Zebra Kecil, julukan Udinese, melakukan dobrakan kencang pada gelaran Serie A 2022/2023. Klub asal Kota Udine itu, hingga pekan ke-7 Serie A mampu bertengger di peringkat ketiga, menjadi klub paling produktif, dan baru satu kali merasakan pahitnya kekalahan.
Dobrakan itu, sontak membuat terperanjat publik sepakbola Italia. Bagaimana tidak? selama 8 tahun terakhir, La Zebrette atau Zebra Kecil menasbihkan dirinya sebagai klub semenjana. Lantas apa yang membuat Si Zebra Kecil itu ‘mengamuk’ pada musim ini?
Berhasil mengawali musim dengan hasil yang baik.
Setelah di hancurkan AC Milan dengan skor 4-2 pada laga perdana, tidak lantas membuat mental Udinese menciut. Hasil itu justru menjadi pemantik anak asuh Andrea Sottil untuk bangkit di laga-laga berikutnya. Kendati sempat bermain imbang melawan Salernitana pada pekan kedua, Udinese mampu tampil perkasa pada pekan ketiga – ketujuh dengan mencatatkan lima kemenangan beruntun walaupun lawan yang dihadapi bukanlah lawan yang mudah.
Tercatat AS Roma yang digadang-gadang bakal menjadi jawara Serie A bisa mereka libas dengan skor 4-0. Kemudian mampu mencuri tiga poin penuh dari markas AC Monza dan Sassuolo. Lantas membungkam Fiorentina dengan skor 1-0. Dan terakhir mampu membenamkan Inter Milan dengan skor 3-1.
Tangan dingin Andrea Sottil
Tidak dipungkiri hasil manis yang didapat pasukan Zebra kecil sejauh ini ada peran besar dari sang pelatih, Andrea Sottil. Pelatih berusia 48 tahun itu datang ke Stadion Friuli pada Juni 2022 untuk menggantikan pelatih caretaker sebelumnya, Gabriele Cioffi. Sottil sendiri sebetulnya bukanlah sosok baru bagi publik Udine.
Sebelumnya dia adalah bek andalan Le Zebrette pada tahun 1999 hingga 2003 yang mencatatkan 115 penampilan dan mencetak 7 gol. Sottil juga menjadi pemain yang membawa Udinese meraih Trofi Intertoto UEFA (kompetisi level ketiga di bawah Liga Champions dan Liga Europa yang sekarang disebut UEFA Conference League) pada tahun 2000.
Sebagai seorang pelatih, tidak ada hingar bingar kehebatan Sottil ketika menjadi juru taktik. Bahkan tidak ada trofi dalam curriculum vitae-nya. Sottil banyak menghabiskan karier kepelatihannya dengan menangani banyak klub di Serie D dan baru dua musim yang lalu ia menangani klub Serie B yaitu Pescara 2020/2021 dan Ascoli 2021/2022.
Bersama Pescara ia gagal total, karena klub yang ia latih harus terdegradasi ke Serie C. Semusim setelahnya bersama Ascoli, ia berhasil membawa klubnya finis di peringkat 6 klasemen Serie B.
Selama 7 laga terakhir, Sottil mampu membuat Udinese menjadi tim yang sangat agresif ketika bermain. Sottil juga mengandalkan kelebihan fisik pemain baik itu stamina ataupun postur untuk memenangi duel di lapangan dan melakukan counter attack. Sebelum menukangi Udinese, Sottil adalah pemuja skema 4 bek.
Namun setelah menukangi Le Zebrette, ia bermanuver dengan menggunakan formasi 3 bek dan melakukan pemadatan serta perapatan di lini tengah dengan menempatkan 5 pemain. Strategi 3-5-2 versi Sottil pun terbukti ampuh untuk membuat tidak berkembangnya permainan Roma, Fiorentina, dan Inter Milan.
Dilansir dari FBref, gaya main agresif juga dilakukan Udinese ketika menyerang. Le Zebrette menjadi klub dengan angka xG (expected goals) tertinggi ketiga di Serie A yaitu 9,14 dari 7 laga. Namun angka xG tersebut lebih rendah daripada jumlah gol yang Udinese telah cetak yaitu 15 gol.
Sehingga bisa diartikan kemampuan Udinese memaksimalkan peluang-peluang kecil sangat klinis. Selain itu agresivitas Udinese juga dibuktikan dengan seringnya melakukan tembakan ke gawang lawan. Total hingga pekan ketujuh, Zebra Kecil sudah melakukan 95 kali tembakan.
Sottil juga terbilang handal dalam mengandalkan postur dan stamina pemainnya ketika bertanding. Pemain Udinese terlihat sangat kuat ketika melakukan pressing dan berduel dengan lawan. Hasilnya hingga pekan ketujuh Serie A, Udinese menjadi tim terbanyak yang mencetak gol dari sundulan kepala dengan torehan 5 gol.
Kemampuan Sottil me-resiliensi para pemainnya juga terbilang sukses. Udinese total sudah tiga kali berada dalam situasi tertinggal dalam pertandingan yaitu saat berjumpa dengan AC Monza, Sassuolo, dan Inter Milan. Namun Udinese mampu membalikan keadaan dan akhirnya memenangkan pertandingan. Sehingga tak mengherankan julukan raja comeback mulai disematkan pada klub ini oleh para fan dan pengamat sepakbola.
Namun strategi Sottil bukan tanpa cela. Saat menghadapi klub yang punya gaya main sama-sama agresif, Udinese tampak kesulitan untuk mengontrol permainan. Seperti saat berhadapan dengan AC Milan, mereka harus kalah dengan skor 4-2. Kemudian strategi counter cepat Udinese tidak diimbangi kemampuan para pemain depannya untuk menghindari jebakan offside.
Sejauh ini Udinese menjadi klub dengan jumlah offside terbanyak kedua di Serie A dengan 19 kali offside. Skema set piece juga menjadi momok menakutkan bagi Udinese sejauh ini. 3 dari 7 gol yang sudah bersarang ke gawang Silvestri dicetak melalui skema ini. Di lain sisi, Udinese juga terbilang sering melakukan pelanggaran di area berbahaya.
Strategi agresif yang diterapkan Sottil memang dilatarbelakangi oleh sejarahnya bersama Udinese.
“Saya bermain untuk Udinese selama empat tahun, jadi saya tahu ini adalah klub top dan siapa pun yang datang ke sini hanya harus fokus pada pekerjaan, karena klub sudah menyediakan segalanya,” Ujar Sottil saat wawancara bersama football-italia.net.
“Saya memiliki strategi permainan sepak bola yang agresif, meskipun demikian hal itu tergantung siapa lawannya. Gaya ini saya terapkan karena anak asuh saya memahaminya dandan sangat cocok dengan mentalitas tim ini, Saya berharap gaya agresif ini bisa jadi identitas permainan yang terus melekat pada Udinese.” imbuhnya
Cairnya permainan Gerard Deulofeu dan Destiny Udogie
https://www.instagram.com/p/CiGaVcFq6Cp/
Di tangan Sottil, Gerard Deulofeu kembali menemukan sentuhan terbaiknya. Dipasang sebagai pemain nomor 10, mantan pemain Barcelona dan AC Milan itu mampu menjalankan perannya dengan sangat baik. Dari 7 laga yang sudah ia mainkan bersama Le Zebrette, pemain berusia 28 tahun itu sudah mengemas 5 asis, 24 tembakan ke gawang, dan 19 kali keypass.
Meskipun usianya baru 19 tahun, tak butuh waktu lama bagi Iyenoma Destiny Udogie untuk menjadi idola baru publik Udine. Udogie merupakan pemain dipinjam dari Tottenham Hotspur untuk menyambut musim 2022/2023. Pemain yang berposisi sebagai gelandang sayap kiri itu, punya atribut bertahan dan menyerang yang sama baiknya di tujuh laga yang sudah dijalani.
Di sisi penyerangan, pemain Timnas Italia U-21 itu sudah mencetak 2 gol, 4 tembakan, dan menjadi pemain dengan operan sukses terbanyak ketiga di Serie A dengan jumlah 202 operan. Udogie juga cakap dalam bertahan. Sejauh ini ia sudah melakukan 18 tekel sukses, 8 blok, dan 9 intersep.
Selain keduanya ada beberapa pemain lain yang juga tampil solid sejauh ini. Di antaranya ada Roberto Pereyra dengan 4 asis dan 2 golnya, Beto yang menjadi top skor tim dengan 4 golnya dan Rodrigo Becao yang menjadi tembok kokoh di lini belakang Le Zebrette.
Bila rentetan catatan bagus itu bisa dipertahankan oleh Udinese, bukan tidak mungkin Si Zebra Kecil bakal jadi pengganggu serius di Serie A 2022/2023. Menurutmu, akankah dobrakan Udinese bisa bertahan hingga akhir kompetisi?