Bursa Transfer: Perihal Angka dan Perasaan Manusia

Bursa transfer musim panas di liga-liga top Eropa resmi ditutup per 31 Agustus 2021 lalu. Penikmat sepakbola disuguhi beragam rumor, kejutan, dan drama sepanjang tiga bulan lamanya.

Ada pemain yang pindah ke klub impian, tetapi beberapa memilih berpaling lagi ke masa lalu.

Ada pemain yang pergi dengan bayaran selangit, tetapi tak sedikit yang lagi-lagi menjalani status pinjaman.

Per data Transfermarkt, dari total 98 klub yang terlibat pada bursa transfer musim panas 2021/2022, setidaknya menghabiskan dana 2,99 miliar Euro atau setara 51 triliun Rupiah. Wow!

Klub-klub kaya Liga Primer Inggris seperti Arsenal, Chelsea, Manchester City, dan Manchester United cukup banyak menghabiskan uang.

Di Italia, AS Roma bersama Jose Mourinho belanja jor-joran. Entah dengan membeli atau meminjam pemain. Pun begitu dengan para rival mereka.

Sementara Paris Saint-Germain di Ligue 1 Prancis, sukses merekrut Lionel Messi dengan status bebas transfer meski harus menggelontorkan 40 juta Euro per tahun untuk membayar gaji sang bintang Argentina.

Kisah perpindahan pemain di periode bursa transfer seringkali dibicarakan berbarengan dengan angka-angka jutaan Euro. Harga yang bagi banyak pemain setara dengan beban di pundak.

Biaya yang patut dibayar lunas dengan gelontoran gol, torehan asis, tekel krusial, penyelamatan gemilang, hingga raihan trofi. Atau bahkan di masa depan, angka ini adalah investasi untuk meraup nilai lebih bagi sebagian pemilik klub.

Di bursa transfer kali ini, perpindahan pemain tak melulu soal angka. Bagi pemain-pemain top, sepasang kaki mereka memang patut dihargai selangit. Namun ada hal yang tentu jauh lebih berharga dari itu.

Impian, kenangan, ambisi, hingga keinginan mencari jati diri ditampilkan beberapa pemain yang memilih berganti seragam.

Pesepakbola bukan hanya sebagai “komoditas” di lapangan hijau, melainkan seorang manusia yang memiliki perasaan mendalam akan suatu hal yang kadang disepelekan begitu saja.

Lihatlah seorang Romelu Lukaku. Penampilan impresifnya di Inter Milan selama dua musim belakangan disinyalir bakal membuat sang pemain bertahan lebih lama.

Terlepas dari kondisi keuangan juara bertahan Serie A yang tengah kolaps, peluang untuk bertahan di Giuseppe Meazza terbuka lebar. Apalagi, ia begitu dicintai oleh segenap fans I Nerazzurri.

Akan tetapi, impian menyeret striker berpaspor Belgia itu kembali ke Stamford Bridge, kandang Chelsea. Ia pulang menuju klub yang pernah membuangnya di masa lalu. Kegagalan di periode lalu tak membuatnya patah hati.

BACA JUGA:  Nikmati Saja Pertunjukan Messi dan Ronaldo

Mimpi mencetak gol dengan balutan seragam Chelsea yang belum sempat ia rasakan bersama tim senior The Blues kembali bergelora.

Sejauh ini, Lukaku membuktikan bahwa keputusannya balikan dengan Chelsea tepat setelah mengukir tiga gol dalam tiga laga Liga Primer Inggris.

Kisah Lukaku yang memeram pahit di masa lalu berbeda jauh dengan Cristiano Ronaldo yang pulang ke Manchester United.

Sebelum menjadi bagian penting proyek Los Galacticos di Real Madrid, megabintang Portugal ini adalah segalanya bagi United di bawah asuhan Sir Alex Ferguson.

Kedatangannya yang kedua di Old Trafford memberi angin segar bagi The Red Devils yang kering prestasi beberapa musim belakangan.

Menariknya, kepulangan Ronaldo tak hanya memperkuat United dari aspek teknis, tetapi juga pamor mereka sebagai salah satu klub top di dunia.

Bisa kita lihat riuhnya media sosial ketika Ronaldo bikin dua gol manakala United menjungkalkan Newcastle United pada lanjutan Liga Primer Inggris akhir pekan kemarin (11/9).

Masih di klub yang sama, Raphael Varane yang melejit sebagai bek tengah hebat bersama Real Madrid memilih pindah ke Inggris guna mencicipi petualangan baru bersama United.

Persis seperti tandemnya, Sergio Ramos, yang hengkang ke Paris Saint-Germain demi mencicipi atmosfer berbeda setelah memanen banyak trofi di ibu kota Spanyol.

Kadang, manusia butuh latar yang berlainan untuk menemukan kembali perasaan ternyaman. Keinginan untuk merasakan tantangan baru, tampaknya menggelegak di dada Varane dan Ramos.

Bergeser ke Manchester City, nama Jack Grealish tentu akrab di telinga dalam satu bulan terakhir.

Ia diboyong The Citizens dari Aston Villa dengan ongkos gila-gilaan, 100 juta Poundsterling!

Ia kini berlabel sebagai pemain termahal Liga Primer Inggris, sekaligus pesepakbola pria Inggris paling bernilai.

Harga pemain lokal Inggris sedang melambung, tetapi banyak pihak yang memberi cap mereka dengan istilah overrated.

Label demikian memaksa mantan bintang The Villans itu bekerja ekstra keras. Meski gagal membawa City meraih trofi Community Shield, di ajang Liga Primer Inggris sendiri Grealish sudah mengemas satu gol dan satu asis.

BACA JUGA:  Barcelona dan Kegelisahan yang Menghantui

Ambisi Grealish yang ingin membuktikan diri bahwa nominal tersebut memang pantas untuknya seperti upaya menyanggah pernyataan “skill ok, but no vision”.

Pencarian kembali jati diri membuat Saul Niguez memantapkan langkah ke Chelsea di detik terakhir bursa transfer.

Selama dua musim terakhir, dari belasan tahun masa bakti bersama Atletico Madrid, ia merasa kian kehilangan sosok terbaiknya di atas lapangan.

Keluar dari zona nyaman adalah pilihan terbaik bagi pemain berusia 26 tahun tersebut walau meninggalkan rumah bernama Atletico terasa begitu berat.

Kepindahan Messi dari Barcelona ke Paris Saint-Germain mungkin yang paling mengejutkan dan dramatis bagi banyak penggemar sepakbola.

Saga Messi bersama Barcelona memang kerap muncul dalam beberapa periode transfer belakangan ini. Namun drama antara dua pihak yang saling mencintai ini mencapai klimaks di tahun 2021.

Jalan tengah antara kedua belah pihak nyatanya urung ditemukan. Penyerang Argentina itu pada akhirnya meninggalkan klub yang membesarkan namanya dengan derai air mata dan kenangan tanpa batas.

Begitulah, jika ada pertemuan, perpisahan hanya persoalan waktu. Dan menyaksikan Messi meliuk-liuk di atas lapangan berbalut seragam Les Parisiens, bagi saya, masih saja terasa aneh hingga detik ini.

Bursa transfer musim ini sering disebut sebagai yang terbaik dalam beberapa tahun belakangan.

Kendati masih melibatkan uang miliaran Euro, nyatanya perasaan terdalam pesepakbola sebagai manusia tak bisa dibeli dengan mudah.

Pemain dengan julukan one-man club mungkin bakal sulit ditemukan pada hari-hari mendatang. Namun pemain yang berpindah dari satu klub ke klub lain tak melulu soal duit dan perkara tak setia.

Selalu ada alasan yang membuat keputusan-keputusan pindah itu dibuat. Tak peduli pas atau tidak di mata fans.

Ya, para pesepakbola itu tetaplah manusia yang di banyak momen bergerak mengikuti isi hatinya. Bertahan atau pindah akhirnya cuma masalah waktu.

Komentar
Andi Ilham Badawi, penikmat sepak bola dari pinggiran. Sering berkicau di akun twitter @bedeweib