Ada pemandangan yang berbeda dari Stadion Elland Road, kandang Leeds United, pada Sabtu (18/7) kemarin. Tampak fans The Peacocks yang memadati area parkir stadion berkapasitas 38 ribu penonton tersebut sembari menyalakan bom asap, memutar-mutar syal ke udara, berjingkrak penuh kegembiraan dan melontarkan kaliamat, “We are going up and we are going up”.
Dari sebuah ruangan yang ada di dalam stadion, terlihat juga pemain-pemain Leeds yang berangkulan, membawa bendera, dan mempertontonkan raut bahagia. Hari itu, mereka dan pendukung setia The Peacocks memang layak berpesta karena Leeds dipastikan promosi ke Liga Primer Inggris usai menunggu selama 16 tahun!
Kekalahan West Bromwich Albion dari Huddersfield Town serta takluknya Brentford dari Stoke City bikin Leeds dipastikan keluar sebagai kampiun di kasta kedua sekaligus berhak atas satu tiket promosi otomatis menuju puncak piramida sepakbola Inggris.
Walau prestasi mereka di tanah Britania tak sementereng Liverpool atau Manchester United, tapi Leeds tetap dianggap sebagai kesebelasan ikonik. Saat mentas terakhir kali di Liga Primer Inggris pada era 2000-an, The Peacocks beken sebagai klub yang lihai mengorbitkan pemain muda bertalenta.
Para penggemar sepakbola (kecuali Anda baru lahir di periode 2010-an), pasti mengenal nama-nama seperti Rio Ferdinand, Ian Harte, Harry Kewell, Paul Robinson, Alan Smith, Mark Viduka, dan Jonathan Woodgate. Bersama mereka dan David O’Leary di kursi pelatih, gebrakan Leeds begitu terasa di kompetisi domestik maupun regional.
Mulai musim depan, klub yang berdiri pada 17 Oktober 1919 ini akan bersaing kembali dengan klub-klub terbaik di jagad sepakbola Negeri Ratu Elizabeth. Bara dalam Derbi Pennines dengan United bakal memanas lagi. Pun rivalitas dengan klub asal London, Chelsea, yang sudah berlangsung sejak dekade 1970-an.
Akan tetapi, sebelum antusiasme tampil di kompetisi yang katanya terbaik di dunia itu meluap terlalu banyak dan bikin Leeds lupa diri, sebaiknya mereka bercermin pada pengalaman tim-tim lain dari divisi Championship yang sukses menggenggam tiket promosi ke Liga Primer Inggris. Setidaknya, untuk lima musim pamungkas.
Tren Buruk Klub Promosi
Saat berkiprah di divisi Championship, satu-satunya target yang pantas dicanangkan adalah mengakhiri kompetisi dengan finis di papan atas guna meraih tiket promosi, baik secara otomatis maupun via playoff. Sebuah hal gila jika 24 kesebelasan yang bermain di divisi Championship justru membidik prestasi dari ajang Piala FA atau Piala Liga.
Namun perlu dipahami bahwa naik kasta ke Liga Primer Inggris merupakan satu hal, tapi bertahan di sana dan tetap kompetitif adalah persoalan lain. Apesnya, masalah ini acap gagal dibereskan klub-klub yang baru promosi dari divisi Championship.
Berdasarkan tabel di atas, kita bisa melihat bahwa para pendatang baru memiliki kecenderungan langsung terdegradasi saat bermain lagi di Liga Primer Inggris. Pengecualian terjadi pada musim 2017/2018 di mana seluruh klub promosi berhasil sintas. Uniknya lagi, status jawara divisi Championship tak menjamin keberlangsungan hidup saat bertarung di rimba Liga Primer Inggris.
Rapor tersebut bahkan semakin memerah karena di musim 2019/2020, Norwich City yang merupakan klub promosi sudah dipastikan balik kucing ke divisi Championship per musim depan. Belum cukup sampai di situ sebab Aston Villa yang statusnya serupa The Canaries juga sedang berkubang di zona merah dan berpotensi terelegasi.
Lantas apa yang menjadi masalah klub-klub itu?
Tentu ada banyak sekali faktor yang menyebabkan klub-klub promosi kesulitan bersaing. Mulai dari jomplangnya kualitas skuad dengan klub-klub lain, mentalitas tim yang buruk, sampai kebijakan-kebijakan manajemen yang tidak tepat.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa divisi Championship dan Liga Primer Inggris memiliki jurang kualitas yang berbeda jauh. Maka mereka yang ingin sintas di kasta tertinggi wajib menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya agar sanggup bersaing.
Leeds di bawah komando Andrea Radrizzani sebagai Chairman dan Victor Orta di bangku Director of Football bukanlah kesebelasan yang gemar membuang-buang duit di bursa transfer. Nominal terbesar yang pernah dikucurkan mereka adalah 7 juta Paun kala memboyong Patrick Bamford dari Middlesbrough pada Juli 2018 silam (hingga akhirnya dipecahkan Helder Costa yang resmi dipermanenkan Leeds dari Wolverhampton Wanderers pada Juli 2020 ini lewat kocek sebesar 15 juta Paun).
Selebihnya, The Peacocks gemar mencomot pesepakbola yang kualitasnya sesuai kebutuhan taktik Bielsa dengan harga miring atau melalui klausul peminjaman. Kiko Casilla, Jack Harrison, Illan Meslier, Tyler Roberts, dan Ben White adalah sebagian contohnya. Bagi pihak manajemen, cara ini merupakan opsi terbaik demi menjaga stabilitas keuangan klub yang pernah bangkrut tersebut.
Meski begitu, memperkuat armada tempur mereka sebelum beraksi di Liga Primer Inggris guna mengatrol kualitas tim dan meningkatkan kemampuan bersaing adalah kewajiban yang tak bisa ditawar. Terlebih, sosok seperti Harrison, Meslier dan White datang ke Stadion Elland Road di awal musim 2019/2020 sebagai pemain pinjaman. Bila nama-nama itu dianggap sebagai figur-figur penting, sudah sepatutnya Leeds melakukan negosiasi dengan klub pemilik guna mempermanenkan status mereka.
Boleh saja Radrizzani dan Orta tetap mempertahankan kebijakan klub dengan tidak menggamit pemain-pemain mahal. Namun di momen-momen tertentu, mengeluarkan uang dalam jumlah lebih banyak (asalkan untuk bisnis yang tepat) merupakan salah satu pengorbanan yang kudu dilakukan agar kekuatan tim terjaga.
Dengan presensi Bielsa di belakang kemudi, The Peacocks punya modal untuk memperbesar peluang sintas di Liga Primer Inggris. Tetapi kejeniusan sang pelatih takkan berarti apa-apa jika klub tak membuat kebijakan yang tepat untuk membangun skuad yang pilih tanding.
Leeds dan para pendukungnya tengah bereuforia atas keberhasilan mereka saat ini. Namun mereka harus bergerak cepat karena segudang pekerjaan rumah telah menanti untuk dibereskan sebelum mentas di Liga Primer Inggris per musim depan. Jangan sampai Luke Ayling dan kawan-kawan meniru langkah tim-tim promosi lain yang sekadar numpang lewat di kasta teratas.