Minggu (2/10), AC Milan yang sedang menjamu Sassuolo terlihat akan melakukan pergantian pemain. Sekitar menit 50, seorang pemuda melakukan pemanasan dengan berlari-lari kecil di pinggir lapangan Stadion San Siro.
Menit ke-60, pemuda yang masih 18 tahun tersebut melakukan debutnya bagi pasukan Merah Hitam. Ia masuk menggantikan jenderal lapangan tengah, sekaligus kapten AC Milan, Ricardo Montolivo, yang bermain buruk pada malam itu.
Pada menit ke-73, Jack Bonaventura mengambil sepak pojok. Namun sayang, bola dapat dihalau oleh salah seorang pemain Sassuolo. Bola liar mengarah keluar kotak penalti.
Melihat adanya ruang tembak, pemuda yang baru masuk 13 menit menyambar bola dengan kaki kirinya. Hasilnya, bola meluncur deras ke pojok atas gawang Andrea Consigli, kiper Sassuolo.
Kebahagiaan sontak pecah. Bahkan, sang pemuda merayakan golnya dengan menangis karena tak kuat menahan luapan emosi. Ia seakan tak percaya debutnya akan berbuah gol yang pada akhir laga membuat AC Milan meraih kemenangan.
Seusai laga, pemuda ini menangis lagi ketika diwawancarai oleh Mediaset Premium. “Gol ini saya dedikasikan untuk keluarga serta semua orang yang percaya dengan saya,” katanya.
“Ini adalah momen yang diimpikan oleh semua bocah dan saya masih tidak bisa memercayainya. Ketika saya mendengar sorakan penonton, saya tak percaya. Saya kemudian kembali berlari dan ternyata semua ini benar-benar terjadi,” tambahnya.
Sabtu (23/10), San Siro dipenuhi penonton yang antusias ingin melihat laga antara AC Milan yang menjamu Juventus. Sebelum pertandingan terlihat Curva Sud Milano dengan romantis memberikan dukungan kepada klub kesayangannya melalui koreografi memukau.
Tak lupa dibentangkan spanduk bertuliskan “Leri, Oggi, Domani…noi saremo sempre qua”, yang artinya “Kemarin, Sekarang, Besok…kami akan selalu berada di sini”.
Sebuah pesan cinta dari Curva Sud Milano bagi kekasihnya.
Lain cerita bagi sang pemuda, cederanya Montolivo membuatnya mendapat tempat di tim utama. Melawan Si Nyonya Tua merupakan pertandingan besar pertamanya bersama tim utama AC Milan. Atmosfer yang tak biasa membuatnya agak gugup di awal pertandingan. Ia melakukan beberapa kesalahan.
Namun, secara perlahan, pemuda kelahiran Lecco ini memperbaiki performa. Puncaknya pada menit ke-65. Menerima umpan dari Suso, pemuda ini melakukan penetrasi ke kotak penalti Juventus, lalu melepaskan tembakan keras.
Bola meluncur deras ke gawang Gianluigi Buffon, sekaligus mencatatkan namanya di papan skor. Pemuda pencetak gol tersebut menjadi pahlawan kemenangan AC Milan bersama Gianluigi Donnarumma yang “terbang” saat menepis tendangan Miralem Pjanic pada menit akhir pertandingan.
“Saya masih belum cukup menyadari apa yang telah saya lakukan. Saya mencetak gol melawan kiper terbaik di dunia dan menempatkan kami dua poin dari puncak klasemen,” tandasnya setelah pertandingan.
“Gol ini milik semua orang: keluarga saya, kakek saya, paman saya, dan sepupu saya yang merupakan fans Juventus, tapi untuk saat ini mendukung Milan,” tuturnya kepada Mediaset Premium.
Pahlawan muda tersebut bernama Manuel Locatelli.
Bergabung dengan akademi AC Milan saat berusia 12 tahun, Locatelli tumbuh sebagai salah satu yang terbaik di akademi Milan. Bakatnya semakin terlihat ketika memperkuat tim Primavera Milan.
Saat Milan menjuarai Trofeo San Nicola 2015, bakatnya tercium oleh kesebelasan Liga Primer Inggris. Arsenal dan Chelsea disebut-sebut tertarik mendatangkannya. Meskipun akhirnya kapten timnas Italia U-19 ini memilih untuk tetap bertahan bersama Milan.
Manajemen pun tak ingin kehilangan pilar masa depan. Apalagi, Locatelli adalah gelandang bertahan muda yang sudah sadar akan tanggung jawab yang cukup besar. Terutama, memastikan keseimbangan tim tetap terjaga.
Tugasnya sebagai gelandang bertahan cukup berat. Apalagi jika Anda bermain untuk Milan yang sebelumnya mempunyai deretan #6 yang melegenda. Mulai dari Carlo Ancelotti, Albertini, hingga Pirlo. Locatelli menyandang beban “akan selalu dibandingkan”. Namun, ia justru menikmatinya.
Tanggung jawab ini ia emban dengan baik. Sebagai pemain muda, ia sudah harus dituntut untuk mampu membaca jalannya pertandingan dengan baik. Begini, bermain dalam skema tiga gelandang racikan Vincenzo Montella, gelandang bertahan mengemban tugas yang begitu penting.
Selain yang sudah saya sebutkan di atas soal keseimbangan tim, Locatelli harus mampu memosisikan dirinya dengan benar. Tujuannya, supaya lawan tidak dengan mudah menembus dua gelandang sentral dan langsung berhadapan dengan bek-bek Milan. Situasi sangat berbahaya ketika sebuah tim bertahan.
Locatelli, dengan usianya yang begitu hijau, sudah mampu mengemban amanat ini dengan apik. Ia pandai membaca arah bola dan maksud serangan lawan. Masih harus diasah, namun kemampuannya jelas sudah begitu luar biasa untuk remaja berusia 18 tahun. Level konsentrasi yang layak mendapatkan sanjungan.
Ketika berada di bawah tekanan lawan, Locatelli mampu berpikir dengan cepat. Ia hampir selalu mengambil langkah yang benar, baik untuk berkelit dari lawan atau menentukan seleksi umpan kepada kawan. Dari atribut ini, Locatelli merupakan #6 modern yang mampu bertahan dan menyerang (menginisiasi serangan) sama baiknya.
Berbicara soal menginisiasi serangan, pemain bernomor punggung 73 ini juga jeli melihat posisi lawan. Maksudnya, Locatelli akan melepas umpan jauh hanya ketika ia tuntas mengukur posisi kawan dan lawan. Hasilnya, kawan yang menerima bola tidak akan kesulitan karena langsung ditekan oleh lawan.
Dalam hal ini, Locatelli menunjukkan visi permainan yang mumpuni, ditunjang rasa percaya diri yang juga mantab. Tanpa rasa percaya diri yang memadai, seorang pemain muda akan lebih konservatif. Ia akan memilih memberikan bola kepada kawan lain yang cenderung berada dalam posisi “aman”.
Visinya yang ciamik membuat Locatelli mampu membuat pilihan passing yang baik. Ia tak jarang melepaskan umpan vertikal yang menembus berikade lini tengah lawan. Barcelona punya Sergio Busquets yang piawai melakukannya. Dan, baru-baru ini muncul Julian Weigl milik Borussia Dortmund yang mempunyai kemampuan serupa.
Kemampuan ini akan sangat menguntungkan tim mana pun yang ia bela. Apalagi, Milan punya pemain-pemain depan yang cepat dan nyaman menguasai bola terobosan. Baik Carlos Bacca dan M’baye Niang akan mendapatkan celah besar di depan pertahanan lawan. Apalagi keduanya jago dalam situasi satu lawan satu.
Untuk mencapai level Busquets atau Weigl, Locatelli harus sedikit memperkuat fisiknya supaya penguasaan bola tak mudah direbut lawan. Seiring usia, bukan tak mungkin, Locatelli akan menjadi bagian integral Milan dan menjadi nyawa timnas Italia di kejuaran-kejuaraan dunia.
Hal itu bukan mustahil, mengingat bakatnya memang diakui banyak pelatih, jurnalis, dan pengamat sepak bola. Sebuah pujian keluar dari Sinisa Mihajlovic, eks pelatih Milan yang belum sempat melatih pemuda ini di tim senior. “Saya mengagumi kemampuan mengolah bolanya. Saya yakin di masa depan, ia akan tampil baik untuk tim ini,” ujar Mihajlovic.
Sementara itu, Paolo Bandini, salah seorang jurnalis The Guardian, memiliki pendapat sendiri.
“Dia memiliki setengah kemampuan Andrea Pirlo dan setengah kelebihan Montolivo,” katanya. Selaras dengan Bandini, Bleacher Report memprediksikan bahwa ia akan menjadi penerus jenderal-jenderal lapangan tengah AC Milan, seperti Pirlo yang ia kagumi.