Memperhatikan Dzeko Secara Saksama

Melalui laman resminya, Inter Milan mengumumkan perekrutan striker berkebangsaan Bosnia-Herzegovina, Edin Dzeko, dari AS Roma. Pria berpostur 193 sentimeter ini diplot sebagai suksesor Romelu Lukaku yang dilego ke Chelsea.

Alih-alih pro, lebih banyak Interisti yang kontra dengan kedatangan Dzeko. Pasalnya, lelaki yang pernah memenangkan titel Premier League bersama Manchester City tersebut dinilai sudah habis. Apalagi usianya telah menembus 35 tahun.

Mengganti Lukaku yang begitu brilian dengan Dzeko rasanya seperti mengganti mobil Lamborghini Aventador dengan Toyota Soluna yang sudah tak diproduksi lagi.

Akan tetapi, suara sumbang dari Interisti tidak dipedulikan oleh Giuseppe Marotta dan Piero Ausilio sebagai orang yang bertanggung jawab perihal aktivitas transfer I Nerazzurri sebab Dzeko merupakan permintaan khusus dari sang pelatih anyar, Simone Inzaghi.

Kebutuhan Inzaghi akan striker yang memiliki insting gol tinggi berikut kemampuan membuka ruang serta tangguh dalam duel-duel udara memang ada pada Dzeko.

Lagipula, memboyong Dzeko secara gratis dari Roma merupakan pilihan terbaik untuk saat ini. Terlebih ia sudah amat mengenal iklim sepakbola Italia.

Ingat Interisti, klub kesayangan Anda sedang kesulitan finansial. Andai tak punya kewajiban untuk menyeimbangkan neraca keuangan, barangkali Inzaghi bakal meminta Erling Braut Haaland. Hahaha.

Kepercayaan Inzaghi terhadap pemilik 116 caps dan 60 gol bersama tim nasional Bosnia-Herzegovina itu tergambar sedari pekan perdana Serie A 2021/2022.

Dzeko senantiasa dimainkannya sejak menit awal sebagai ujung tombak. Laga debutnya bersama Inter bahkan berjalan manis karena ia mengukir satu gol dan satu asis buat mengantar timnya menang 4-0 atas Genoa (21/8)

Ketika I Nerazzurri menderita kekalahan dari Real Madrid di ajang Liga Champions (16/8), penyerang berjuluk Si Angsa ini juga bermain penuh.

Barulah pada laga melawan Bologna (18/9), Inzaghi mengistirahatkannya. Sang pelatih memilih duet Joaquin Correa dan Lautaro Martinez buat mengisi sektor depan sedari sepak mula.

Nahas buat Correa sebab aksinya dalam laga itu tak sampai setengah jam. Ia kudu ditarik keluar lantaran cedera. Kendati ada striker lain, Alexis Sanchez, yang sudah pulih dan bisa diturunkan, Inzaghi lebih memilih Dzeko sebagai pengganti Correa dalam laga itu.

BACA JUGA:  Inggris: Pencetus dan Pelanggar Aturan Rasisme

Rupanya, keputusan sang allenatore tepat. Striker kelahiran Sarajevo itu mengamuk dengan menggelontorkan dua gol ke gawang I Rossoblu buat membantu Inter menang telak 6-1.

Suka tidak suka, Interisti kudu memuji pemain bernomor punggung 9 ini. Pasalnya, mencetak tiga gol dari empat laga perdana bersama I Nerazzurri bukanlah persoalan gampang.

Namun fokus Dzeko bukanlah pencapaian pribadi. Ia selalu meletakkan kepentingan tim di atas segalanya. Saat mendapat kepercayaan pelatih, satu-satunya hal yang ingin dilakukannya adalah menjawab kepercayaan tersebut dengan performa mengesankan.

Maka pertandingan kontra Fiorentina dini hari tadi (22/9) menjadi arena pembuktian bagi Dzeko yang diturunkan sebagai starter dan berduet dengan Lautaro.

Penampilan anak asuh Inzaghi tak maksimal di babak pertama sehingga tertinggal 0-1 oleh gol Riccardo Sottil. Bayang-bayang kekalahan pun mulai dirasakan Interisti.

Akan tetapi, penyesuaian dan team talk Inzaghi di ruang ganti pada jeda babak sanggup mengubah segalanya. I Nerazzurri mengamuk di babak kedua.

Salah satu protagonis dari kebangkitan Inter adalah Dzeko. Presensinya di lini depan merepotkan Nikola Milenkovic dan Matija Nastasic yang diplot sebagai bek tengah oleh allenatore Fiorentina, Vincenzo Italiano.

Dzeko sering menjemput bola ke tengah guna menarik atensi bek yang menjaganya, membuka ruang bagi rekannya, mengeksekusi peluang, dan ikut membantu pertahanan.

Usai Matteo Darmian bikin gol penyeimbang, Dzeko lalu muncul sebagai pembawa kegembiraan buat Interisti setelah sundulannya memanfaatkan sepak pojok Hakan Calhanoglu berhasil menggetarkan jala Bartlomiej Dragowski. Inter balik memimpin 2-1.

Kendati akhirnya ditarik keluar pada pertengahan laga, gol Dzeko tersebut mengobarkan motivasi dan mengukuhkan mental I Nerazzurri sekaligus menggembosi La Viola.

Ivan Perisic kemudian hadir sebagai pencetak gol terakhir dalam laga ini sembari memastikan raihan tiga angka bagi anak asuh Inzaghi.

“Membalikkan keadaan dalam tempo tiga menit sungguh menyenangkan. Apalagi saya berhasil mencetak gol. Namun hal yang terpenting dari laga ini bukanlah gol saya melainkan keberhasilan kami mengamankan poin sempurna”, tutur Dzeko seperti dikutip dari fcinternews selepas laga.

BACA JUGA:  Mengapa Ada Istilah Liga Petani?

Membukukan empat gol dalam lima partai awal Serie A adalah rapor yang mengagumkan. Banyak striker yang tak mampu melakukan ini saat mengenakan seragam Inter.

Tatkala Dzeko resmi digaet Inter pada awal musim ini, bertebaran artikel mengenai komparasinya dengan Lukaku berdasarkan statistik musim 2020/2021.

Ada yang mampu melihatnya secara objektif, tetapi banyak juga yang memandangnya penuh dengan subjektivitas. Utamanya Interisti sendiri.

Satu yang paling menarik adalah kontribusi gol keduanya (gol, asis, dan penalti). Lukaku ada di angka 0.85 per laga sedangkan Dzeko cuma 0,62 per laga. Di sini, perbedaan antara Lamborghini Aventador dan Toyota Soluna itu seolah benar adanya.

Walau demikian, hal itu tak serta-merta membuat Dzeko dapat disebut jelek. Harus diingat bahwa cara main Inter dan Roma berbeda.

Bahkan dari catatan di atas, figur yang fasih berkomunikasi dalam lima bahasa itu membuktikan bahwa dirinya striker yang klinis dan keberadaannya berguna untuk I Nerazzurri.

Apalagi presensinya di skuad merupakan permintaan Inzaghi. Artinya, atribut Dzeko memenuhi kebutuhan taktikal pelatih berumur 45 tahun tersebut. Tak berbeda jauh dengan Lukaku dan Antonio Conte dahulu, bukan?

Tentu masih banyak Interisti yang bakal membandingkan Lukaku dan Dzeko. Selama tidak keluar dari koridor yang ada, hal itu wajar-wajar saja.

Satu yang perlu diingat, Inter saat ini berbeda dengan Inter yang menjadi juara Serie A musim lalu. Ada banyak penyesuaian taktik yang dilakukan lantaran adanya pelatih baru.

Kondisi itu menuntut para pemain, termasuk para penggawa anyar, untuk beradaptasi agar ide-ide sang pelatih dapat diimplementasikan dengan baik di lapangan.

Percayalah, Inzaghi pasti memaksimalkan kemampuan Dzeko dalam aspek apapun yang sesuai dengan kebutuhan taktikalnya.

Mungkin, ada asa yang mulai meletup-letup di dada Interisti. Ya, asa supaya Dzeko bisa meneruskan produktivitasnya sehingga hasil-hasil positif dituai Inter secara konsisten.

Walau banderol dan prestisenya berbeda, tetapi wajib disadari bahwa fungsi dari Lamborghini Aventador dan Toyota Soluna tadi sama yakni mengangkut I Nerazzurri menuju destinasi akhir bernama prestasi dan kejayaan.

Good luck, Edin.

Komentar