Bagi Anda yang mengikuti Paulo Dybala sejak ia bermain di Palermo, adalah wajar bila Anda mengangankannya bermain untuk tim kesayangan Anda. Dybala merupakan tipe pemain yang “menjual”. Penyerang, cepat, lincah, punya dribbling dan tendangan keras serta berondong.
Ketika Juventus akhirnya memenangkan hati Dybala, tanya bergema. Seberapa pantaskah ia dihargai 40 juta euro. Sebaik apakah dirinya sampai Juventus, yang kehilangan Carlos Tevez, bersedia merelakan 40 juta euro untuk seorang Dybala? Apalagi Dybala mewarisi nomor punggung 21, nomor yang dikenakan oleh Zinedine Zidane dan Andrea Pirlo di Juventus.
Dybala bukan seorang poacher seperti Paolo Rossi, Filippo Inzaghi, atau Mauro Icardi, yang lebih banyak bergerak di depan. Dybala merupakan no. 9 un-ortodoks yang turun ke bawah saat bertahan dalam blok rendah. Ia bergerak menjauh dari area no. 9 guna menciptakan akses vertikal. Ia masuk ke half-space dan sayap untuk membantu peralihan horizontal dari sayap ke tengah.
Ketika Juventus terpuruk pada awal musim, untuk kemudian secara perlahan mereka bangkit dan berhasil keluar dari papan bawah, terlihat Allegri mulai memercayai Dybala. Keberhasilan Juventus memenangkan 12 pertandingan terakhir Serie A merupakan salah satu catatan paling impresif yang mereka torehkan.
Dan di balik semua pencapaian tersebut, Juventini mulai merasakan efek positif kehadiran Dybala. Posisinya di lini depan dan pergerakan-pergerakannya menjadi bagian krusial dari keberhasilan Juventus kembali ke papan atas Serie A.
Salah satu kekuatan pertahanan Juventus adalah pergeseran formasi yang berorientasi kepada posisi bola (ball-oriented shfting formation) yang ditunjang oleh kompaksi (kerapatan) yang bagus. Sejak mengalahkan AC Milan 1-0 pekan ke-13, Allegri selalu memainkan pola dasar 3-5-2, yang mana ketika berada dalam fase bertahan bertransformasi menjadi 5-3-1-1, 4-4-1-1, 5-3-2-0, atau 4-4-2-0.
Dengan menarik turun para penyerangnya, Allegri menciptakan bentuk yang kompak (rapat). Allegri berusaha menciptakan superioritas jumlah yang ekstrem sekaligus menghambat segala upaya lawan mendapatkan akses di area tengah.
Tugas lain Dybala ketika bertahan adalah mengawal no. 6 lawan yang juga berperan sebagai distributor bola. Sebagian media menyebut peran ini sebagai defensive-forward. Originalcoach.com menamainya advanced defensive-midfielder.
Jackson Martinez (saat di FC Porto), Danny Welbeck (ketika masih di Manchester United), Robert Lewandowski (kala di Borussia Dortmund) pernah memainkan peran ini dan ketiganya mengawal pemain yang sama, Xabi Alonso.
Ketika seorang pemain terlibat dalam fase bertahan, selain wawasan dan penempatan posisi demi menjaga kompaksi, sikap disiplin taktik merupakan hal mutlak. Ini yang dimiliki Dybala dan inilah yang turut menjadikannya sebagai penyerang paket lengkap.
Di samping efek positif yang diberikannya kepada pertahanan, pergerakan turun jauh ke bawah yang dilakukannya, dalam banyak situasi juga berimbas positif terhadap serangan Juventus. Dalam transisi menyerang, penempatan posisi Dybala membantu Juventus menjaga koneksi antarlini. Saat berprogresi dan bola dikuasai Dybala, Juventus bergerak secara gradual dan “bersih” karena posisi Dybala memungkinkannya menjadi konektor.
Paulo Dybala sebagai trequartista yang bergerak jauh ke bawah. Menit ke 35:10 dan 35:22 merupakan saat di mana Dybala menerima bola dan melakukan progresi.
Konsistensi Dybala dalam mengokupansi area no. 10 atau 8 memberikan banyak keuntungan strategis bagi Juventus. Sering kali Dybala mampu menciptakan opsi umpan yang dibutuhkan lini di belakangnya, baik untuk keluar dari lini pertama pressing lawan atau untuk berpenetrasi ke danger zone.
Dybala menciptakan jalur umpan bagi Leonardo Bonucci.
Dengan mengokupansi area no. 8 dan no. 10, Dybala sering kali menjadi konektor vertikal. Kerap terlihat Dybala serta salah satu dari no. 8 mengokupansi celah vertikal di pertahanan lawan. Pengambilan posisi seperti ini berpotensi menggoyahkan kestabilan pertahanan lawan dikarenakan konsentrasi lini belakang terpecah, antara menjaga no. 9 serta pemain Juventus lainnya yang berada di celah vertikal.
Bukan hanya berperan positif dalam progresi, Dybala juga banyak mengokupansi half-space demi membantu peralihan serangan secara horizontal, dari sayap menuju area tengah. Dengan menempati half-space, Dybala menjaga tersedianya akses diagonal, baik umpan diagonal maupun dribbling diagonal, menuju kotak 16 (zona 2) lawan.
Area kerja dan peran yang dimainkan Dybala memiliki beberapa kesamaan dengan apa yang pernah ditunjukan oleh Roberto Baggio, legenda Juventus. Dalam pola dasar dua penyerang, keduanya sama-sama berposisi lebih dalam dibandingkan rekannya. Keduanya bergerak dari dan ke area no. 10, bahkan terkadang no. 8, untuk mengawali arah progresi. Di Italia, posisi dan tugas semacam ini dikenal sebagai trequartista (pemain tiga perempat), yaitu pemain yang bermain layaknya no. 9 sekaligus no. 10.
Walaupun tidak selihai Baggio dalam melakukan solorun, tetapi Dybala memiliki keunggulan dengan kemampuannya untuk terlibat aktif dalam fase bertahan. Baggio lebih pasif dalam melakukan pressure (tekanan, red.), sementara Dybala lebih aktif. Dybala sering kali turun jauh sampai sepertiga awal. Ia juga lebih banyak melakukan pressure intens. Sesuatu yang dihargai sangat tinggi di era sepak bola modern.
Dari pekan ke pekan, kemampuannya sebagai no. 9 dan konektor serangan semakin meningkat. Rapornya yang sangat memuaskan dalam big match menunjukan ia sangat bisa diandalkan dalam pertandingan penting.
Dybala merupakan aset masa depan. Ia sedang berkembang dan berproses untuk menjadi penyerang besar. Penyerang yang tidak hanya sebatas “fox in the box”, seperti poacher yang konvensional, tetapi juga ahli “menciptakan” ruang, menjadi kreator serangan dan fasih dalam melakukan pressing.
Dybala memiliki modal untuk itu. Dybala berada di Juventus yang bermain di level teratas sepak bola Italia dan Eropa. Ia punya kemampuan individu, ia paham bagaimana menjaga kompaksi pertahanan, dan ia memiliki disiplin taktik mumpuni.