Dalam kurun 13 laga pada awal musim Serie A 2020/2021, Genoa yang diasuh Rolando Maran hanya memenangkan satu laga. Alhasil, I Grifoni terdampar di zona merah dan terancam turun kasta. Ogah klubnya mengalami itu, Enrico Preziosi selaku Chairman lantas mendepak Maran dan menggantikannya dengan Davide Ballardini.
Mengganti pelatih di saat kompetisi sudah berjalan barangkali bisa dikatakan sebagai sebuah perjudian besar.
Namun keinginan untuk mengubah nasib jadi alasan utama Genoa melakukannya. Terlebih, kompetisi sudah nyaris separuh jalan.
Apalagi pada awal musim, lebih dari sepuluh penggawa tim yang berkandang di Stadion Luigi Ferraris tersebut dinyatakan terjangkit Covid-19.
Menariknya, ‘debut’ Ballardini langsung diwarnai dengan kemenangan. Bertandang ke markas Spezia (24/12/2020), Goran Pandev dan kolega unggul 2-1. Hasil positif itu mendongkrak mentalitas tim yang sebelumnya loyo.
Berbekal pendekatan yang tepat dari pria kelahiran Ravenna tersebut, Genoa kemudian rajin meraup poin sepanjang bulan Januari sampai Februari.
Lazio, Atalanta, Torino, dan Hellas Verona mereka imbangi. Sementara Bologna, Cagliari, Crotone, dan Napoli sukses dibungkam. Praktis, kekalahan cuma diderita dari Sassuolo dan Inter Milan.
Catatan apik itu mengatrol posisi Genoa di classifica. Usai lama mendekam di papan bawah, perlahan-lahan mereka melesat ke papan tengah.
Sayangnya, sepanjang Maret ini performa mereka justru menurun. Dari empat laga yang dijalani, I Grifoni cuma menang sekali, imbang dua kali, dan kalah sekali. Alhasil, posisi mereka melorot ke peringkat 13 (sampai giornata ke-28).
Grafik meningkat yang dipertontonkan Pandev dan kolega juga terlihat di Piala Italia.
Pada babak ketiga, mereka sukses membenamkan Catanzaro. Di babak keempat, pertemuan dengan sang rival sekota, Sampdoria, dalam tajuk Derbi della Lanterna juga berhasil dimenangkan via skor 3-1.
Langkah I Grifoni di ajang piala domestik ini baru terhenti pada fase 16 besar manakala dikandaskan Juventus dengan kedudukan akhir 2-3. Namun patut diingat bahwa laga itu berjalan sangat alot dan mesti diselesaikan dalam tempo 120 menit.
Tampaknya Ballardini sudah menemukan komposisi yang pas dalam formasi 3-5-2 andalannya. Posisi penjaga gawang dipegang oleh Mattia Perin. Trio difensore dipercayakan kepada kapten tim, Domenico Criscito, Andrea Masiello, dan Ivan Radovanovic.
Menariknya, baik Criscito maupun Radovanovic disulap oleh Ballardini untuk tampil sebagai bek tengah. Padahal kedua pemain ini memiliki posisi natural sebagai fullback dan gelandang bertahan.
Posisi wingback kanan dan kiri diberikan kepada Davide Zappacosta dan Lennart Czyborra. Sedangkan pos tiga gelandang tengah ditempati oleh Miha Zajc, Milan Badelj, dan sosok asal Belanda yang baru direkrut bulan Januari lalu, Kevin Strootman.
Selain mereka, Ballardini juga masih punya gelandang-gelandang muda potensial seperti Filippo Melegoni, Manolo Portanova, dan Nicolo Rovella. Ciamiknya, sang pelatih mengerti cara terbaik memaksimalkan kemampuan tiga sosok muda ini.
Barisan depan mungkin menjadi lini yang masih sering dirotasi. Mattia Destro, Pandev, Eldor Shomurodov, Marko Pjaca, dan Gianluca Scamacca mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi andalan tim di lini depan.
Meskipun dari lima nama tadi, Destro yang paling mencuat dengan sembilan golnya dan menempatkannya sebagai pencetak gol terbanyak sementara Genoa di Serie A.
Perjudian yang diambil manajemen dengan mengganti pelatih di tengah musim boleh dibilang cukup berhasil. Namun posisi Genoa masih jauh dari kata aman.
Hingga tulisan ini dibuat, jarak mereka dengan klub yang ada di peringkat 18, Cagliari, masih terpaut sembilan poin. Mengingat kompetisi masih menyisakan 10 giornata, apapun masih bisa terjadi.
Seperti yang saya tuliskan sebelumnya, Genoa cuma sanggup menang sekali di bulan Maret.
Hal itu bikin tim-tim yang ada di bawah mereka kian mendekat sebab mampu meraih hasil positif.
Genoa butuh konsistensi dan kontinuitas untuk mewujudkan misi sintas bersama Ballardini.
Sialnya, di sisa musim ini mereka masih harus berjumpa Juventus, AC Milan, Lazio, dan Atalanta. Kita semua tahu bahwa keempat tim ini tengah berburu gelar liga maupun tiket ke kejuaraan antarklub Eropa.
Lawan-lawan lain yang mesti dihadapi I Grifoni adalah Parma, Benevento, Spezia, dan Cagliari yang sama-sama mengusung ambisi bertahan di kasta teratas sepakbola Italia.
Keadaan itu bikin Ballardini dan anak asuhannya tidak boleh lengah. Mereka, gampang ataupun sulit, kudu mampu mengeruk poin sebanyak-banyaknya demi jaminan sintas.
Tifosi Genoa sendiri boleh berharap pada racikan pria yang pernah mengasuh Bologna dan Palermo itu.
Sebelumnya, Ballardini pernah membesut Genoa di tiga kesempatan berbeda. Situasinya pun mirip seperti sekarang.
Pada periode pertamanya di musim 2010/11, Ballardini datang menggantikan posisi Gian Piero Gasperini.
Saat itu Serie A sudah menginjak giornata 10 dan Genoa berada di posisi 14. Di akhir musim, pelatih berkepala plontos ini mampu membawa tim duduk di tangga kesepuluh.
Periode kedua sang pelatih bersama Genoa terjadi dua musim berikutnya, tepatnya musim 2012/13.
Kondisi Genoa saat itu jauh lebih buruk dengan menempati urutan ke-18 dan liga sudah memasuki giornata 21.
Namun Ballardini yang hadir mengisi pos yang sebelumnya ditempati oleh Luigi Delneri berhasil menyelamatkan tim dari degradasi dengan menyelesaikan musim di peringkat 17.
Pada periode ketiganya, musim 2017/18, Genoa yang dilatih Ivan Juric terpuruk di posisi ke-18 kendati saat itu kompetisi baru menyelesaikan 12 pekan.
Ballardini yang menggantikan Juric diminta untuk menyelamatkan tim dan akhirnya sukses membuat I Grifoni finis di posisi 12 klasemen akhir.
Bermodal keberhasilan itu, manajemen mempercayai Ballardini untuk menakhodai Genoa sejak awal musim 2018/2019.
Ironisnya, ia cuma bertahan delapan giornata meski saat didepak, Genoa ada di posisi ke-12. Sungguh aneh tetapi nyata.
Melihat sepak terjangnya selama ini bersama klub peraih sembilan gelar Scudetto tersebut, bisa jadi Ballardini memang lebih cocok menangani tim dari tengah musim.
Kecocokan itu sendiri akan terkonfirmasi dengan jelas apabila ia, sekali lagi, dapat mempertahankan eksistensi Genoa di Serie A pada akhir musim nanti.