Pada pertandingan kedua Grup A Liga Champions 2022/2023 yang mempertemukan Liverpool melawan Ajax Amsterdam, dilakukan moment of silent atau mengheningkan cipta atas meninggalnya Ratu Elizabeth II. Akan tetapi, pada saat prosesi berlangsung, terlihat banyak pendukung Liverpool yang enggan melakukan mengheningkan cipta dan justru terus bernyanyi pada momen sakral tersebut.
Kejadian ini bukan kali pertama dilakukan oleh pendukung Liverpool, mereka terlihat cukup sensi dengan Kerajaan atau Pemerintahan Inggris. Sebelumnya pada bulan Mei 2022 mereka juga melakukan “boo” atau cemooh saat dinyanyikannya lagu “Abide With Me” dan “God Save the Queen” sebelum final Piala FA di Wembley. Mereka juga sempat mencemooh Pangeran William ketika dia muncul di lapangan. Lantas mengapa penggemar Liverpool melakukan hal ini?
Pertama adalah faktor sejarah. Liverpool merupakan kota yang sangat menderita selama deindustrialisasi ekonomi Inggris pada 1970-an hingga 1980-an. Pada tahun 1981, kondisi ekonomi yang mengerikan, ditambah dengan ketegangan antara polisi dan komunitas Afrika-Karibia, mengakibatkan kerusuhan selama sembilan hari di kota itu.
Setelah kerusuhan, pemerintah Margaret Thatcher justru membuat kebijakan tentang “manage decline” atau memarjinalkan kota Liverpool karena dianggap menjadi daerah yang tidak menguntungkan. Selama dekade ini, Liverpudlians melihat diri mereka sebagai orang luar, terpinggirkan, dan terpisah dari bagian lain negara Inggris. Ditambah penanganan setengah hati oleh negara atas bencana Hillsborough pada tahun 1989 membuat kebencian orang Liverpool kepada pemerintahan Inggris termasuk kerajaannya semakin mengakar kuat.
Kedua adalah ajang menyuarakan keadilan. Mencemooh lagu kebangsaan di pertandingan sepak bola ketika Liverpool atau Timnas Inggris bermain di Wembley yang sering kali dilakukan oleh pendukung Liverpool ternyata tidak lepas dari kondisi Inggris saat ini. Saat ini negeri yang mendapatkan julukan land of hope ini justru seperti kehilangan harapan karena tengah berada di era di mana jutaan orang di Inggris menderita kesulitan ekonomi atau menghadapi krisis dan ancaman resesi di musim dingin ini.
Selain itu ketimpangan sosial dan ekonomi juga terjadi sangat signifikan, hal itulah yang memicu kemarahan orang Liverpool terutama yang memiliki haluan kiri. Selain menyatakan kekecewaannya di stadion, sebagian warga Liverpool juga melakukan aksi konkret untuk sedikit mengatasi situasi ekonomi saat ini. Baik itu pendukung Liverpool dan Everton membuat program ‘Supporting Food Banks‘ pada tahun 2015, sebuah inisiatif yang bertujuan untuk mengatasi kemiskinan pangan di Inggris.
Dua faktor tersebut juga dikuatkan oleh John Gibbons, penggemar Liverpool yang mendirikan podcast The Anfield Wrap. Sebuah wawancaranya bersama BBC Radio, ia mengatakan: “Ini adalah sesuatu yang sangat dirasakan oleh penggemar Liverpool. Ini adalah kota yang ingin terus vokal atau bersuara lantang tentang bagaimana kondisi negara ini dan bagaimana kita harus hidup di dalamnya. Agar tercipta masyarakat yang lebih adil.”
John Gibbson juga menambahkan bahwa ia punya keinginan agar pemerintah Inggris lebih peka dan hadir terhadap kondisi yang dialami oleh warga Liverpool. Mereka berharap pemerintah Inggris bisa menyaksikan sekaligus menghargai perjuangan mereka dari dulu sempat menjadi daerah yang dianak tirikan hingga sekarang justru tumbuh menjadi salah satu kota pelabuhan terbesar di Inggris yang mampu memberikan kontribusi besar dalam sektor ekonomi.