Menghapus Keraguan di Bahu Paulo Fonseca

Sebelum dilantik sebagai pelatih AS Roma pada Juli 2019 kemarin dan diganjar kontrak selama dua musim plus opsi perpanjangan untuk musim ketiga, mungkin hanya sedikit penggemar sepakbola yang mengetahui sosok Paulo Fonseca. Pasalnya, karier kepelatihan Fonseca lebih banyak dihabiskan untuk membesut tim-tim papan tengah di negara asalnya, Portugal, serta berkiprah di Ukraina bersama Shakhtar Donetsk.

Bersama kesebelasan terakhir juga, Fonseca menggenggam banyak prestasi. Masing-masing berupa tiga gelar Liga Primer Ukraina dan Piala Ukraina plus sebiji Piala Super Ukraina. Dirinya pun didapuk sebagai pelatih terbaik di Liga Primer Ukraina 2016/2017.

Catatan menawan itulah yang bikin presiden Roma periode 2012-2020, James Pallotta, tertarik menggunakan jasanya. Pallotta menilai bahwa Fonseca merupakan pelatih dengan mental juara dan dapat membantu I Giallorossi kembali menemukan taringnya saat bertarung di Serie A. Pelatih berusia 47 tahun ini merupakan juru taktik keempat tim sejak 2016.

Ketika dipercaya menangani Roma, waktu buat Fonseca melakukan persiapan tergolong minim yakni satu bulan saja. Beruntung, hal itu tak membuatnya kesulitan sebab manajemen I Giallorossi memberi dukungan secara maksimal, khususnya di bursa transfer.

Tercatat, Roma mendatangkan Amadou Diawara, Pau Lopez, dan Leonardo Spinazzola secara permanen serta meminjam Gianluca Mancini, Henrikh Mkhitaryan, Chris Smalling, Jordan Veretout, dan Davide Zappacosta. Nama-nama inilah yang dikombinasikan Fonseca bersama penggawa lawas semisal Bryan Cristante, Edin Dzeko, Justin Kluivert plus Nicolo Zaniolo sebagai fondasi utama tim.

Walau sempat tertatih dan dihinggapi inkonsistensi permainan, Fonseca berhasil mengantar Dzeko dan kawan-kawan finis di peringkat lima Serie A 2019/2020. Sementara di ajang Piala Italia dan Liga Europa, Roma mengakhiri perjalanannya pada fase perempatfinal dan perdelapanfinal.

BACA JUGA:  Daniele De Rossi dan Kebebalannya yang Keterlaluan

Bagi pelatih debutan seperti Fonseca, catatan itu bisa dikatakan cukup bagus. Maka misi tampil lebih baik di musim selanjutnya pun ia canangkan. Kubu manajemen pun bertindak cepat di bursa transfer dengan mempermanenkan Mkhitaryan dan Smalling sekaligus mencomot Pedro Rodriguez secara gratis. Selain itu, I Giallorossi juga meminjam Marash Kumbulla dan Borja Mayoral sebagai amunisi tambahan.

Kesemuanya diharapkan bisa memperkokoh armada walau kehilangan beberapa sosok esensial di tubuh tim selama ini layaknya Aleksandar Kolarov, Diego Perotti, dan Patrick Schick yang dilego. Nama-nama semisal Alessandro Florenzi, Kluivert, Robin Olsen, dan Cengiz Under juga dipinjamkan ke tim-tim di luar Italia.

Dalam sebuah wawancara, Fonseca menjelaskan bahwa ia tak memiliki taktik yang baku. Seperti dinamisnya sepakbola, pilihan taktiknya pun bakal selalu berubah-ubah karena menyesuaikan diri dengan calon lawan. Berdasarkan data Transfermarkt di musim lalu, Fonseca gemar memainkan formasi 4-2-3-1 dan 3-4-2-1. Sementara di awal musim ini, Fonseca lebih banyak menggunakan formasi kedua.

Hal yang tak berubah dari strategi khas Fonseca adalah kesukaannya menerapkan gaya high pressing. Sayangnya, pakem ini juga yang bikin stamina penggawa Roma lekas kedodoran. Ya, I Giallorossi acap tampil keren di babak pertama, tetapi loyo di 45 menit kedua. Suka tidak suka, Fonseca dan staf kepelatihannya memang harus memoles lagi daya tahan seluruh skuad sehingga permainan tim asuhannya semakin konsisten.

Sampai tulisan ini dibuat, Dzeko dan kawan-kawan masih berkutat di papan tengah dengan duduk di peringkat delapan klasemen sementara Serie A 2020/2021. Sementara pada ajang Liga Europa, Roma memuncaki klasemen Grup A. Ditinjau dari sisi manapun, performa tim masih ada di level cukup baik.

BACA JUGA:  Maurizio Sarri: Rokok dan Revolusi Senyap Bersama Lazio

Maka keraguan kepada Fonseca sudah sepantasnya disudahi. Terlebih perjalanan I Giallorossi di musim ini masih sangat panjang. Biarkan lelaki Portugal ini bekerja dengan maksimal guna membangkitkan Serigala Ibu Kota dari masa hibernasinya. Siapa tahu, di pengujung musim nanti Fonseca sanggup membuat Romanisti di manapun berada tersenyum lebar.

Komentar
Penggemar Serie A dan hatinya dimiliki AS Roma. Bisa disapa via akun Twitter @isinyamakimaki