Biarkan Alejandro Garnacho Matang Lebih Dulu

Menunggu kematangan Alejandro Garnacho. (Getty Images)
Menunggu kematangan Alejandro Garnacho. (Getty Images)

Apel itu masih hijau, masih mentah. Namun, semua orang tahu bahwa buah yang melambangkan keberuntungan, kemakmuran, dan cinta itu akan terasa manis jika sudah matang. Jika sudah merah dan menyala, berarti buah itu siap dinikmati. Sementara Alejandro Garnacho masih hijau, sama seperti jersey yang membalutnya saat mencetak gol pertama untuk Manchester United. Semua orang sedang menunggu, apa jadinya jika ia sudah mulai matang.

Keberuntungan menyelimuti Garnacho sejak ia lahir, tumbuh, dan menjelma sebagai salah satu talenta paling menjanjikan di akademi Manchester United. Masa kecilnya dimanjakan dengan aksi-aksi Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi yang saling kejar-kejaran dan adu kualitas di atas lapangan.

Menginjak remaja, Garnacho saat ini berbagi ruang ganti dan tempat latihan dengan Ronaldo dan Messi. Ia benar-benar sedang hidup menjalani mimpi. Garnacho lahir pada 1 Juli 2004 silam, tiga hari sebelum Ronaldo menangisi kegagalannya ketika kalah atas Yunani di final Euro 2004.

18 tahun kemudian, Garnacho menerima through pass dari idolanya. Berlari ke dalam dari sisi kiri, kemudian melepaskan tembakan keras ke gawang Real Sociedad. Memang, gol tunggalnya di pertandingan itu tak mampu berbuat banyak untuk membawa United memuncaki klasemen.

Namun, ia kembali dinobatkan sebagai man of the match untuk kedua kalinya secara berturut-turut di Liga Eropa. Ia juga menjadi pemain non-Inggris termuda di kompetisi Eropa yang mencetak gol untuk United di usia 18 tahun 125 hari. Melewati rekor sebelumnya yang dipegang oleh George Best saat masih berusia 18 tahun 158 hari.

Kepercayaan diri menjadi pendorong utama untuk memaksimalkan potensinya sebagai winger cepat. Akselerasinya didukung dengan kemampuan dribbling dan finishing berkualitas. Sebelumnya saat kontra Sheriff Tiraspol, Garnacho mencatatkan 3 dribbles sukses, memenangkan 4 pelanggaran, dan 9 kali menyentuh bola di kotak penalti lawan.

Di laga versus Real Sociedad, ia sukses melepas dua tembakan dari dalam kotak penalti. Keberaniannya untuk menusuk layak mendapat apresiasi. Tapi lagi-lagi, ia masih mentah. Sementara banyak orang di tubuh Setan Merah sedang menantikan kematangannya baik saat berada di atas lapangan maupun di luar arena pertandingan.

Skuad era Erik ten Hag sangat tegas dan menjunjung tinggi standar. Nama Garnacho sebenarnya digadang-gadang akan mencuat di tim utama musim ini ketika menampilkan performa menjanjikan saat bermain untuk tim akademi dan beberapa kali terlibat pada agenda pramusim lalu. Masalah attitude ternyata membuat Ten Hag tak puas terhadapnya selama awal musim ini.

Dilansir dari The Athletic, terdapat satu momen di mana Garnacho meninggalkan tempat latihan dengan tali sepatu yang belum terikat. Ten Hag menilai sikap itu perlu diperbaiki di tengah lingkungan profesional yang serba disiplin.

Kini sikap dan mentalitasnya meningkat seiring dengan kepercayaan yang diberikan oleh sang pelatih terhadapnya. Di tengah ketidaktersediaan Sancho, Martial, dan Antony yang dibekap cedera, Garnacho dapat memberikan solusi sekaligus dimensi permainan baru dari sektor sayap kiri Setan Merah. Garnacho dapat menjadi pemecah kebuntuan saat menghadapi tim dengan garis pertahanan rendah (low block).

Yang masih menjadi jurang di antara bakatnya adalah aksi pressing dan kontribusi defensif untuk tim. Pasca laga kontra Sheriff lalu, Ten Hag memuji kualitas Garnacho sekaligus memberikan catatan terkait penampilannya sebagai pemain muda di tim utama.

“Dia (Alejandro Garnacho) pantas mendapat kesempatan. Namun masih banyak ruang untuk peningkatan. Khususnya di aspek defensif, pressing, counter-press, dan transisi bertahan,” terang pelatih berkebangsaan Belanda tersebut. Garnacho seakan mengingatkan fans United terhadap Cristiano muda saat pertama kali datang ke Old Trafford. Hal itu menjadi wajar, mengingat kehidupannya banyak terpapar oleh kiprah Ronaldo, sang pemegang lima gelar Ballon d’Or. Hingga Garnacho meniru gaya selebrasi peace of mind Ronaldo yang sedang menjadi tren.

Selain Lisandro Martinez, Garnacho juga mendapat kesempatan besar bermain di samping Lionel Messi di Timnas Argentina. Ia sempat mendapat panggilan Lionel Scaloni, namun belum mendapat kesempatan merumput bersama tim utama. Garnacho memilih panji Argentina di level senior yang berasal dari darah sang ibu. Sementara ia lahir di Madrid, Spanyol sebagai negara asal ayahnya. Alejandro Garnacho sempat berseragam Spanyol di skuad U-18 dan sukses mencetak 3 gol. Baru pada 2022, ia memutuskan untuk membela tim U-20 La Albiceleste dan telah mencatatkan 4 gol dari 4 pertandingan di bawah asuhan pelatih Javier Mascherano.

Garnacho kecil masuk ke akademi Atletico Madrid pada usia 11 tahun. Bakatnya tercium oleh akademi klub-klub besar lain seperti Real Madrid dan Borussia Dortmund. Namun, ia pada akhirnya memilih berlabuh ke Manchester pada musim panas 2020. Debutnya di Premier League terjadi ketika Manchester United menjamu Chelsea di Old Trafford pada April lalu. Ayahnya hadir di tribun saat itu dan menangis haru ketika Garnacho akhirnya mampu mewujudkan mimpi yang sudah tertanam sejak anaknya masih berusia empat tahun.

Garnacho saat ini menyedot perhatian ke dalam tubuh mudanya. Ia masih perlu meningkatkan teknik dan fisik dalam perjalanan menuju kematangan. Lingkungannya saat ini sangat mendukung perkembangan sang pemain agar menjadi lebih matang. Tak menutup kemungkinan, ia bisa matang lebih cepat dengan bimbingan staf kepelatihan dan pemain senior lain yang lebih berpengalaman.

Yang ia lakukan adalah menjaga mentalitas. Ten Hag menegaskan bahwa sebagai pemain muda, bukan hanya skill yang perlu dipertontonkan. Ia harus mampu bekerja kolektif baik dalam penyerangan maupun saat bertahan sebagai tim demi mengincar kemenangan. Untuk para fans yang perlu diperhatikan juga cuma satu, biarkan Alejandro Garnacho matang lebih dulu.

Komentar
BACA JUGA:  FIFA Uncovered: Melucuti Kebobrokan Federasi sebelum Pesta Piala Dunia