Giovanni Simeone: Rocky Balboa, Zen, dan Jalan Menuju Mimpi

Penyerang Napoli, Giovanni Simeone. (eurosport.com)

Giovanni Simeone, putra Diego, pelatih Atletico Madrid punya playlist publik di Spotify yang bisa kamu akses. Cari saja di google dengan kata kunci “Giovanni Simeone Playlist” maka kamu akan menemukan lagu-lagu Coldplay dan satu playlist yang menarik, yang ia namai “meditacion” berisi musik-musik Zen. Di mata generasi sekarang, barangkali ia akan dijuluki edgy atau pick me boy karena minatnya yang tidak biasa. Namun, ia melakukan itu karena memang menyukainya. Simeone Jr adalah seorang Buddhis yang suka bermeditasi, memancing, membaca buku, menyukai sejarah, dan belajar banyak soal psikologi.

Saat masih bermain di Argentina bersama River Plate, tiap akhir pekan setelah pertandingan Simeone memilih pergi memancing bersama temannya di saat pesepakbola lain kebanyakan pergi ke kelab untuk merayakan kemenangan atau mengakhiri hari dengan menangisi kekalahan. Meditasi adalah bagian dari hidupnya yang mendukung performa ganas di lapangan. Ia menggunakan itu sebagai cara menghilangkan grogi dan ragu serta memacu motivasi sebagai atlet profesional.

Bibinya, Carla adalah seorang mental coach yang juga berkecimpung di dunia olahraga. Dari sang bibi, Simeone belajar banyak soal psikologi dan meditasi. Dari sana juga, ia kemudian berkenalan dengan Rocky Balboa, karakter petinju fiksi populer dari judul film yang sama. Balboa berjasa besar dalam pertumbuhannya sebagai atlet. Simeone jatuh cinta dengan visualisasi dan jalan cerita karakter yang diperankan oleh aktor veteran, Sylvester Stallone tersebut. “If you know what you’re worth, then go out and get what you’re worth,” mungkin menjadi salah satu quote dari Balboa yang memperteguh keinginan Simeone untuk berkelana ke Eropa.

Tato lingkaran 8 bintang yang menghiasi lengan kirinya sejak usia 13 tahun menunjukkan begitu kuat mimpi yang ia dambakan, sebelum akhirnya Simeone meneteskan air mata haru setelah sukses mencetak gol di panggung UCL perdananya kala Napoli mempermalukan Liverpool dengan skor 4-1. Sungguh perasaan yang melegakan ketika mimpi menjadi nyata setelah 14 tahun lamanya. Keinginan Simeone ke Eropa memang telah melekat sejak kecil ketika mengikuti jejak karier sang ayah saat memperkuat Sevilla, Atletico Madrid, Inter Milan, hingga Lazio sebagai salah satu gelandang top saat itu.

Suatu hari saat usianya 15 tahun dan bermain untuk akademi River Plate, kakeknya datang untuk melihat pertandingan dan memuji kehebatan Simeone remaja di lapangan. Namun, Simeone tak merasa cukup puas karena hanya “Eropa, Eropa, dan Eropa” yang terus muncul di pikirannya. Hingga pada 2016, saat berusia 22 tahun Simeone akhirnya mendapat kontrak pertama di Eropa bersama Genoa. Kini 73 gol berhasil dikantongi selama enam tahun berseragam Genoa, Fiorentina, Cagliari, Hellas Verona, dan sekarang menjalani peminjaman di Napoli.

Musim 2021/2022 barangkali adalah musim terbaiknya sebagai striker di Hellas Verona, catatan golnya mencapai angka 17, tertinggi selama Simeone berkiprah di Eropa. Tapi musim ini adalah masa yang sangat dinanti olehnya karena berkesempatan tampil di panggung paling bergengsi di Eropa bersama Napoli. Sebagai pesepakbola, Simeone jauh berbeda dari Diego. Selain karena posisi, karakter, dan gaya mainnya yang juga sangat amat berseberangan. Mungkin para penikmat sepakbola akan kaget karena Diego yang terkenal keras dan berisik justru melahirkan anak sulung yang mencintai ketenangan.

Simeone memang akan selalu berada di balik bayang-bayang sang ayah yang punya karier cemerlang sebagai pemain. Namun ia memilih keluar dari sana dengan caranya sendiri. Jika Diego populer dengan dark arts-football yang mengandalkan fisik, defensif, dan seringkali provokatif, maka Simeone tumbuh sebagai penyerang buddhis yang tenang, jujur, dan penuh dengan respect. Lagi-lagi, meditasi membantunya tampil sedemikian rupa. Sebelum laga dimulai, Simeone terbiasa melakukan meditasi dan punya sebuah buku catatan berisi setiap detail tim lawan yang akan ia hadapi. Kadang ia juga akan melihat kembali cuplikan-cuplikan dari film Rocky Balboa dan menyerapi setiap kata mutiara yang keluar dari mulut idolanya tersebut.

Ia percaya bahwa keseimbangan adalah segalanya. Jika keseimbangan dalam hal fisik hingga mental itu bisa dicapai, maka Simeone percaya bahwa semua akan bekerja baik-baik saja dan sebagaimana mestinya. Penyerang kelahiran Buenos Aires itu juga percaya bahwa semuanya tak akan bisa didapat tiba-tiba. Ada proses yang harus ia lalui sehingga selain meditasi, kelebihannya ada pada etos kerja yang menyeramkan. Segera setelah menikah dengan Giulia Coppini, pasangan bahagia itu pergi bulan madu ke Maldives. Bukannya jalan-jalan dan menikmati pemandangan, keduanya punya cara lain menghabiskan waktu berdua, yakni di gym. Simeone merasa beruntung istrinya juga menyukai olahraga, jika tidak mungkin ia langsung dimintai cerai segera!

Keseimbangan dalam dirinya kemudian membawa Simeone ke level tertinggi sekarang. Ia menjadi solusi jika Napoli menemui kebuntuan. Dari total enam laga yang ia jalani musim ini, Simeone belum pernah tampil penuh sejak menit awal. Tapi, perannya cukup krusial sebagai super sub, terkini saat ia menjadi penentu atas kemenangan 2-1 dari sang juara bertahan, AC Milan. Masuk di menit 66, 12 menit berselang Simeone mendapat bola di luar kotak penalti. Merasa dikepung, ia menarik bola dan mengoper ke Mario Rui yang berada di halfspace belakang. Simeone langsung lari menusuk dari second line dan meminta bola. Tandukannya kemudian membawa Napoli ke puncak klasemen sementara Serie A.

Pasca Victor Osimhen dibekap cedera, Simeone bakal lebih banyak mendapat menit bermain di bawah arahan Luciano Spalletti. Rekam jejaknya selama di Eropa memang masih naik turun sebelum musim lalu mencapai kondisi terbaik. Musim ini Simeone tengah menjalani mimpi. Saatnya ia membuktikan bahwa Simeone bukanlah Little Cholo-nya sang ayah ‘metal’, tapi seorang buddhis dengan ketenangan tingkat tinggi di depan gawang lawan.

Komentar

This website uses cookies.