Naik daun bersama Olympique Lyonnais, lalu mengukuhkan status sebagai legenda bareng Real Madrid. Realita tersebut pastilah cocok disematkan kepada penyerang asal Prancis, Karim Benzema.
Mencetak gol adalah tujuan akhir dari permainan sepakbola. Siapa yang mampu mencetak gol lebih banyak daripada lawannya, merekalah yang akan keluar sebagai pemenang.
Kadang, fakta ini menjadi beban tersendiri bagi para striker karena mereka adalah tumpuan utama bagi sebuah kesebalasan untuk menggetarkan jala lawan.
Tatkala sebuah tim mendapat hasil kurang memuaskan, lebih-lebih gagal mencetak gol, maka para juru gedor akan selalu dijadikan kambing hitam.
Ada banyak cacian yang bakal diterima para penyerang saat timnya terjebak dalam situasi tersebut. Padahal, di era sepakbola modern, tugas pemain di sektor depan tak hanya bikin gol semata. Kompleksitas peran striker makin terlihat belakangan ini.
Mereka harus terlibat lebih banyak dalam permainan. Misalnya saja sanggup membuka ruang untuk rekan setimnya, melayani rekan setim lewat umpan-umpan terukur sampai melakukan pressing kepada penggawa lawan saat timnya tidak menguasai bola.
Ironisnya, tidak peduli seberapa baik para striker terlibat aktif dalam permainan, jika mereka gagal mempecundangi bek serta kiper lawan, mereka tetap dituding sebagai biang kerok. Hal ini pula yang acap diterima Benzema selama mengenakan baju Los Blancos.
Striker berumur 32 tahun ini merupakan ujung tombak utama Madrid dalam kurun satu dekade terakhir. Mahar senilai 35 juta Euro (yang meningkat jadi 41 juta Euro karena insentif tambahan) digunakan klub yang berdiri tahun 1902 itu buat mengamankan Benzema dari buruan tim-tim lain pada 2009 silam.
Benzema datang ke Stadion Santiago Bernabeu bersamaan dengan hadirnya Xabi Alonso, Alvaro Arbeloa, Kaka, dan Cristiano Ronaldo.
Bersama nama-nama itu berikut Iker Casillas, Marcelo, dan Sergio Ramos yang sudah terlebih dahulu menghuni skuad, Benzema diproyeksikan sebagai tumpuan anyar Madrid guna merajai kompetisi domestik, regional maupun internasional.
Walau Benzema punya sinar kebintangan sendiri, tapi pusat tata surya Los Blancos sejak musim 2009/2010 adalah Ronaldo yang bahkan sanggup menggeser keberadaan legenda klub, Raul Gonzalez.
Segala hal yang berbau Madrid selalu bersinggungan dengan lelaki Portugal itu, tak terkecuali gaya main mereka sehingga kemampuan Ronaldo dapat dieksploitasi secara maksimal.
Wajar kalau kemudian, sorotan kepada Benzema tidak terlalu masif kendati dirinya produktif dalam urusan mencetak gol.
Berdasarkan statistik yang dihimpun via Transfermarkt, dalam kurun 2009/2010 sampai 2018/2019, penyerang bernomor punggung 9 ini sudah mengukir 222 gol dan 124 asis dari 465 penampilan di seluruh kompetisi. Apakah itu catatan yang buruk? Jelas tidak!
Sialnya, ratusan gol yang dihasilkan Benzema tak membuat namanya harum di benak Madridistas. Ia masih kalah pamor dari Ronaldo atau Gareth Bale yang sama-sama mengisi lini serang Madrid.
Padahal saat menjadi bagian dari trio BBC (Bale, Benzema, Cristiano), sumbangsihnya nyata dalam membantu Los Blancos memenangkan sejumlah titel. Namun apes, pemilik 81 penampilan dan 27 gol bareng tim nasional Prancis tersebut masih kerap menerima cacian dari para suporter.
Benzema acap dituding sebagai penyerang yang tidak efektif dalam memanfaatkan peluang, inkonsisten, kurang terlibat aktif dalam permainan Los Blancos, dan masih banyak lagi. Kenyataan itu seperti mengebiri kontribusi figur yang pernah tersandung kasus asusila bersama Franck Ribery medio 2014 silam.
Manakala Bale menunjukkan penurunan performa dan Ronaldo justru lebih banyak berperan sebagai penyerang tengah, Benzema pun mampu beradaptasi dengan situasi tersebut.
Alih-alih egois demi bersaing dengan Ronaldo, Benzema rela mengubah gaya mainnya demi kebutuhan tim. Ia jadi rajin turun ke bawah guna menjemput bola, dan melayani rekan setim yang punya ruang lebih luas buat berkreasi ataupun mencetak gol.
“Orang-orang berharap kepada striker untuk mencetak gol, tapi saya pikir saya adalah pemain berposisi nomor 9 yang punya jiwa nomor 10”, tutur Benzema dalam sebuah wawancara.
Selepas hengkangnya Ronaldo ke Juventus per musim 2018/2019 dan Bale yang lebih disibukkan oleh cedera dan berbagai cerita kontroversial di luar lapangan, Benzema tetap berdiri di sektor depan Madrid sebagai gacoan utama dengan Eden Hazard, Brahim Diaz, Mariano Diaz, Luka Jovic, Rodrygo, dan Vinicius Junior bergantian sebagai partnernya.
Sangat tidak adil jika hanya menyalahkannya karena performa Madrid yang menurun drastis. Jika ketajaman tim yang dianggap menurun, sejatinya Benzema masih mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.
Musim lalu, ia mencetak 21 gol di La Liga Spanyol, jumlah yang sama dengan Luis Suarez dan hanya kalah dari Lionel Messi yang meraih gelar El Pichichi alias pencetak gol terbanyak dengan catatan 36 gol.
Secara keseluruhan, pemain yang mengidolakan penyerang Brasil, Ronaldo Luiz Nazario, ini membukukan 29 gol di semua ajang. Jumlah itu hanya terpaut dua gol dari catatan terbaiknya selama membela Madrid yakni 31 gol yang ia buat pada musim 2011/2012.
Benzema for Real Madrid:
⚽️ More goals than Puskas
🎯 More assists than Zidane
🏆 More trophies than C. RonaldoThe most underrated player of his generation? pic.twitter.com/SrauXUnwYf
— ESPN FC (@ESPNFC) June 18, 2020
Musim ini sendiri, Benzema sudah mengoyak jala lawan sebanyak 22 kali seraya mengoleksi 9 asis dari 39 kali turun ke lapangan di semua kompetisi.
Rekor itu membuat namanya kini ada di peringkat empat pencetak gol terbanyak Madrid sepanjang sejarah dengan total 244 gol. Melampaui sosok-sosok legendaris semisal Emiliano Butragueno, Ferenc Puskas, dan Hugo Sanchez.
Mengingat usianya masih tergolong produktif bagi pesepakbola dan kontraknya yang baru berakhir musim panas 2021 nanti, Benzema punya kans untuk menambah pundi-pundi golnya bersama Los Blancos sembari melewati Alfredo Di Stefano yang duduk di posisi ketiga dalam daftar top skorer klub. Torehan gol dua penggawa berbeda zaman ini cuma terpaut 22 biji saja.
Statistik di atas membuktikan kalau Benzema telah menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin. Justru tidak adil bila performanya dibandingkan dengan Ronaldo yang rata-rata bisa mengemas 50 gol dalam semusim kala berkostum Madrid.
Lagi pula, sampai saat ini, hanya ada satu pemain yang rekening golnya bisa menandingi kepunyaan Ronaldo yaitu Messi.
Dua musim pamungkas sebetulnya bisa dijadikan gambaran jelas oleh para Madridistas bahwa catatan gol Los Blancos bergantung pada ketajaman Benzema.
Tak percaya? Silakan bandingkan jumlah gol yang sudah ia ukir musim ini dengan kepunyaan Ramos yang duduk sebagai pencetak gol terbanyak kedua di skuad. Apakah jomplang?
Faktor mengapa Benzema terlihat inkonsisten dalam urusan mencetak gol adalah tugasnya dalam permainan yang semakin kompleks seperti yang telah saya paparkan di bagian awal. Namun nahas, aksi-aksinya tak selalu bisa dimengerti oleh rekan setim di atas lapangan.
Alhasil, permainan Madrid terkesan berputar-putar di lini tengah tanpa adanya sosok yang berdiri sebagai penyelesai akhir.
Strategi yang diterapkan oleh Zinedine Zidane juga membuat Benzema yang sebelumnya terbiasa bermain sebagai pembuka ruang lantaran keberadaan Ronaldo, kini dipaksa kembali beradaptasi untuk menjadi pemain nomor 9 seutuhnya.
Inkonsistensi dan penurunan performa bisa membuat popularitas seorang pemain merosot di mata suporter. Namun dengan apa yang telah ditunjukkannya setiap kali berpeluh keringat di atas lapangan, rasanya pantas sekali bagi Madridistas untuk lebih mengapresiasi presensi Benzema sebagaimana mestinya.
Ingatlah, segala hal yang ia lakukan selama ini di atas lapangan adalah untuk kejayaan Los Blancos, bukan lainnya. Merci, Benzema.