Siapa yang tidak mengenal Zinedine Zidane? Pada era sekarang, para penikmat sepakbola lebih mengenalnya sebagai mantan pelatih Real Madrid.
Meskipun demikian, jangan lupakan kalau beliau merupakan sosok pesepakbola legendaris pada era 1990-an hingga pertengahan 2000-an.
Saya pribadi begitu menyukai gelandang elegan ini. Bahkan beliau menjadi alasan mengapa saya sempat jatuh hati kepada Real Madrid. Klub tersebut menjadi saksi bisu dari perjalanan karier Zidane sebagai pemain maupun pelatih.
Di mata saya, beliau adalah pesepakbola yang teramat istimewa. Sepakbola dunia bisa dikatakan beruntung karena pernah memiliki serta menyaksikan talenta sepertinya.
Menurut saya, setidaknya ada empat keistimewaan yang dimiliki Zidane sebagai insan pesepakbola.
Permainan
Sewaktu masih aktif bermain, beliau dikenal luas sebagai salah satu gelandang terbaik di dunia. Kemampuannya dalam mengontrol bola serta melakukan giringan bisa dikatakan berada di atas rata-rata.
Tanda-tanda dari kehebatannya tersebut sudah bisa dilihat dari debutnya bersama Timnas Prancis pada tahun 1994.
Pada saat itu, Prancis sempat tertinggal dua gol dari Republik Ceko. Masuk sebagai pemain pengganti, Zidane sukses mencuri dua gol sekaligus menghindarkan Les Bleus dari kekalahan.
Di samping itu, dirinya juga begitu terkenal dengan signature move-nya yang bernama Marseille Turn. Gerakan ini dilakukan dengan cara membelakangi lawan kemudian berputar kembali saat lawan lengah.
Prestasi
Dari segi prestasi, Zidane bisa dibilang komplet. Bagaimana tidak, dia sukses meraih berbagai trofi bergengsi di level klub maupun Tim Nasional.
Bersama timnas Prancis, Zidane sukses mempersembahkan Piala Dunia dan Piala Eropa. Sementara di level klub, pesepakbola berdarah Aljazair tersebut berhasil memenangkan Liga Champions dan beberapa trofi bergengsi lainnya.
Pada level individu, pencapaian Zidane juga tidak kalah menterengnya. Zizou berhasil meraih sebuah trofi Ballon d’Or pada tahun 1998.
Di samping itu, beliau juga sukses meraih penghargaan sebagai pemain terbaik versi FIFA sebanyak tiga kali.
Lagu
Tak banyak–bahkan sangat jarang, ada pesepakbola yang kehebatannya diabadikan secara khusus melalui sebuah lagu.
Kalaupun ada, saya biasanya hanya mendengar nama-nama mereka di dalam anthem klub. Bukan melalui karya personal dari sebuah grup band maupun seorang penyanyi.
Akan tetapi, Zidane mampu mencuri perhatian dari insan musisi sekalipun. Grup band asal Australia, Vaudeville Smash, menyatakan kekaguman terhadap dirinya secara tersurat.
Kekaguman tersebut kemudian dituangkan pada sebuah lagu yang berjudul sama dengan sang maestro sepakbola, yakni “Zinedine Zidane”.
Secara lugas, mereka menyatakan bahwa Zidane merupakan pesepakbola terbaik alias superstar dari semua pesepakbola yang pernah ada.
Jika penasaran dengan lagunya, kalian bisa mendengarkannya via Youtube atau Spotify.
Kemampuan Manajerial
Usai memutuskan pensiun sebagai pesebakbola di tahun 2006, Zidane nampaknya tak bisa berpisah dengan dunia si kulit bundar.
Pada awal tahun 2016, Zidane memutuskan untuk menangani Real Madrid. Sebelumnya, beliau hanya menjabat sebagai asisten pelatih dan pelatih Real Madrid Castilla (Real Madrid B).
Hebatnya, Zidane langsung mempersembahkan gelar bagi Los Blancos di tahun debutnya sebagai pelatih.
Gelar Liga Champions 2016 sukses digondolnya usai mengalahkan Atletico Madrid di babak final. Sementara di ajang La Liga, mereka hampir mengudeta gelar milik Barcelona.
Pada dua musim berikutnya, Zidane kembali menuai kesuksesan. Dua trofi Liga Champions berhasil diraihnya secara beruntun. Sementara di ajang domestik, beberapa trofi, termasuk La Liga 2016/2017 sukses digondolnya.
Sayangnya Zidane kemudian memutuskan pergi pada akhir musim 2017/2018. Pasca kepergiannya, performa Real Madrid bisa dikatakan merosot secara drastis.
Tak butuh waktu lama, Los Blancos kembali menggunakan jasanya menjelang La Liga musim 2018/2019 berakhir.
Keputusan ini terbukti cukup tepat bagi Real Madrid. Meskipun sempat tertinggal dari Barcelona sebelum La Liga musim 2019/2020 ditangguhkan, mereka sukses membalikkan keadaan. Pada akhirnya, trofi liga berhasil dikembalikan ke kota Madrid.
Keempat alasan di atas setidaknya sudah cukup menjadi bukti sahih dari kesempurnaannya sebagai seorang pesepakbola. Meskipun demikian, beliau tetap merupakan manusia biasa yang pernah melakukan kesalahan.
Pada akhir karirnya sebagai pesepakbola, Zidane melakukan kesalahan yang begitu fatal.
Mantan pemain Juventus tersebut diganjar kartu merah pada final Piala Dunia 2006. Hal tersebut terjadi usai dirinya menyundul dada bek Timnas Italia, Marco Materazzi.
Akan tetapi, noda tersebut tidak akan pernah bisa menutupi riwayat kehebatan dari pesepakbola legendaris Prancis tersebut. Semoga saja kelak akan muncul the next Zidane, terutama dari anak cucunya sendiri.