Dulu aku kau puja, dulu aku kau sayang
Dulu aku sang juara yang selalu engkau cinta
Kini roda telah berputar
Kini aku kau hina, kini aku kau buang
Jauh dari hidupmu, kini aku sengsara
Sepenggal lirik lagu berjudul Sang Mantan kepunyaan band Nidji di atas sepertinya cukup mewakili rasa nestapa yang sedang dialami oleh penyerang Juventus asal Kroasia, Mario Mandzukic.
Di bawah arahan Massimiliano Allegri, sosok berusia 33 tahun ini bisa disebut sebagai kepingan penting di lini depan I Bianconeri. Kendati tak melulu dipasang sebagai penyerang tengah, Mandzukic berhasil menunjukkan kapabilitasnya sebagai penyerang serbabisa lantaran mampu memerankan cukup banyak tugas di lini serang.
Meski perhatian publik kepadanya tak sebesar yang diterima Paulo Dybala dan Cristiano Ronaldo, kepercayaan Allegri terhadap bekas penggawa Bayern München itu tak tergoyahkan.
Mandzukic sendiri sanggup membayar tuntas kepercayaan sang pelatih. Di sejumlah momen krusial, pria kelahiran Slavonski Brod tersebut jadi aktor sentral Juventus.
Misalnya saja gol penyama kedudukan yang ia buat kala berjumpa Manchester City pada babak penyisihan grup Liga Champions 2015/2016. Gol Mandzukic lantas memacu I Bianconeri untuk tampil lebih baik sampai akhirnya menang dengan skor 2-1 di Stadion Etihad.
Lalu gol salto nan mempesona di final Liga Champions 2016/2017 melawan Real Madrid yang disebut-sebut sama indahnya dengan gol Zinedine Zidane di partai puncak 15 tahun sebelumnya. Nahas, gol Mandzukic tak berarti apa-apa karena Juventus kembali gagal membawa pulang titel Liga Champions.
Dalam partai sengit kontra Internazionale Milano pada musim 2018/2019 kemarin, Mandzukic juga yang jadi pahlawan kemenangan tipis 1-0 yang dibukukan I Bianconeri.
“Mandzukic adalah pemain kunci. Kombinasi atribut teknis dan fisiknya bikin ia jadi pemain yang luar biasa,” papar Allegri dalam sebuah wawancara seperti dikutip dari Soccerway.
Bahkan Chairman Juventus, Andrea Agnelli, juga pernah memuji pemain bernomor punggung 17 tersebut.
“Saya mengaguminya. Tidak banyak yang perlu dikatakan tentang dirinya. Mandzukic ingin memenangkan setiap kompetisi yang dia ikuti. Sama seperti kami di Juventus,” ungkap Agnelli kepada Gazzetta dello Sport.
Kedatangan Ronaldo ke Turin semusim lalu juga tak menggeser posisi Mandzukic sebagai bagian integral tim. Namun semuanya berubah usai Maurizio Sarri didapuk sebagai allenatore baru menggantikan Allegri.
Sarri bak mimpi buruk bagi striker jangkung tersebut. Tidak satu kali pun dirinya diturunkan pada musim ini. Padahal, Mandzukic tak punya masalah kebugaran. Eks pelatih Empoli dan Napoli itu lebih suka memberdayakan Federico Bernardeschi, Dybala, Gonzalo Higuain, dan Ronaldo sebagai mesin gol.
Hal ini tentu menghadirkan kekecewaan baginya dan mayoritas Juventini. Terlebih, Mandzukic dianggap sebagai figur yang loyal terhadap klub karena sebelumnya menolak pindah ke Manchester United.
Terlepas dari selera dan preferensi taktik Sarri, di titik ini, kesetiaan Mandzukic seolah tidak ada artinya. Padahal kemampuannya masih ada di level terbaik kendati usianya makin menua.
Makin terasa pahit, pria yang membawa Kroasia jadi runner up Piala Dunia 2018 itu mendapat perlakuan tidak adil dari Juventus (yang nyatanya terbiasa memperlakukan sejumlah pemain pentingnya dengan sikap tidak adil). Dikutip dari Football5star, Mandzukic jadi satu-satunya pemain yang tidak diundang dalam perayaan Natal yang diadakan klub beberapa waktu lalu. Padahal penggawa tim putri Juventus saja turut hadir di acara tersebut.
Bagi saya, perlakuan yang diterima Mandzukic sungguh tidak pantas. Apalagi dirinya masih terikat kontrak dengan Juventus hingga 2021 (diperpanjang April 2019 kemarin). Semoga hanya I Bianconeri yang bersikap seenaknya terhadap salah satu pemainnya. Jangan sampai Juventini ikut-ikutan melakukan hal tersebut.
Di luar taktik yang disusun sedemikian rupa oleh Sarri dan memang tak melibatkan Mandzukic dalam permainannya, hal ini mengundang banyak tanya di benak saya.
Mengapa semudah itu Juventus memperlakukan seseorang yang pernah sangat berarti bahkan pernah menjadi salah satu pencipta kebahagiaan untuk mereka? Betapa tersayatnya hati Juventini melihat Alessandro Del Piero dan Claudio Marchisio dicampakkan dengan cara menyakitkan dan kurang elok dahulu. Kini, giliran Mandzukic yang merasakannya.
Bursa transfer musim dingin segera menyapa dan momen kepergian Mandzukic dari kota Turin tinggal menunggu waktu. Sebuah perpisahan yang bisa membuat Juventini menitikkan air mata. Selayaknya kita yang ditinggalkan kekasih tercinta.