J-League dengan Nama Klub yang Unik dan Menarik

Perdebatan tentang nama-nama klub sepakbola, utamanya di Indonesia, seakan jadi lahan basah yang selalu menarik perhatian.

Banyak yang merasa bahwa klub-klub dengan nama “Per” yang merujuk pada era Perserikatan, di mana mereka berkompetisi pertama kali, begitu membosankan.

Terlebih, ada beberapa kesebelasan dari kota berbeda memiliki nama yang serupa. Misalnya saja Persiba, ada yang dari Balikpapan, ada juga yang dari Bantul.

Lalu ada Persik asal Kediri serta Persik dari Kendal. Hal tersebut kadang menciptakan kerancuan tersendiri.

Namun layaknya lambang, nama adalah identitas sehingga mesti dijaga sampai kapanpun. Apalagi kultur sepakbola di Indonesia begitu meninggikan sejarah.

Mengganti nama atau logo klub bisa memunculkan resistensi kuat dari para penggemar.

Keadaan berbeda terjadi di jiran kita, Thailand. Nama klub sepakbola di sana meletup sebagai daya tarik.

Klub-klub yang semula menyandang nama perusahaan, bergeser perlahan dengan menggandeng nama daerah di mana mereka bermukim untuk mencari massa. Contohnya adalah BG Pathum United dan SCG Muangthong United.

Sementara di Vietnam, banyak klub sepakbola yang menggandeng nama sponsor agar dapat bertahan di kerasnya industri sepakbola. Viettel FC dan Becamex Binh Duong adalah contohnya.

Bergeser lebih ke utara lagi, ada klub-klub asal Jepang yang memiliki nama-nama khas, unik, dan menarik. Perkembangan sepakbola yang begitu pesat di Negeri Sakura ikut mengubah kultur di sana.

Mulanya, klub-klub J-League (nama kompetisi resmi Liga Jepang) pada awal 1990-an didominasi oleh nama perusahaan.

Hal ini terbilang wajar karena tim-tim tersebut didirikan oleh sejumlah perusahaan ternama di sana pada. Misalnya saja Nissan Motors FC (perusahaan otomotif) dan Yomiuri FC (perusahaan media).

Namun seiring berjalannya waktu, klub-klub itu tumbuh, berkembang dan semakin profesional.

Bak peleburan Indonesia dan Thailand, klub-klub Jepang mengganti nama mereka sebagai cara mengeruk massa sekaligus menjadi simbol suatu daerah.

Nissan Motors FC berubah nama menjadi Yokohama Marinos. Sedangkan Yomiuri FC bertransformasi jadi Verdy Kawasaki.

Meski bisa dikatakan terlambat dalam membangun kerajaan sepakbolanya. Namun perihal meniti dari bawah, mulai dari menciptakan ikon seperti Captain Tsubasa, membangun liga semi-pro Japan Soccer League dan juga tim-tim yang berasal dari universitas serta perusahaan menjadi upaya menyokong hadirnya J-League.

Bersamaan dengan hadirnya J-League, nama tim yang ada tak pernah lagi dianggap main-main. Semuanya dipikirkan secara matang dan memiliki makna yang terkandung di dalamnya.

Nama-nama seperti Antlers, Red Diamonds, Verdy, Marinos, Flügels, S-Pulse, hingga Sanfrecce mewarnai debut J-League.

Nama-nama yang bisa dibilang, sangat asing untuk bahasa Jepang itu sendiri. Nama-nama yang nyatanya punya nilai prinsip seperti tim di Indonesia, pun punya nilai jual kedaerahan layaknya tim Thailand.

Bagaimana kultur nama ini bisa bergerak dengan cepat dan menarik perhatian? Ternyata J-League, melalui asosiasi sepakbola Jepang (JFA) memiliki langkah strategis untuk menyiapkan itu semua.

Dentsu Advertising adalah jawaban yang memuaskan dan terbukti nyata.

Mereka yang merancang nama dengan makna-makna yang terselip di dalamnya, pun dengan logo yang bisa dibilang ciamik lantaran tidak serupa dengan logo Pemerintah Kota, Kabupaten atau Provinsi.

Dentsu Advertising sendiri bukan tanpa pengalaman apa-apa. Mereka pernah menggarap beberapa tender besar seperti Piala Kirin era 1980-an.

Mereka mengusulkan untuk mengubah nama tim-tim di Jepang yang awalnya berbasis perusahaan, menjadi basis kota, sejarah, hingga filosofi mereka bermain di lapangan.

Dari sana, Dentsu Advertising menghadirkan nama-nama yang bisa dibilang unik, menarik dan tidak norak.

Beberapa tim lintang pukang mengganti nama semisal Furukawa Electric menjadi JEF United Chiba, Toyo Industries menjadi Sanfrecce Hiroshima, Yanmar Diesel menjadi Cerezo Osaka, Mitsubishi Heavy Industries menjadi Urawa Red Diamonds.

Identitas kota diambil untuk mengeruk basis massa di Jepang, sedangkan nama satunya yang terkesan asing, digunakan agar J-League mendunia.

Walau nama-nama seperti Sanfrecce hingga Cerezo terkesan asing, Dentsu Advertising tak pernah asal menyematkan nama tersebut.

Semua ada makna entah sejarah tim, kota, perusahaan yang dulunya menjadi rumah tim tersebut, atau malah filosofi yang kental.

Misalnya saja Kashima Antlers di mana Kashima sendiri dalam bahasa Jepang artinya adalah Pulau Rusa, sedang Antlers melambangkan identitas daerah tersebut dengan arti tanduk rusa.

Jika merujuk kepada identitas kota, maka Nagoya Grampus pantas menjadi rujukan. Terdapat lumba-lumba di logo mereka. Lumba-lumba tersebut merujuk kepada gambaran lumba-lumba yang berada di atas Kastil Nagoya.

Lumba-lumba tersebut berjenis Risso yang sering diibaratkan Lumba-lumba Biksu. Dan nama latin lumba-lumba ini adalah Grampus Griseus.

Membicarakan sebuah filosofi, maka Sanfrecce Hiroshima adalah jawabannya. Kata Sanfrecce dijadikan simbol semangat oleh tim yang bermarkas di Hiroshima ini dengan melibatkan sejarah.

Sanfrecce merupakan adopsi dari bahasa Jepang dan Italia yang digabungkan yakni “san” dan “frecce” yang jika diartikan menjadi tiga anak panah. Tiga anak panah adalah simbol Kota Hiroshima sebagai tanda jasa kepada para pahlawannya.

Yang masih menjadikan industri sebagai identitas, tentu saja Yokohama Marinos dan Yokohama Flügels.

Dua tim yang kemudian melakukan merger untuk menjadi Yokohama F. Marinos ini mengusung identitas Yokohama sebagai pusat industri di Jepang.

Kota terbesar nomor dua setelah Tokyo ini menyematkan nama Marinos yang mengacu pada terminologi ‘marine’ alias kelautan sebab Yokohama merupakan kawasan pelabuhan.

Sementara F memiliki arti dari Flügels. Nama itu sendiri adalah serapan dari bahasa Jerman yang artinya adalah sayap. Hal ini diambil dari sponsor mereka saat itu yakni salah satu maskapai penerbangan di Jepang.

Proses merger dua tim ini nyatanya tak menyenangkan semua pihak. Suporter Flügels lantas membentuk sebuah tim baru yang bernama Yokohama FC dan kini eksis juga di kasta teratas J-League.

Sebagai perwujudan identitas sponsor yang sudah melekat, Urawa Red Diamonds memiliki kisah uniknya perihal nama.

Klub yang berbasis di Saitama ini menyerapnya dari logo Mitsubishi sebagai sponsor utama mereka yaitu berlian merah yang hingga kini masih menjadi sponsor utama bagi tim yang menjuarai Liga Champions AFC 2007 dan 2017 ini.

Hanya soal nama, Jepang sudah berbenah dan berpikir perihal untung rugi bagi tim. Mereka menimang segalanya demi kebaikan bersama.

Karena mereka sadar, sepakbola yang hanya berpangku tangan pada dana daerah, maka bunuh diri secara perlahan adalah hasilnya.

Dengan nama yang lebih luwes dan khas, sponsor apa saja bisa masuk dan tak ragu untuk menanamkan modalnya di J-League.

Mereka yang terjun dalam persepakbolaan Jepang juga sadar bahwa sepakbola, utamanya J-League, terus bergerak menuju arah industri di mana uang menjadi perputaran utama.

Memikat sponsor dan basis massa kedaerahan dengan nama yang khas, unik dan menarik menjadi cara klub-klub sepakbola di Negeri Sakura menjaga eksistensinya sampai hari ini.

Komentar

This website uses cookies.