Harmoni di Tubuh Inter

Banjir cedera yang dialami Internazionale Milano tentu memusingkan kepala Antonio Conte sebagai pelatih. Pria berusia 50 tahun tersebut kudu memutar otak supaya performa tim asuhannya tidak merosot dan tetap sanggup mengemas hasil positif. Tak terkecuali di laga kontra Genoa dini hari tadi (22/12).

Minus Kwadwo Asamoah, Alexis Sanchez dan Nicolo Barella yang tengah memulihkan diri plus Marcelo Brozovic dan Lautaro Martinez yang menjalani menjalani hukuman akumulasi kartu, Conte menggantungkan harapan kepada para pelapis seperti Roberto Gagliardini, Sebastiano Esposito dan Borja Valero.

Bertempur di hadapan Interisti yang memadati Stadion Giuseppe Meazza, La Beneamata sukses mengepak poin sempurna usai menggunduli anak asuh Thiago Motta dengan skor 4-0 via gol yang diciptakan Esposito, Gagliardini, dan Romelu Lukaku (dua gol).

Lepas dari Sindrom Inkonsistensi

Alih-alih merasa bahagia karena libur musim dingin nan panjang tiba, ada kubu yang seringkali gelisah luar biasa tatkala pengujung tahun (bulan Desember) menyapa. Ya, momen ini seperti kisah horor yang tak pernah selesai bagi Interisti dalam kurun beberapa musim pamungkas.

Bagaimana tidak, di bulan kedua belas kalender Masehi tersebut, performa Inter begitu identik dengan inkonsistensi. Seakan tak cukup sampai di situ, borok di sisi internal La Beneamata juga kerap terekspos pada periode ini sehingga konsentrasi tim dan juga fans, terpecah pada hal-hal yang sejatinya tidak penting.

Apesnya lagi, keadaan itu acap berlanjut sampai bulan Februari di tahun yang baru sehingga posisi Samir Handanovic dan rekan-rekannya kian tercecer di papan klasemen dan sulit sekali untuk bangkit.

Segembira apapun Interisti merayakan Natal dan Tahun Baru bersama keluarga, kekasih dan sahabat, ada guratan cemas dan jengah saat ingatan mereka beranjak ke Inter. Tak terkecuali di musim ini saat ditukangi Conte.

BACA JUGA:  Corona, Dunia Olahraga dan Nyawa Manusia

Kekhawatiran bahwa klub kesayangan mereka belum dapat keluar dari situasi mencekam terus membayangi. Terlebih, sebelum menang atas Genoa, La Beneamata mesti puas dengan raihan satu angka sewaktu melawan AS Roma (6/12) dan Fiorentina (15/12).

Wajib diakui bahwa kemenangan itu sangat berarti untuk Handanovic dan kawan-kawan. Selain menyamakan koleksi angka dengan sang rival, Juventus, guna bersaing memperebutkan titel Scudetto, mereka juga memelihara catatan tak terkalahkan di sepuluh giornata terakhir.

Hal di atas tentu modal yang apik buat Inter selama jeda kompetisi. Paling tidak, kondisi mental mereka berada di titik yang paripurna sebelum tancap gas lagi manakala Serie A berputar kembali pada awal Januari 2020.

Melepaskan diri dari sindrom inkonsistensi penampilan yang kerap mereka alami di pengujung tahun dan awal tahun baru adalah keharusan demi menuntaskan misi beroleh hasil lebih baik dibanding musim-musim sebelumnya. Gagal menunaikannya adalah perkara pelik untuk La Beneamata.

Indahnya Harmoni

Ketimbang musim sebelumnya bareng Luciano Spalletti, ada hal berbeda yang diperlihatkan Inter bersama Conte. Hal itu berkaitan dengan harmoni yang tercipta di tubuh klub.

Salah satu contoh harmoni tersebut menyeruak di partai versus Genoa. Pada menit ke-64, wasit menghadiahkan penalti kepada Inter usai penggawa I Grifoni melanggar Gagliardini di area terlarang. Sebagai ujung tombak sekaligus eksekutor utama tendangan penalti, Lukaku berpeluang menambah pundi-pundi golnya via momen tersebut.

Akan tetapi, penyerang Belgia itu menunjukkan gestur mengagumkan. Bukannya bertindak egois dengan mengeksekusi sendiri, Lukaku malah meminta tandemnya di lini serang dini hari tadi, Esposito, untuk maju sebagai algojo.

Kesempatan itu pun tak disia-siakan sang penggawa muda yang berhasil melesakkan gol ketiga Inter dalam laga tersebut sekaligus mengukir gol debutnya di kancah Serie A.

BACA JUGA:  Sepak Bola dan Kehidupan Lain yang Lebih Penting

Berdasarkan statistik yang dihimpun via Opta, Esposito pun resmi jadi pemain termuda kedua sepanjang sejarah La Beneamata yang bikin gol di ajang Serie A.

Satu yang pasti, momen di atas menunjukkan bahwa atmosfer di tubuh Inter sedang bagus dan nyaman. Ditambah lagi tak ada berita negatif perihal internal tim, baik relasi pemain dengan pemain, pemain dengan pelatih atau bahkan klub dengan agen pemain, yang bikin gaduh sebab muncul di berbagai media seperti sebelumnya.

Pada titik ini, Handanovic dan kolega seperti meminjam dan mengimplementasikan motto kepunyaan Arsenal yaitu Victoria Concordia Crescit alias kemenangan/keberhasilan dapat digapai melalui keharmonisan di tubuh tim.

Atmosfer positif macam itu jelas bermanfaat untuk Inter yang selama beberapa musim terakhir lekat dengan status medioker. Situasi demikian patut dipelihara dengan sempurna agar fokus mereka buat memperebutkan gelar juara Serie A tidak tergoyahkan.

Komentar