Internazionale (Inter) menjamu AS Roma pada lanjutan kompetisi Serie A (26/4/15). Setelah tampil mengecewakan dalam Derby Della Madonnina – yang berakhir tanpa gol – Inter harus melawan Roma yang berada di peringkat kedua klasemen. Perbedaan peringkat yang cukup jauh rupanya tidak menggambarkan jalannya pertandingan. Organisasi permainan Roma justru terlihat seperti tim medioker sedangkan Inter mampu menunjukkan penampilan yang solid.
Susunan pemain
Pada laga ini, Roberto Mancini kembali mengandalkan formasi 4-3-1-2/4-1-2-1-2, meski dengan perubahan minor. Gary Medel yang terkena akumulasi kartu digantikan oleh Marcelo Brozovic dan menggeser Assane Gnoukouri ke pos no.6. Sementara itu, Mateo Kovacic yang tampil bagus saat melawan AC Milan hanya duduk di bangku cadangan dan digantikan oleh Freddy Guarin. Selebihnya, susunan pemain yang diturunkan oleh Mancini sama dengan saat tampil melawan Milan.
Rudi Garcia kali ini kembali mengandalkan formasi 4-3-3/4-1-4-1-nya. Garcia mengubah sebagian besar susunan pemainnya setelah tampil mengecewakan melawan Atalanta. Davide Astori yang terkena akumulasi kartu posisinya digantikan oleh Kostas Manolas. Alessandro Florenzi – yang pada pertandingan melawan Atalanta bermain di lini tengah – menggantikan Vasilis Torosidis di posisi fullback kanan. Daniele De Rossi – yang kembali setelah menjalani suspensi – kembali masuk ke dalam starting XI menggantikan Leandro Paredes. Sementara itu, Gervinho dan Victor Ibarbo menggantikan Juan Iturbe dan Adem Ljajic.
Manajemen ruang Roma
Roma memulai pertandingan dengan tempo lambat. Pressing yang mereka terapkan juga tidak terkoordinasi dengan baik. Roma menggunakan sistem pressing situasional dalam skema 4-1-4-1. Fransesco Totti yang diposisikan sebagai ujung tombak menjadi titik lemah sistem pressing Roma. Pergerakannya yang lambat mejadi kendala bagi Roma untuk mendapat akses pressing ke pemain-pemain Inter – terutama barisan pertahanan. Pemosisian yang dilakukan oleh Totti tidak jelas antara menjaga Gnoukouri atau mencari akses pressing ke duo Nemanja Vidic dan Andrea Ranocchia.
Selain itu, Miralem Pjanic dan Radja Nainggolan yang bermain sebagai gelandang sering memosisikan diri mereka terlalu dalam. Keduanya terlalu terpaku pada pergerakan Brozovic dan Guarin, sehingga ketika Totti mencoba untuk mendapatkan akses pressing ke lini pertahanan Inter, terbuka ruang yang sangat luas bagi Gnoukouri. Alhasil, ketika Pjanic dan Nainggolan mencoba melakukan pressing ke Gnoukouri, De Rossi justru berdiri terlalu jauh sehingga dirinya harus meng-cover area yang cukup luas.
Bukan hanya itu, pressing yang coba dilakukan oleh Nainggolan dan Pjanic justru akan membuka ruang bagi pemain Inter lainnya seperti terlihat pada diagram di atas.
De Rossi
Selain manajemen ruang Roma yang buruk, organisasi mereka saat bertahan juga tidak terlihat. Roma sering membiarkan ruang di depan kotak penaltinya tidak terkawal. De Rossi yang bermain sebagai no.6 terlalu sering ikut masuk ke kotak penalti, sedangkan Pjanic dan Nainggolan tidak meng-cover ruang yang ditinggalkan De Rossi. Pjanic dan Nainggolan lebih memilih untuk melakukan pressing. Gol pertama Inter yang dicetak oleh Hernanes berawal dari situasi semacam ini. Hernanes yang masuk ke dalam kotak penalti melihat ruang di belakangnya tidak terkawal dan memutuskan untuk turun menjemput bola sebelum melepas tendangan menggunakan kaki kirinya.
Counter-attack Roma
Melawan dua penyerang yang diturunkan oleh Mancini, Garcia tampaknya menginstruksikan kedua fullbacknya agar menjaga agar jarak dengan bek tengah tetap rapat. Hal ini cukup beralasan karena baik Rodrigo Palacio maupun Mauro Icardi memiliki kecepatan yang cukup baik. Dengan demikian, kedua penyerang ini tidak dapat menemukan channel yang mungkin untuk dieksploitasi.
Namun hal ini justru membuat ruang bagi fullback Inter untuk melakukan overlapping run terbuka lebar, terutama di sisi kiri pertahanan Roma. Danilo D’Ambrosio yang bermain sebagai fullback kanan Inter sering mendapatkan ruang untuk melakukan overlapping run. Sedangkan di sisi kiri, Juan Jesus kurang aktif melakukan overlapping run karena Palacio lebih sering bergerak ke sisi kiri.
Hal ini memaksa kedua sayap Roma untuk ikut membantu pertahanan dan meninggalkan Totti sendirian di depan. Totti yang kini berusia 38 tahun tidak lagi memiliki kecepatan, sehingga ketika mendapatkan peluang untuk melakukan counter attack pemain-pemain Inter dapat dengan mudah mengantisipasi dan mengorganisasi pertahanan mereka.
Build-up serangan Roma lambat
Sistem pressing yang diterapkan Inter. Terdapat ruang yang terbuka lebar di sisi yang jauh dari bola (kiri). Terlihat pemosisian Icardi dan Palacio tidak jelas, namun Florenzi lebih memilih untuk memberikan bola ke Manolas daripada ke De Rossi (kanan).
Inter menerapkan sistem pressing situasional dalam skema 4-3-2-1 dan 4-4-2. Ketika tidak terorganisasi, Inter lebih cenderung menggunakan skema 4-3-2-1 dengan orientasi ruang. Palacio akan turun lebih ke dalam dan membantu mempersempit ruang efektif di mana bola berada sehingga kombinasi-kombinasi umpan yang dilakukan Roma akan sulit dilakukan. Sistem pressing dengan orientasi ruang ini secara natural sebenarnya memiliki kelemahan yaitu terbukanya ruang di sisi jauh dari bola. Namun, Roma kurang cepat dalam memindahkan bola sehingga Inter cepat mengorganisir pertahanannya.
Ketika pertahanan Inter lebih terorganisasi, mereka cenderung berada dalam pola 4-4-2 dengan orientasi posisi. Hernanes berdiri sejajar dengan Gnoukouri sementara Guarin dan Brozovic melebar. Ruang antarlini berhasil ditekan sehingga progresi permainan Roma dapat diperlambat.
Seydou Keita
Pada babak kedua, Rudi Garcia menarik Totti dan menggantikannya dengan Seydou Keita. Roma bermain dengan pola 4-2-2-2/4-3-1-2, Keita bermain di posisi no.6 bersama De Rossi. Pjanic dan Nainggolan bermain di belakang duet penyerang Gervinho-Ibarbo. Dengan skema ini, Roma dapat dengan mudah mendapat akses pressing saat Inter mencoba untuk membangun serangan dari belakang.
Selain itu, Roma juga dapat lebih mudah dalam mendapatkan akses counterpressing karena serangan-serangan yang mereka bangun dilakukan dalam blok-blok yang lebih sempit. Gol penyeimbang yang dicetak oleh Radja Nainggolan pada menit ke-63 memang berasal dari blunder yang dilakukan oleh Ranocchia. Namun, hal tersebut dapat terjadi karena Pjanic yang berada di area counterpressing menutup akses umpan ke tengah.
Pada menit ke-78, Mancini menarik Guarin dan menggantikannya dengan Xherdan Shaqiri. Masuknya Shaqiri ini sekaligus mengubah formasi Inter menjadi 4-3-3. Lini tengah Inter diisi oleh Gnoukouri, Hernanes dan Mateo Kovacic – yang masuk pada menit ke-71 menggantikan Brozovic. Sedangkan trio lini depan diisi oleh Palacio – yang bermain sebagai inside forward kiri, Icardi dan Shaqiri – yang bermain sebagai inside forward kanan.
Sementara itu, Garcia beralih ke skema 4-2-3-1 dengan memasukkan Juan Iturbe pada menit ke-78 menggantikan Pjanic. Iturbe bermain sebagai sayap kanan, namun tidak jelas siapa yang mengisi posisi sayap kiri maupun pos no.10. Nainggolan dan Ibarbo bermain terlalu dekat di area halfspace kiri.
Hal ini menyebabkan pressing yang mereka terapkan menjadi tidak terkoordinasi dengan baik. Melihat hal ini, Mancini memasukkan Podolski menggantikan Gnoukouri dan beralih ke skema 4-2-3-1. Podolski bermain di sayap kanan sedangkan Shaqiri beralih ke posisi no.10. Hal ini terbukti mampu menjadi faktor utama kemenangan yang diraih Inter. Inter mampu dengan cepat mengalirkan bola ke Podolski sebelum memberikan umpan ke Icardi di dalam kotak penalti dan mencetak gol kemenangan Inter.
Fransesco Totti memang merupakan ikon dari klub ibukota Italia tersebut. Namun, usianya yang sudah terlampau uzur tampaknya menjadi permasalahan tersendiri jika harus berurusan dengan mobilitas. Kasus yang sama juga kita temui pada Steven Gerrard. Fans Liverpool kini menganggapnya sebagai titik lemah dalam timnya karena mobilitasnya yang menurun jauh. Mungkin sudah saatnya bagi Totti untuk benar-benar mengakhiri karirnya di Giallorossi.