Laura Giuliani: Kiper dengan Gelar Doktor

Sesuai namanya, Juventus Women merupakan klub sepakbola wanita yang berafiliasi dengan tim asal Italia, Juventus. Klub ini terbentuk pada 1 Juli 2017 silam. Walau terbilang baru, pencapaian Juventus Women tergolong apik. Mereka jadi kampiun Serie A Femminile tiga kali beruntun (musim 2017/2018, 2018/2019, dan 2019/2020), plus meraih masing-masing sebiji Piala Italia 2018/2019 dan Piala Super Italia 2019.

Diasuh Rita Guarino, Juventus Women langsung jadi kekuatan baru di kancah sepakbola perempuan Italia. Skuad mereka termasuk mentereng sebab dihuni oleh nama-nama seperti Barbara Bonansea, Aurora Galli, Sara Gama, Laura Giuliani, Cristiana Girelli, Martina Rosucci, sampai Cecilia Salvai. Dari sekian nama tersebut, Giuliani adalah figur yang mencuri atensi saya.

Lahir di kota Milan pada 5 Juni 1993, Giuliani merupakan kiper Juventus Women dan tim nasional Italia. Ketertarikannya terhadap sepakbola diinisiasi dengan bergabung ke La Benvenuta pada musim 2008/2009 lalu. Karier senior dan profesionalnya lantas dimulai di Como 2000.

Perjalanan kariernya lalu berlanjut ke Jerman saat bergabung dengan FSV Guterloch. Di sana pula ia berpindah-pindah tim demi menjadi pilihan nomor satu kendati di level timnas, ia senantiasa jadi pilar. Kesebelasan yang pernah dibelanya antara lain Herforfer SV, FC Koln, dan SC Freiburg.

Sayangnya, kiprah Giuliani bersama klub yang disebut terakhir tak berlangsung mulus. Hal itu juga yang mendorongnya buat mudik ke Italia. Beruntung, tawaran dari Juventus Women datang pada momen yang tepat. Tanpa ragu, Giuliani kemudian merapat ke kota Turin.

Keputusan pindah ke Juventus Women benar-benar pas untuknya karena bersama kubu Le Bianconere, namanya kian meroket. Kesigapannya dalam menghalau bola, penempatan posisi, dan kemampuannya membaca permainan bikin presensi Giuliani di bawah mistar begitu krusial. Giuliani pun senantiasa mendapat kepercayaan lebih dari Guarino.

BACA JUGA:  Inter Milan: Kaya tapi Miskin

Pada tahun 2019 silam, Giuliani juga berhasil membawa timnas Italia menjejak perempatfinal Piala Dunia Wanita yang diselenggarakan di Prancis. Namun kampanye Le Azzurre kudu terhenti di fase tersebut lantaran keok di tangan timnas Belanda yang dimotori Vivianne Miedema dan Stefanie van der Gragt.

Di musim 2020/2021 kali ini, Juventus Women sedang berupaya mempertahankan gelar sekaligus menyamai rekor ASD Torres (bubar pada tahun 2015) yang pernah menjuarai Serie A Femminile empat kali berturut-turut (sejak musim 2009/2010 sampai 2012/2013).

Sejauh ini, kampanye Juventus Women masih berjalan mulus dengan memuncaki klasemen sementara. Dari delapan giornata yang dimainkan, Giuliani dan kawan-kawan berhasil menjaga tren sapu bersih kemenangan sehingga mengoleksi 24 poin. Mereka sanggup mengemas 23 gol dan baru kebobolan empat kali. Sungguh eksepsional!

Sementara di ajang Piala Italia, Juventus Women berpeluang mengunci satu tiket ke babak perempatfinal lantaran kini duduk di puncak klasemen Grup E. Mereka cuma butuh hasil seri kontra Pomigliano untuk memastikan hal tersebut.

Apa yang ditampilkan tim asuhan Guarino berbanding terbalik dengan kesebelasan pria besutan Andrea Pirlo. Kendati belum terkalahkan juga, tetapi I Bianconeri acap tampil inkonsisten dengan kehilangan poin penuh di menit-menit akhir gara-gara kesalahan sendiri.

Tak Menyepelekan Pendidikan

Khusus Giuliani, capaian apiknya di kancah sepakbola profesional tak membuatnya lupa dengan pentingnya pendidikan. Akhir Oktober kemarin, Giuliani resmi menjadi doktor usai lulus dari pendidikan yang ia tempuh selama kurang lebih tiga tahun.

Giuliani merengkuh gelar doktor dalam bidang Sport Sciences Football Curriculum dari Universitas Telematica San Raffaele. Capaian ini sendiri membuktikan bahwa Giuliani tak menyepelekan pendidikan walau dirinya juga berkonsentrasi penuh terhadap profesi yang sedang dijalani.

BACA JUGA:  Tumpulnya Taring AS Roma

Giuliani menyusul Bonansea yang beberapa waktu sebelumnya juga resmi menyandang gelar akademik setelah menyelesaikan pendidikannya.

Apa yang ditorehkan Giuliani sepatutnya dijadikan contoh oleh para pesepakbola profesional di manapun berada bahwa di tengah keterbatasan waktu yang mereka miliki, kesempatan untuk melanjutkan pendidikan selalu ada. Kuncinya hanya mau atau tidak.

Bagaimanapun juga, menempuh pendidikan bisa jadi sebuah persiapan tersendiri tatkala mereka tak dapat bermain sepakbola lagi di kemudian hari.

Komentar