Timbul Tenggelam Bersama Igor Protti

Pernahkah Anda mendengar ada klub sepak bola di liga tertinggi suatu negara yang terdegradasi ketika memiliki pemain yang menjadi top skor pada musim berjalan?

Hal ini pernah terjadi di Ligue 1 Aljazair pada musim 2014/2015 ketika El Eulma terdegradasi justru saat sang striker, Walid Derrardja, menjadi top skor dengan 16 gol. Naasnya lagi, El Eulma menjadi tim tersubur dengan 40 gol dari 30 pertandingan.

Jika mengikuti Serie A Italia era 1990-an, Anda mungkin akan familier dengan nama Igor “Lo Zar” Protti yang membela AS Bari. Ya, striker kelahiran 1967 ini menjadi top skor liga yang dianggap paling ketat dan kompetitif pada masa itu dengan 24 gol (5 penalti), berbagi tempat dengan Giuseppe “Beppe” Signori dari SS Lazio.

Tidak salah memang jika media memberikan julukan Lo Zar (adaptasi dari Tsar – Red) baginya. Namun, apa yang terjadi dengan AS Bari sendiri justru adalah mimpi buruk. Mereka terdegradasi dari Serie A pada musim 1995/1996 setelah finis di posisi 15 dari 18 tim waktu itu.

Padahal, AS Bari diperkuat pemain-pemain yang cukup mumpuni untuk bertahan di Serie A. Di antaranya adalah Alberto Fontana (kiper), Abel Xavier (bek), Kennet Andersson (striker), Klas Ingesson (gelandang), dan Luigi Sala (bek). Begitu juga pemain muda seperti Nicola Ventola (striker), Nicola Legrottaglie (bek), dan Antonio Bellavista (gelandang).

Terlepas dari karamnya AS Bari, Igor Protti menjelma menjadi striker menakutkan setelah hanya mampu mencetak 7 gol pada musim sebelumnya.

Beberapa gol Protti yang membuatnya semakin terkenal antara lain hattrick ke gawang Lazio di pekan ketiga, brace ke gawang Internazionale Milano (dalam kemenangan 4-1), dan total 3 gol melawan Juventus (imbang 1-1 dan 2-2).

Rataan menit per gol striker dari kota Rimini ini juga cukup impresif di liga yang diisi bek dan kiper kelas wahid saat itu, yaitu 119 menit per gol. Lagi pula, Protti tidak bermain di klub besar nan kaya.

Gaya bermain pemilik nomor 10 di AS Bari musim 1995/1996 ini cenderung ngotot, oportunis, berani duel udara, jago menahan bola, serta memiliki tendangan keras. Gol-gol yang ia lesakkan sangat berkelas. Beberapa bahkan diciptakan dengan cara yang cantik.

BACA JUGA:  Tentang Leo yang Lain, Leonardo Bonucci

Coba ambil kembali memori Anda sekitar 20 tahun silam ketika Protti mencetak gol melalui overhead kick ke gawang Atalanta (tandang). Pernah melihat cara Protti melewati Marco Branca, kemudian menghujamkan bola ke gawang Gianluca Pagliuca dari luar kotak penalti (lawan Internazionale di kandang)?

Atau mungkin Anda ingat bagaimana Protti menghajar bola dari luar kotak penalti dengan keras dan membuat Luigi Turci tak berdaya dalam kemenangan dramatis 2-1 lawan Cremonese (kandang)?

Sayangnya, status capocannoniere musim 1995/1996 tak membuat nama Igor Protti tercantum dalam skuat Italia untuk Piala Eropa 1996. Pelatih Arrigo Sacchi lebih memilih Gianfranco Zola, Fabrizio Ravanelli, Enrico Chiesa, Pierluigi Casiraghi, dan sang artis muda, Alessandro Del Piero.

Italia sendiri gagal total. Andai saja Protti yang mengeksekusi penalti saat melawan Jerman, bukannya Zola, mungkin cerita akan lain. Yang pasti, banyak Italiano yang menyesalkan keputusan Sacchi karena tidak membawa Protti ke Piala Eropa 1996.

Musim 1996/1997, Protti hijrah ke Lazio dengan nilai transfer yang tidak diketahui. Ini membuat Lazio memiliki dua ujung tombak maut, yaitu duo top skor liga musim sebelumnya. Namun kenyataan berkata lain.

Lo Zar tidak mampu menunjukkan kemampuannya seperti di AS Bari. Dari 27 penampilan, Protti hanya 16 kali bermain sebagai starter dengan catatan 7 gol. Menit per golnya memburuk ke angka 236. Beberapa menyebutkan lantaran tidak cocok berduet dengan Signori dan dengan sistem kelelatihan Zdenek Zeman.

Hal mengesankan baginya di Lazio adalah ketika mencetak hattrick melawan Reggiana di pekan ke-28 dan gol penyama kedudukan di Derby della Capitale melawan AS Roma pada menit ke-90.

Pada akhirnya, Protti pindah ke Napoli pada musim 1997/1998 dengan status pinjaman. Bukannya membaik, rataan menit per gol Protti justru memburuk dengan total 4 gol dari 27 penampilan. Hasilnya, Protti tidak mendapat tempat lagi di Lazio pada musim 1998/1999.

Seiring kegagalannya di Lazio, Protti dilego ke Reggiana yang bermain di Serie B. Di sana, Protti hanya mencetak 8 gol dari 24 penampilan. Karier Protti terselamatkan setelah klub masa mudanya, Livorno, mengontraknya setelah dilepas Reggiana.

Pada musim 1999/2000, Livorno bermain di Serie C dan tergabung di Grup A. Musim itu, Protti bermain sebanyak 26 kali dan mencetak 11 gol. Sayang, Protti gagal membawa Livorno promosi ke Serie B setelah finis di posisi ke-7 Grup A. Namun semusim setelahnya, dia kembali menjadi “monster depan gawang”.

BACA JUGA:  Apakah Semua Ini Sudah Usai Klose?

Tercatat 17 gol dicetaknya dalam 32 pertandingan untuk menjadi top skor Serie C1 musim 2000/2001. Protti berhasil membawa Livorno ke final play-off promosi ke Serie B. Malangnya, Liverno gagal promosi setelah kalah dari Como.

Musim 2001/2002, Protti lebih menggila dengan 27 gol dari 31 pertandingan. Lagi-lagi menjadi top skor, Protti akhirnya sukses membawa Livorno promosi ke Serie B setelah menjuarai Grup A, Serie C1 2001/2002.

Selanjutnya, Protti mencetak 23 gol dari 37 pertandingan Serie B musim 2002/2003 dan 24 gol dari 46 pertandingan pada 2003/2004. Pada musim terakhirnya di Serie B (2003/2004) Protti membawa Livorno promosi ke Serie A, tempat di mana ia pernah menjadi “raja pencetak gol”.

Bersama Livorno di Serie A, Protti bermain 27 kali dan mencetak 6 gol. Catatannya yang tak begitu bagus sudah cukup untuk membantu Livorno bertahan di Serie A. Selepas musim berakhir, Lo Zar memutuskan untuk pensiun.

Igor Protti adalah salah satu dari dua orang yang pernah menjadi top skor di Serie A, Serie B, dan Serie C1 selain Dario Hubner. Bagi AS Bari, dia adalah “Sang Nomor 10”, tetapi bagi Livorno, dia adalah legenda.

Bahkan, nomor 10 di Livorno sempat dipensiunkan ketika Protti pensiun. Namun, dengan besar hati, ia meminta Livorno untuk “menghidupkan” kembali nomor 10 untuk memberi kesempatan bagi pemain yang memang pantas mengenakannya suatu hari nanti – pemain Livorno selanjutnya dengan nomor 10 adalah Francesco Tavano.

Karier Igor Protti memang ibarat roller coaster, yang timbul dan tenggelam. Ia pernah disegani, dan mendapatkan status sebagai raja pencetak gol. Namun ia juga pernah dicap gagal, dan sempat “terbuang”.

Terlepas dari kariernya yang timbul dan tenggelam, Igor Protti adalah seorang legenda. Yang akan selalu dikenang sebagai pemain hebat dan memberi warna pada sejarah panjang Serie A Italia.

 

Komentar
Mahasiswa Ilmu Ekonomi yang sangat menyukai sepak bola. Bisa dihubungi lewat Twitter @dibyodigdoyo.