Kesalahan yang Sulit Dimaafkan dari Lapangan Hijau

Maaf, sebuah kata yang akan terucap ketika seseorang melakukan kesalahan. Maaf dalam bahasa sehari-hari tidak selalu sebagai kosakata setelah seseorang melakukan kesalahan. Maaf digunakan juga sebagai kalimat menunjukkan sikap santun dan hormat kepada orang lain, dikarenakan budaya ketimuran kita, cenderung mengedepankan perasaan, sering punya rasa “tidak enak” dengan yang lebih tua, senior, lebih dahulu ada, atau yang dianggap berilmu.

Berbicara mengenai kesalahan dalam dunia sepak bola, seniman lapangan hijau ketika bermain juga pernah berbuat kesalahan, beberapa kasus di bawah ini adalah beberapa contoh pesepak bola yang harus menanggung kesalahannya.

Sedikit napak tilas mengenai tragedi Maracana. Moacir Barbosa kiper Brasil di final Piala Dunia 1950, dia dianggap sebagai kambing hitam kekalahan atas Uruguay. Barbosa seolah harus menanggung hal tersebut hingga ia wafat. Barbosa pernah berkata, “Di Brasil hukuman penjara maksimal adalah sampai 30 tahun, namun saya harus menanggung hal tersebut selama 50 tahun”. Bahkan ketika Ia sedang berada di sebuah toko, seorang ibu berkata kepada anaknya “Lihat, nak. Dia adalah orang yang membuat seluruh Brasil menangis”.

Dosa besar yang mungkin tak termaafkan oleh publik Brasil. Hingga mereka kemudian memiliki keyakinan untuk tak memilih penjaga gawang berkulit hitam sebagai benteng terakhir tim nasional. Nelson Dida kemudian jadi yang pertama menghentikan “kebijakan” tak tertulis itu.

Mursyid Effendi, nama yang begitu lekat dengan tragedi sepak bola gajah pada semifinal Piala Tiger –kini Piala AFF— 1998. Mursyid mungkin hanya korban, yang jelas sejak kejadian tersebut dirinya harus menanggung sendiri kesalahan yang jelas bukan hasil perbuatan dia seorang. Indonesia “hanya” dihukum sebesar 40 ribu dollar oleh FIFA, tetapi dirinya tidak bisa berkiprah di pentas sepak bola internasional seumur hidup. Dia terus dipersalahkan hingga karirnya terganggu yang sempat membuat perekonomian keluarganya goyah.

BACA JUGA:  Jalan Mundur Karier Bojan Krkic

Lebih parah tidak pernah terungkap siapa dalang di balik semua itu. “Saya tahu saya salah, tapi jangan dilihat cuma saya aja yang terlihat salah, tapi dicari juga siapa yang berkepentingan,” ungkap Mursyid seperti dilansir metrotvnews.com (31/10/2014). Namanya baru kembali harum belakangan ini setelah publik mengetahui bahwa dirinya merupakan pelatih yang mengasah kemampuan pemain harapan bangsa, Evan Dimas.

Lionel Messi yang terlihat nyaris tanpa cela di lapangan, juga mempunyai kesalahan yang lebih dikarenakan dirinya belum pernah memberikan gelar internasional bagi Argentina di level senior. Tekanan sebagai pemain yang populer karena skill dan prestasi individu serta bergelimang gelar bersama klubnya, ketika dia tidak melakukan kesalahan (seperti gagal penalti atau perkara tidak mencetak gol dalam satu pertandingan) tetap saja sorotan akan selalu tertuju kepadanya ketika Argentina gagal. Kekecewaan yang membuatnya gontai selepas kekalahan dari Chile dan menolak menerima gelar pemain terbaik pada Copa America 2015 lalu, karena (mungkin) dirinya merasa bersalah belum bisa membawa Argentina juara.

Sebagai manusia biasa, menjadi pesepak bola profesional adalah sebuah profesi. Bila Barbosa (mungkin) melakukan kesalahan secara tidak sengaja, Mursyid melakukan gol bunuh diri (mungkin) secara sengaja, dan Messi melakukan kesalahan yang sebenarnya di luar batas kemampuan dia untuk mencapai apa yang menjadi ekspetasi orang. Semua itu jauh melampaui kehendak mereka.

Untuk mencapai hasil yang “diinginkan”, tekanan akan selalu ada dari dalam maupun luar. Sama halnya dengan orang lain dalam kehidupan di lingkungan masyarakat dan pekerjaan, akan pernah melakukan kesalahan karena berbagai sebab.

Ketiga contoh dari pemain yang ada pada eranya masing-masing tidak lebih dari sekadar pengingat. Pesepak bola juga manusia yang tidak pernah luput dari kesalahan.

BACA JUGA:  Ego Messi, Sumber Keterpurukan Barcelona

Memaafkan kesalahan akan membuat kita selalu menjadi pribadi yang berhati lapang, jangan sampai kita menjadi pribadi yang sulit memaafkan, menjadikan orang lain “Barbosa” yang tidak pernah termaafkan sampai harus menanggung beban moral selama puluhan tahun sampai wafat atau menjadikan orang lain “Mursyid” yang akan merasa terkucilkan karena kesalahan yang sepenuhnya bukan dilakukan oleh dirinya.

Mari meminta maaf atas kesalahan yang pernah kita perbuat maupun memaafkan atas kesalahan yang dilakukan orang lain. Mengakui kesalahan dengan gentle, terlebih jika bisa membalas kesalahan yang pernah kita perbuat menjadi bentuk tanggung jawab kita sebagai manusia.

 

Komentar
I'm not plastic fans, but I'm glory hunter. lebih suka jadi poacher, ketimbang jadi bench warmer. lebih suka jadi super-sub, bukan starter.