Akhir-akhir ini dunia sepakbola disibukkan dengan isu kepergian megabintang La Liga dan Barcelona, Lionel Messi, yang dikabarkan sudah tidak betah di klub asal Catalan tersebut. Masalah dengan pihak manajemen disinyalir menjadi alasan mengapa peraih enam gelar Ballon d’Or itu berkeinginan cabut dari Stadion Camp Nou. Alhasil, banyak klub yang digosipkan tertarik memboyong lelaki asal Argentina tersebut, mulai dari Manchester City, Paris Saint-Germain (PSG), hingga dua tim asal Italia, Inter Milan dan Juventus.
Rencana hengkangnya Messi bikin sejumlah pihak pusing tujuh keliling. Seolah-olah, perpisahan Messi dan Barcelona laksana kiamat sugra. Saking gemparnya, sampai-sampai pihak La Liga selaku otoritas kompetisi di Spanyol harus turun tangan dengan merilis surat keterangan via laman resminya. Di situ, La Liga menyebut bahwa klausul penjualan senilai 700 juta Euro yang ditetapkan Barcelona untuk siapapun yang ingin membeli Messi valid.
Di tengah kesulitan ekonomi akibat pandemi Corona, angka tersebut sangat irasional untuk satu pemain saja. Namun langkah nyeleneh La Liga ini dianggap sebagai salah satu cara untuk melindungi aset mereka, Messi. Pasalnya, selepas Cristiano Ronaldo hijrah ke Juventus dari Real Madrid dua musim silam, Messi jadi ‘jualan’ utama La Liga. Bila Messi tak ada, banyak yang menganggap La Liga tak lagi menarik untuk disaksikan. Benarkah demikian?
Sejak mengawali debut di tim utama Barcelona pada 16 Oktober 2004 saat melawan Espanyol, Messi telah memenangkan segalanya. Total ia telah memperoleh 34 gelar bersama Barcelona dengan catatan dua kali Treble yakni musim 2008/2009 dan 2015/2016. Bukan hanya torehan kolektif, Messi juga memenangkan berbagai gelar individu seperti tujuh gelar El Pichichi (top skorer La Liga), dan berbagai gelar individu yang lain.
Fakta di atas membuat Messi seakan-akan menjadi dewa di Barcelona sekaligus La Liga. Persaingannya dengan Ronaldo menjadi jualan paling laris bagi kompetisi teratas Spanyol itu selama hampir 10 tahun sejak kedatangan sang megabintang Portugal ke Stadion Santiago Bernabeu di musim 2009/2010.
Nahasnya, usai Ronaldo pergi, La Liga tak punya strategi bisnis lain untuk menarik perhatian. Pesona Atletico Madrid bersama Diego Simeone atau kedatangan Eden Hazard masih sulit dimaksimalkan. Padahal Hazard bukanlah pemain sembarangan. Ia jadi simbol dan bintang terdepan Chelsea selama lima musim sebelum digamit Los Blancos dengan harga selangit.
Akan tetapi, wajib diingat bahwa La Liga sebetulnya bukan perkara Barcelona dan Messi atau tentang duo Madrid semata. Jika dikulik lebih dalam, ada banyak hal menarik lain dari kompetisi yang sudah bergulir sejak tahun 1929 itu.
Athletic Bilbao dan Semangat Basque
Di era transfer yang mulai menggila, Athletic Bilbao adalah sebuah anomali. Disaat semua tim rela mengeluarkan hingga ratusan juta Euro hanya untuk satu pemain, Athletic justru berpegang teguh dengan aturan bahwa mereka hanya akan menggunakan pemain yang lahir atau memiliki darah Basque di diri mereka. Aturan ini telah mereka pegang teguh sejak tahun 1912.
Ketika dunia fokus dengan para pemain lulusan La Masia (akademi Barca) dan La Fabrica (akademi Real Madrid), akademi Bilbao terus menelurkan bakat-bakat ciamik di kancah sepakbola. Misalnya saja Kepa Arrizabalaga, Ander Herrera, Aymeric Laporte, dan Javi Martinez.
Di skuad mereka sekarang masih bercokol nama-nama hebat seperti Iker Muniain, Inigo Martinez, dan Raul Garcia. Di sana juga terselip sosok-sosok potensial sekelas Gaizka Larrazabal, Unai Simon, Inaki Williams, dan Yeray.
Meski hanya percaya pemain lokal Basque, nyatanya Bilbao adalah satu dari tiga klub yang belum pernah terdegradasi ke Segunda Divison (divisi kedua Liga Spanyol), bersama Barcelona dan Madrid. Mereka juga kerap kali merepotkan tim-tim papan atas La Liga, juara Copa del Rey dan meramaikan perebutan tiket ke kejuaraan antarklub Eropa.
Sevilla, Raja Liga Europa dan Panasnya El Gran Derbi
Beberapa waktu yang lalu, Sevilla berhasil merebut gelar Liga Europa setelah mengalahkan Inter di final dengan skor 3-2. Hal ini semakin menegaskan bahwa mereka adalah rajanya kompetisi kasta kedua di Benua Biru tersebut. Secara total, Sevilla telah memenangkan enam gelar Liga Europa yang tiga di antaranya diraih secara berturut-turut yakni pada musim 2013/2014, 2014/2015, serta 2015/2016.
Sayangnya, meski prestasi mereka amat gemilang, tapi binar Los Nervionenses masih saja tertutup kedigdayaan tiga tim teratas La Liga. Padahal selain merajai Liga Europa, Sevilla juga kerap kali merepotkan tim-tim top Eropa kala berkiprah di Liga Champions.
Selain perjalanan di Eropa, satu hal yang patut diperhatikan dari Sevilla adalah derbi mereka melawan tim sekota, Real Betis, yang bertajuk El Gran Derbi. Ketika dunia terfokus hanya pada El Clasico ataupun Derby Madrileno, ada El Gran Derbi yang punya intensitas tersendiri.
Saking panasnya, FourFourTwo sampai memasukkan laga ini ke urutan ke-25 derbi terpanas di seluruh dunia. Di Spanyol sendiri, tensi tinggi El Gran Derbi hanya kalah dari El Clasico. Maka dari itu, seharusnya otoritas La Liga melihat El Gran Derbi sebagai aset yang dapat dijual sehingga tak melulu bicara El Clasico atau Derby Madrileno semata.
Dua hal di atas adalah contoh hal-hal menarik dari La Liga. Ada banyak hal lain lagi yang sejatinya bisa membuat La Liga jadi kompetisi yang ingar-bingarnya lebih terdengar. Bukan sekadar persaingan dari Barcelona dengan duo Madrid atau aksi-aksi memukau Messi di atas lapangan. Bahkan untuk penonton Asia, di sinilah mereka dapat menyaksikan perkembangan Takefusa Kubo dan Wu Lei.
Kini semuanya kembali ke otoritas La Liga dalam menggenjot kemampuan memproduksi sesuatu yang memikat atensi. Bila ketergantungan terhadap Messi, Barcelona dan duo Madrid tak bisa dialihkan, maka jangan salahkan publik yang nantinya nonton La Liga hanya karena keempat nama tersebut.