Sebagian orang mungkin tak banyak tahu tentang Kabupaten Kudus. Kudus yang letaknya berada di Jawa Tengah ini terkenal dengan sebutan Kota Kretek. Sebutan Kota Santri juga melekat karena banyaknya pondok pesantren dan adanya dua makam walisongo di Kudus.
Nah, bicara soal olahraga, kota ini sempat terkenal dengan keberadaan Persiku Kudus dan berkembang pesatnya olahraga bulutangkis di kota itu.
Kita bahas dari olahraga tepok bulu terlebih dahulu. Salah satu perusahaan rokok di Kudus gencar sekali dalam mengembangkan olahraga bulutangkis. Sejak tahun 1990-an, mereka fokus kepada pembibitan usia dini hingga membangun fasilitas yang begitu memadai.
Selain itu, mereka berkeinginan melahirkan kembali sosok-sosok legenda seperti Hariyanto Arbi, Alan Budi Kusuma, dan bahkan Liem Swie King. Hasilnya kini, nama-nama seperti Kevin Sanjaya, Tontowi Ahmad, dan Mohammad Ahsan sering mengharumkan nama Indonesia lewat badminton. Dampak lainnya ke masyarakat adalah sarana dan prasarana bulutangkis di Kudus semakin berkembang hebat dengan ditandai banyaknya lapangan indoor dengan fasilitas yang apik.
Bagaimana dengan sepakbola? Di level grassroot, pembibitan sepakbola di Kudus berjalan apik. Beberapa Sekolah Sepakbola (SSB) yang terkenal seperti Porma, Putra Jaya, dan Djarum sering berlaga di kancah kompetisi nasional. Beberapa SSB tersebut sering menghasiilkan pemain untuk Persiku Junior maupun Persiku Senior. Kabar baiknya geliat itu masih ada hingga kini.
Kembali ke Persiku Kudus. Tim yang berkandang di Stadion Wergu Wetan itu kini hanya mampu berlaga di Liga Nusantara. Pada musim 2018, Laskar Macan Muria tak mampu melangkah ke babak nasional dan kiprahnya terhenti di babak regional saja,
Tapi, Persiku pernah berjaya. Persiku Kudus sempat menjuarai Divisi 2 Nasional pada tahun 2005 silam. Kala itu Laskar Macan Muria ditukangi oleh Subangkit, dengan diisi pemain berkelas seperti Donny Fernando Siregar, Ronald Pieters, dan Bambang Harsoyo. Setelah itu kiprah Persiku hanya bertahan pada liga kasta kedua hingga 2014.
Pemain asing seperti Alejandro Tobar, Edson Leonardo, dan Adrian Colombo pernah merasakan gegap gempita Stadion Wergu Wetan. Pemain lokal seperti Qischil Minny dan Rudi Widodo sempat juga berkostum Persiku Kudus sebelum namanya bersinar. Tak dilupakan juga ada legenda hidup Persiku Kudus yakni Agus Santiko yang mampu bermain hingga usia 44 tahun.
Berbicara mengenai animo suporter setempat. Stadion Wergu Wetan selalu dipenuhi sesak para penonton apabila Persiku akan menghadapi tim besar semacam PSIS Semarang maupun Persebaya Surabaya.
Dukungan Suporter Macan Muria (SMM) dianggap salah satu hal mengapa Persiku selalu ada. Pasalnya, setelah terdegradasi pada tahun 2014 silam, animo suporter yang datang ke stadion kian menurun.
Hal itu pula tidak diimbangi dengan membaiknya prestasi sepakbola Kudus. Tentu saja dengan stadion sepi, keuangan klub juga memburuk. Beberapa musim yang lalu bahkan manajemen sempat tidak mampu membayarkan gaji hingga para pemain tidak mampu membeli makanan. Hingga pada akhirnya fans setia mereka turun tangan untuk memberikan bantuan.
Inilah gambaran skena sepakbola lokal dari kota kecil semacam Kudus. Jika tidak ada yang merawat, nama klub bisa saja hilang dan tak ada sorak sorai lagi di stadion. Faktanya, beberapa klub dari kota kecil lainnya sudah tak berkompetisi lagi sejak tak ada lagi yang mampu merawatnya.
Semoga Macan Muria kembali bergairah kembali menyemarakkan sepakbola di Kudus.