Memesona. Rasanya satu kata itu sangat pas buat menggambarkan performa Ivan Perisic dalam laga Liga Champions antara Internazionale Milano versus Shakhtar Donetsk pada Kamis dini hari (25/11) lalu.
Dipercaya Simone Inzaghi tampil sejak awal, pria Kroasia yang mengisi pos wingback kiri tersebut menjawabnya dengan paripurna.
Semusim lagi masih bolehlah yaaa ~pic.twitter.com/RDaxE08Ouj
— txtInternazionaleMilano (@NerazzurriFans) November 25, 2021
Perisic memang tidak mencetak gol. Namun ia berkontribusi besar atas dua gol yang dilesakkan Edin Dzeko sehingga Inter menang 2-0 dan menggaransi satu tempat di babak 16 besar.
Dalam fase ofensif, ia betul-betul merepotkan pemain yang menghuni sisi kanan pertahanan Shakhtar. Akselerasinya mengagumkan. Gocekannya menakjubkan. Penetrasinya mengerikan.
Mantan penggawa Club Brugge dan Wolfsburg ini betul-betul menjawab kebutuhan Inzaghi akan seorang wingback yang tajam dalam fase ofensif sekaligus kukuh di fase defensif.
Sejatinya, posisi natural lelaki berumur 32 tahun ini adalah winger. Namun oleh pelatih Inter pada musim 2019-2021, Antonio Conte, Perisic diminta untuk beradaptasi dengan peran wingback.
Awalnya ia mengalami kesulitan sehingga manajemen klub meminjamkannya ke Bayern Munchen pada musim 2019/2020. Merumput bareng raksasa Jerman tersebut, pemilik 111 caps bersama Tim Nasional Kroasia ini malah sukses merengkuh tiga gelar dalam semusim yakni Bundesliga, DFB Pokal, dan Liga Champions.
Kiprah apiknya di kota Munchen sempat bikin manajemen Die Bayern berpikir untuk mempermanenkannya. Namun proses negosiasi yang alot dengan Il Biscione mengurungkan niat mereka.
Perisic pun mudik ke kota Milan guna mengenakan baju strip vertikal biru-hitam sekali lagi. Sekembalinya dari masa peminjaman, sosok setinggi 186 sentimeter ini justru menorehkan kisah berbeda.
Adaptasinya dengan peran wingback berjalan apik. Alih-alih tak dibutuhkan dan bermasa depan gelap di San Siro, Perisic malah melesat sebagai kepingan penting dalam skema andalan Conte.
Dirinya membuat sayap kiri Il Biscione hidup dan sanggup mengimbangi eksplosivitas sayap kanan yang kala itu dihuni Achraf Hakimi.
Sayatan-sayatan tajam ayah dari Leonardo dan Manuela ini punya andil atas keberhasilan Inter merengkuh Scudetto musim 2020/2021.
Tatkala Conte pergi lantaran tak satu visi lagi dengan manajemen karena menjual Hakimi dan Romelu Lukaku, Inzaghi yang punya formasi andalan serupa kemudian masuk sebagai suksesor.
Di mata bekas pelatih Lazio tersebut, esensi Perisic di tubuh tim sedikit pun tidak luntur. Ia tetap menjadi pilar utama.
Bahkan ketika Inter memutuskan buat memulangkan produk akademinya yang fasih bermain sebagai fullback maupun wingback dari masa peminjaman, Federico Dimarco, posisi Perisic di starting eleven belum tergeser.
Mengacu pada data Transfermarkt, Perisic musim ini sudah bermain dalam 16 laga lintas ajang dan membukukan 3 gol serta 2 asis.
Kalau dibandingkan dengan Dimarco, sebetulnya Perisic turun di laga yang lebih sedikit sejauh ini. Namun dari menit bermain, kita bisa sama-sama melihat bahwa nama kedua lebih krusial bagi Il Biscione buat mengokupansi sektor sayap kiri.
Dimarco bermain 18 kali dengan total 809 menit sedangkan Perisic beraksi selama 1.200 menit dalam 16 pertandingan.
Performa menawan yang diperlihatkan Perisic akhir-akhir ini membuat Interisti berharap Inter segera memperpanjang kontraknya yang kedaluwarsa pada musim panas 2022 mendatang sebab kehilangan Perisic bisa menghadirkan lubang menganga di sayap kiri.
Benar kalau Dimarco dapat diplot sebagai penerus. Tetapi kemampuan pemuda berusia 24 tahun tersebut belum selevel dengan seniornya.
Pemain bernomor punggung 32 itu boleh saja mempunyai akurasi crossing yang mumpuni. Namun perkara keberanian melakukan penetrasi dengan bola di kakinya, Perisic masih unggul.
Berbeda dengan Dimarco yang cenderung mengandalkan kaki terkuatnya dalam mengeksekusi bola maupun melakukan giringan, Perisic yang kedua kakinya hidup sanggup memberi warna berbeda ketika menyerang.
Lebih dari itu, kreativitasnya juga lebih mentereng. Perisic bisa menahan gocekannya sepersekian detik untuk mengubah arah bola dan tubuhnya.
Pemain-pemain lawan yang mengira ia bakal mengirim umpan silang lalu tertipu, hilang keseimbangan, dan tak dapat mengejar Perisic yang ternyata melakukan tusukan. Hal sebaliknya juga kerap ia praktikkan.
Alhasil, mereka kesulitan membaca gaya main figur yang disebut-sebut sebagai anggota generasi emas Kroasia jilid kedua tersebut.
Bahkan dalam sejumlah momen, jebolan akademi Hajduk Split ini bisa hadir di kotak penalti sebagai penyelesai peluang Inter.
Selain itu, tampaknya juga sudah menjadi rahasia umum adalah kesigapan Perisic dalam membantu lini pertahanan. Ia bisa berada di dekat kotak penalti sendiri hanya beberapa detik usai merangsek ke depan guna melakukan serangan.
Ia terkenal akan keuletan serta kedisplinan dalam menjaga area bermainnya dari tekanan lawan. Ditunjang bangun tubuhnya yang kukuh, Perisic juga bukan sosok yang mudah ditaklukkan via duel-duel fisik.
Atribut macam ini takkan tercatat pada lembar-lembar statistik. Namun hal itu sangat berpengaruh untuk permainan tim secara keseluruhan.
Dimarco sendiri masih kerap beroleh kritikan perihal kebiasaannya yang acap telat turun setelah membantu serangan. Padahal kondisi tersebut merusak struktur permainan dan memberi beban tambahan kepada rekan setimnya.
Bagi Inter yang tengah mengalami kesulitan finansial, mempertahankan pemain bernomor punggung 14 tersebut adalah opsi paling realistis ketimbang memburu pemain baru yang harga dan kualitasnya belum tentu sepadan.
Andai mesti melakukan sedikit penyesuaian agar beban gaji yang ditanggung tidak membengkak, negosiasi dengan kubu Perisic tetap wajib dilaksanakan sesegera mungkin. Toh, sang pemain kabarnya juga betah merumput di kota Milan.
Bicara umur, Perisic memang nyaris melewati peak-nya. Namun bicara kebutuhan, presensinya masih amat dibutuhkan Il Biscione untuk bersaing di kancah domestik maupun kontinental.