Pep Out! Sebuah Seruan Kepagian

Tentang apa pun di muka bumi ini, selalu ada pro dan kontra, termasuk di dunia sepak bola. Secara khusus di antara fans Bayern München dalam dua tahun terakhir, pokok utama perdebatan adalah apakah Pep Guardiola perlu dipertahankan atau sebaiknya segera didepak. Tak terkecuali menjelang musim 2015/16 bergulir, ketika muncul spekulasi bahwa Manchester City menginginkan Pep sebagai pelatih mereka, api perdebatan kembali menyeruak ke permukaan.

Saya sendiri coba meramu beberapa alasan yang (lumayan) sering digunakan Pep haters dan kemudian memaparkan pandangan saya terhadap hal-hal tersebut.

Pep belum juga berhasil membawa Bayern mencapai prestasi optimal

Jika yang dimaksud adalah membawa Bayern menjadi juara Liga Champion atau bahkan treble winners lagi, maka memang faktanya hal itu belum terjadi. Sebagai fan, saya juga merindukan hal tersebut. Namun, sebagian fans Bayern nampaknya telah menjadi sangat tidak sabar dalam hal ini. Meski demikian, mereka tidak bisa sepenuhnya disalahkan.

Perpaduan antara beberapa faktor seperti euforia treble winners, “kejenuhan” mendominasi sepak bola Jerman pada beberapa musim terakhir, munculnya “pendukung kemarin sore” yang berpikir bahwa Bayern bisa juara UCL setiap musim dan persepsi bahwa Pep Guardiola merupakan salah satu pelatih terbaik yang ada di dunia saat ini membuat ketidaksabaran fans Bayern semakin tak terbendung.

Perlakuan yang sama, sejauh pengamatan saya, tidak pernah dialamatkan kepada pelatih-pelatih Bayern sebelumnya, setidaknya pada satu dekade terakhir. Van Gaal, Felix Magath dan bahkan Jupp Heynckes sekalipun yang pada musim 2011/12 hanya mampu meraih treble runner-ups yang menyakitkan, mendapatkan “pengampunan” dari fans.

Permainan Bayern tidak seperti era Jupp, terlalu banyak passing, jarang shooting

Kalau dasar penarikan kesimpulannya hanya semata soal selera atau perasaan, maka akan sangat sulit untuk diperdebatkan. Orang dikurung oleh asumsi tanpa dasar yang kuat. Saya sempat melakukan penelitian kecil-kecilan tentang hal ini pada musim 2013/14. Data dikumpulkan adalah statistik hingga bulan April 2014.

BACA JUGA:  Ketika Stephen Hawking dan Pep Guardiola Menemukan Pola Dalam Kekacauan Pertandingan Sepak Bola

Di UEFA Champions League, hingga periode tersebut, Bayern adalah klub dengan jumlah attempts on target terbanyak dibanding partisipan lainnya. Begitu juga dalam attempts off target. Angka raihan Bayern juga yang tertinggi, 67 kali. Dibandingkan dengan semifinalis UCL musim itu, hanya Real Madrid yang mendekati, 101 kali attempts on target dan 64 kali off target. Bukan hanya itu, rata-rata gol Bayern per pertandingan juga tergolong bagus, 2.4 gol per laga. Hanya kalah dari Real Madrid (3.2) dan PSG (2.5).

Di Bundesliga, hingga pekan ke-30, Bayern dan Dortmund, menjadi tim dengan jumlah attempts on goal tertinggi. Tetapi bedanya, Bayern bukan hanya jago menendang ke arah gawang, tapi juga menghasilkan banyak gol. Dalam 30 laga, Bayern sudah mampu menghasilkan 82 gol, sedangkan Dortmund hanya 67 gol.

Klub Jerman rasa Spanyol

Thiago atau tidak sama sekali. Begitu awal invasi pemain Spanyol di era Pep Guardiola. Setelah itu, beberapa pemain menyusul dalam kurun waktu dua tahun, seperti Alonso, Bernat dan Reina. Bukan hanya pemain, tim pelatih pun demikian. Pep membawa sebagian orang kepercayaannya di Barcelona ke FC Bayern. Meskipun dari sisi jumlah bisa dibilang cukup banyak, namun faktanya, hanya Alonso dan Bernat yang mampu menembus starting line-up secara reguler musim lalu. Thiago dan Javi Martinez masih harus berjuang mengatasi cedera masing-masing, sedangkan Reina sejak awal tahu kalau dirinya hanyalah back up untuk Manuel Neuer.

Tapi kalau mau jujur, hal seperti ini sebenarnya wajar, apalagi untuk pelatih non-Jerman. Ketika Louis van Gaal melatih Bayern, ia pun memborong pemain-pemain Belanda ke skuat FC Bayern seperti Arjen Robben dan Braafheid. Ia bahkan menjadikan Mark van Bommel sebagai kapten tim. Sedangkan asisten pelatihnya kala itu adalah juga orang Belanda, Andries Jonker.

BACA JUGA:  Giroud dan Kutukan Nomor Sembilan di AC Milan

Mungkin masih ada alasan-alasan lain yang dipakai Pep haters untuk segera melihatnya angkat koper dari Münich. Namun menurut pandangan saya pribadi, tidak ada alasan yang memiliki argumentasi cukup kuat hingga saat ini. Musim 2015/16 adalah musim terakhir Pep berdasarkan kontrak yang masih berlaku. Pep Guardiola mungkin belum bisa mewujudkan mimpi terbesar fans Bayern: meraih gelar juara UCL. Namun, indikasi bahwa tim sedang dan terus bertumbuh dapat terlihat, setidaknya dari berbagai rekor yang diraih klub di bawah asuhan Pep Guardiola.

Ia menjadi pelatih yang paling cepat meraih kemenangan ke-50 di Bundesliga. Milestone itu dicapainya hanya dalam 61 pertandingan, mengalahkan capaian pelatih legendaris Udo Lattek, yaitu 78 laga. Bayern menjadi tim yang paling cepat meraih gelar juara Bundesliga, yaitu tanggal 25 Maret, ketika liga masih menyisakan tujuh pertandingan lagi. Bayern juga mampu meraih rekor 19 kemenangan beruntun pada musim 2013/14. Dan masih banyak lagi rekor yang berhasil dipecahkan Bayern pada era Pep Guardiola.

Oleh karenanya, menyerukan Pep Out! di awal musim ini adalah seruan yang kepagian. Serukanlah itu jika di akhir musim 2015/16, Bayern gagal memecahkan rekor memenangkan Bundesliga untuk keempat kalinya secara beruntun atau jika Bayern tidak berhasil menjuarai liga Champion.

 

Oleh Bram Sitompul– Penulis buku Bayern, Kami Adalah Kami

Analisis—Taktik

Tag: Pep Guardiola, Bayern Munchen, Bundesliga, Liga Champion

Excerpt: Pep Guardiola belum mampu meraih Liga Champion bersama FC Bayern dan digosipkan akan melatih Manchester City musim depan. Tapi, pantaskah dia segera didepak?

Komentar
Penggemar FC Bayern sejak mereka belum menjadi treble winners. Penulis buku Bayern, Kami Adalah Kami. Bram bisa disapa melalui akun twitter @brammykidz