wujud untuk kita tak mudah percaya dengan apa yang dikatakan media ataupun akun yang kita ikuti di media sosial.
Dengan membaca dari berbagai sumber, kita mampu lebih mengerti dan paradigma kita pula lebih luas terhadap suatu isu dan tak lagi menjadi individu yang mudah terprovokasi karena terlalu naif dan percaya begitu saja. Hal ini tentu akan sangat berguna bagi kita di sepak bola, agar citra buruk yang melanda Kopites akibat pemberitaan The Sun tak terjadi di sepak bola kita.
Selain itu juga, hal ini sangat berfaedah untuk mengetahui pemain incaran klub Anda apakah sudah akan segera merapat ke klub Anda. Caranya? Ya lihat saja dan hitung berapa media yang sudah mengabarkan mengenai negosiasi klub Anda dan pemain yang diincar tersebut. Makin banyak, maka hal tersebut tandanya semakin mendekati kenyataan.