Semenjak Orville dan Wilbur Wright menemukan pesawat terbang pada 1903, banyak sekali perubahan terjadi, terutama pada bidang transportasi.
Dalam dunia sepak bola, hadirnya pesawat terbang membuat pertandingan antarklub yang terpisah jarak yang jauh, bahkan sampai berbeda benua, menjadi lebih mudah untuk dilakukan.
Dasawarsa ini, kita bahkan semakin sering melihat sebuah klub melakukan perjalanan lintas benua seperti tur Asia atau Amerika pada masa pramusim.
Sebagai contoh, pada musim 2013-14, Barcelona melakukan perjalanan ke Bangkok dan Kuala Lumpur sebelum bertolak menuju Munich, Oslo dan Gdansk sebagai bagian dari aktivitas pramusim mereka.
Dalam perjalanannya pada musim itu, Blaugrana juga melakukan beberapa perjalanan jauh dari Barcelona ke Glasgow, Milan, Amsterdam dan Manchester saat harus bermain di Liga Champions.
Rupa-rupanya, berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan jarak yang jauh dalam waktu yang singkat memiliki dampak pada kesehatan yang sering diistilahkan sebagai jet lag.
Jam biologis manusia
Jet lag dikenal juga dengan nama desynchronosis atau sindroma perubahan zona waktu. Kondisi ini memiliki efek terhadap cyrcadian rhytm atau jam biologis manusia.
Jam biologis adalah siklus 24 jam dari proses kimiawi dan psikologis tubuh manusia. Proses ini merupakan sebuah hasil dari adaptasi terhadap lingkungan sekitar yang sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal.
Misalnya, siang dan malam akan sangat memengaruhi waktu untuk tidur, waktu untuk bangun, suhu tubuh dan tekanan darah.
Lebih dalam lagi, cahaya sebagai faktor eksternal akan memengaruhi proses internal tubuh.
Cahaya masuk melalui retina mata, lalu menuju kelenjar pineal melalui traktus retinohypothalamicus.
Stimulasi kelenjar pineal oleh cahaya akan menghambat produksi melatonin, hormon yang bertanggung jawab terhadap waktu tidur. Sehingga, adanya cahaya akan menstimulasi sesorang untuk bangun, sementara gelap akan memicu seseorang untuk tidur.
Bayangkan misalnya seseorang terbang dari New York menuju Barcelona. Saat tiba di Barcelona, misalnya jam 22.00, waktu di New York masih menunjukan jam 16.00.
Hal ini akan mengakibatkan seseorang tersebut mengalami susah tidur, walaupun sudah malam, karena jam biologisnya masih mengira pukul 16.00.
Sebaliknya, jika seseorang melakukan perjalanan dari Barcelona menuju New York dan sampai pada jam 16.00, ia akan lebih mudah tidur karena jam biologisnya mengira sudah jam 22.00.
Dampaknya terhadap performa.
Gejala dari seseorang yang mengalami jet lag tidak hanya gangguan pola tidur seperti yang sebelumnya dijelaskan.
Gangguan lain semisal mudah lelah, kehilangan nafsu makan, gangguan perasaan (mood), sakit kepala dan gangguan performa fisik juga seringkali terjadi.
Dr Juan Carlos Miralles, anggota dari Komite Medis UEFA, mengatakan dalam publikasi kedokteran tahunan UEFA, Medicine Matters 2013, bahwa jika tempat tujuan memiliki perbedaan lima zona waktu, hal tersebut akan menurunkan performa fisikal seorang pemain sebesar 10%.
Situasi ini setara dengan mereka yang hanya tidur tiga jam dalam satu malam lantas berlatih atau bertanding esok harinya.
Beberapa kondisi di luar jarak tempuh perjalanan dan perbedaan zona waktu seperti kelembaban, kondisi udara dan perbedaan ketinggian terhadap tempat tujuan juga diyakini mampu memperberat gejala yang dialami.
Beberapa studi menunjukkan bahwa perubahan satu zona waktu membutuhkan waktu adaptasi sekitar satu hari.
Jika perbedaan zona waktu mencapai lima wilayah, maka proses adaptasi kemampuan psikomotor seseorang memakan waktu sedikitnya 5-7 hari.
Kemudian, lain pula halnya dengan VO2 max. VO2 max mengalami penurunan hingga 2-3 hari setelah sampai di tempat tujuan. VO2 max kemudian akan meningkat secara perlahan-lahan dan mencapai nilai normal antara hari ke 18-20.
Mengurangi efek Jet Lag
Sebelum Perjalanan
Manajemen tim harus mengatur jadwal penerbangan yang baik. Pemain diusahakan datang sesuai dengan waktu yang dibutuhkan untuk bisa beradaptasi.
Kemudian, tim dokter juga menyiapkan makanan yang mengandung kaya karbohidrat dan rendah protein.
Untuk memudahkan para pemain untuk jatuh tertidur dan beristirahat, makanan yang disajikan harus mengandung tryptophan, yakni zat yang dibutuhkan untuk sintesis serotonin.
Serotonin diketahui dapat membantu memudahkan tidur. Sebaliknya, jika butuh mencegah kelebihan tidur, maka bisa diberikan makanan tinggi protein dan rendah karbohidrat.
Saat Perjalanan
Jika pesawat tiba di tempat tujuan pada malam hari, usahakan agar si pemain tidak tidur selama perjalanan.
Sementara, jika tempat tujuan baru bisa dicapai pada pagi hari, usahakan pemain tersebut tidur.
Selama perjalanan, makanan yang sudah disiapkan oleh tim dokter bisa dihidangkan kepada pemain, sesuai kebutuhan tentu saja.
Selain makanan, penggunaan earplug dan eyepad dapat membantu memudahkan tidur selama di perjalanan. Ingat di paragraf sebelumnya bagaimana cahaya menghambat pembentukan melatonin.
Menghambat cahaya masuk menuju mata dengan penggunaan eyepad dapat membantu kelenjar pineal untuk memproduksi melatonin, sehingga lebih mudah tidur.
Saat di tempat tujuan
Latihan di hari-hari awal kedatangan tidak boleh terlalu berat, karena risiko cedera akibat rasa lelah setelah perjalanan tentu saja meningkat.
Di luar jam latihan, saat siang hari, pemain dianjurkan untuk beraktivitas daripada tidur siang.
Tidur siang akan membuat tidur di malam hari lebih sulit dan akhirnya mengganggu proses penyesuaian jam biologis dengan lingkungan yang baru.
Pengetahuan yang aplikatif dan cenderung mudah untuk dilakukan semacam ini, di Indonesia masih susah dilaksanakan.
Banyak tim yang datang hari ini, besok sudah langsung bertanding, padahal zona waktunya berbeda dua wilayah. Hal ini seringkali terjadi dengan kilah “meningkatkan biaya operasional”.