Baru-baru ini, Hans-Wilhelm Muller-Wohfart, dokter tim FC Bayern, mengumumkan pengunduran dirinya. Dokter yang sudah bekerja untuk The Bavarians sejak tahun 1977 itu mengundurkan diri akibat serentetan kejadian buruk yang menimpa kondisi kesehatan pemain. Hal ini kemudian memicu kekesalan pelatih Bayern, Pep Guardiola, terhadap Muller-Wohfart. Pep menganggap kepala tim dokter Bayern itu harus bertanggung jawab karena tak sanggup menjalankan fungsinya dalam menjaga kebugaran pemain.
Pada 9 April 2015, ketika Bayern mengadakan lawatan ke Bay Arena, markas Bayern Leverkusen, Mehdi Benatia harus ditarik pada menit ke-34 akibat cedera. Kemudian, secara spontan Pep memberikan tepuk tangan sinis di depan wajah Muller-Wohfart. Kegusaran Pep semakin pun akhirnya menjadi karena sewaktu bermain tandang melawan Porto pada laga pertama perempat final Liga Champion, hanya ada 14 pemain yang benar-benar bugar.
Dalam kasus Bayern tadi, seandainya mereka gagal meraih gelar apa pun pada musim ini, tentu saja salah satu pihak yang harus bertanggung jawab adalah tim medis. Namun, ada contoh cerita lain betapa peran dokter tim sangat vital dalam meraih gelar juara. Cerita itu adalah tentang dr. Philip Batty sewaktu menjadi dokter tim Manchester City pada musim 2011/2012.
Kita tahu Manchester City gagal mempertahankan mahkota juara Liga Primer Inggris pada musim 2012/2013. Ada banyak sudut pandang yang bisa dilihat untuk menganalisis mengapa hal ini terjadi. Misalnya, Manchester United yang terlalu superior atau ketidakbecusan Roberto Mancini menyusun strategi. Namun, jika boleh saya menunjuk satu nama, saya akan menunjuk seorang dokter bernama Phillip Batty sebagai akar permasalahannya.
Siapakah Phillip Batty?
Dr. Philip Batty adalah dokter lulusan University of Liverpool, Inggris. Karier Phil Batty di dunia kedokteran sepak bola dimulai pada tahun 1999 ketika ia dipercaya menjabat sebagai Head of Sport Medicine and Sport Science di Blackburn Rovers. Pada tahun 2007, Phil Batty naik daun dengan menjabat Chairman of the Premier League Doctors.
Singkat cerita, ketika Manchester City sedang menjalani tur pramusim di Los Angeles, dr Phil Batty dipercaya untuk menangani semua aspek medis di klub yang dimiliki oleh Sheikh Mansour ini. Cerita pun dimulai. Lewat data dari situs PhysioRoom, diketahui bahwa Manchester City adalah klub dengan jumlah waktu kehilangan pemain akibat cedera paling sedikit di Liga Primer musim 2011/2012, yaitu hanya 186 hari. Tidak berhenti sampai di sana, menurut situs yang sama, insidensi cedera Manchester City hanya ada tujuh sepanjang musim itu. Bandingkan dengan Manchester United yang jumlah waktu kehilangan pemain akibat cederanya 1681 hari dan insidensi cederanya berada pada angka 39 . Dari data ini dapat disimpulkan, aspek medis Manchester City yang dikelola dr. Philip Batty sangat baik dan merupakan nomor wahid di EPL waktu itu.
Apakah jumlah cedera pemain memengaruhi hasil akhir tim di suatu kompetisi? Pada Agustus 2013, Martin Hagglund mempublikasikan penelitian berjudul Injuries Affect Team Performance Negatively in Professional Football. Penelitian ini bertujuan mencari tahu pengaruh cedera terhadap penampilan tim secara keseluruhan dengan mengambil sampel dari 24 klub yang berkompetisi di Liga Champion dan diikuti selama 11 musim (2001-2012).
Parameter penampilan tim diukur dengan tiga kategori, yaitu UEFA Season Club Coefficient (UEFA SCC), posisi akhir di liga domestik, dan jumlah poin semua pertandingan resmi yang dilakukan. Hasilnya, diketahui bahwa terdapat korelasi signifikan antara insidensi cedera yang rendah dengan prestasi akhir musim tim, baik di liga domestik maupun di turnamen Eropa.
Cerita romantis Manchester City dan Phillip Batty berakhir musim berikutnya. Roberto Mancini, sebagaimana kita ketahui, adalah seorang yang arogan dan tidak penyabar. Karakter keras Mancini ini ditengarai menjadi pemicu mundurnya Phillip Batty. Dalam satu sesi latihan pada bulan Maret, Sergio Aguero mengalami cedera pada engkelnya, kemudian salah satu fisioterapis tim menyemprotkan spray pada kaki Kun Aguero. Alih-alih sembuh, kakinya malah melepuh dan terpaksa absen pada dua pertandingan melawan Stoke City dan Sunderland.
Akibat hal ini, Mancini gusar dan berkata “stupid” kepada Phil Batty, walaupun ia ketika itu tidak terlibat langsung dalam menangani cedera Kun Aguero. Phil tersinggung dan pada akhir musim memilih untuk mengundurkan diri dengan mutual agreement. Belakangan, diketahui tak hanya Phil Batty yang jadi korban arogansi Mancini. Stephen Aziz, mantan kitman Manchester City bahkan juga menyebutkan Mancini sebagai “arrogant, vain and self-centered”.
Bagaimana Manchester City tanpa Phil Batty?
Kembali dikutip dari Physioroom, pada musim 2012/2013, Manchester City mengalami peningkatan luar biasa dalam hal jumlah waktu kehilangan pemain akibat cedera yang mencapai 954 hari atau naik lebih dari 500 persen dari musim sebelumnya! Begitupun dengan insidensi cedera pemain yang berada di angka 27, naik tiga kali lipat. Hasilnya, pada akhir musim Manchester City harus puas menjadi runner–up Liga Primer dan bahkan mengakhiri kompetisi dengan tidak lolos dari fase grup Liga Champion.
Dari perbandingan dua musim yang dijalani Manchester City dengan dan tanpa dr. Phillip Batty tadi terlihat bagaimana staf pendukung yang baik, dalam hal ini dokter tim, dapat memengaruhi prestasi tim secara signifikan.
Saya tidak bermaksud mendewa-dewakan dr. Phil Batty, atau memburuk-burukkan nama Muller-Wohfart. Kalau Muller-Wohfart tak benar-benar hebat, tak mungkin ia dipertahankan selama hampir 40 tahun oleh Bayern. Namun, melalui pemaparan tadi, dapat kita tarik dua kesimpulan. Pertama, bahwa tidak hanya pemain hebat dan pelatih brilian yang harus dijaga oleh klub. Staf-staf pendukung lainnya semisal dokter tim, yang tanpa ingar-bingar juga berkontribusi luar biasa bagi prestasi klub harus disayangi, tidak boleh disepelekan dan diabaikan. Kedua, posisi dokter tim tak bisa hanya diserahkan kepada sembarang dokter. Posisi itu harus diberikan kepada dokter yang memang mengambil kedokteran olahraga sebagai spesialisasinya.