“Jika kamu merasa hidupmu tak berguna, ingatlah bahwa di sebuah tim sepakbola ada kiper ketiga”.
Lelucon tersebut sering saya temui di kalangan penggemar sepakbola. Kalimat motivasi yang sebenarnya merupakan sebuah olok-olok bagi keberadaan para kiper ketiga yang seringkali dianggap tidak penting. Hal ini pasti dirasakan pula oleh penjaga gawang nomor tiga Juventus, Carlo Pinsoglio.
Posisi kiper dalam sepakbola memang unik. Pasalnya, hanya ada satu orang saja yang dapat menempati posisi ini di sebuah tim yang turun dalam suatu pertandingan. Mereka juga jarang sekali digantikan di tengah laga kecuali mengalami cedera parah. Fakta tersebut jelas berbeda dibanding posisi outfield yang rentan dirotasi oleh pelatih. Akibatnya, para kiper cadangan, lebih-lebih yang hierarkinya ada di posisi tiga, jarang sekali mendapat kesempatan bermain.
Alasan-alasan itulah yang membuat para kiper di kancah sepakbola profesional enggan didapuk sebagai kiper ketiga, tak di klub besar, apalagi di sebuah kesebelasan kecil. Umumnya, mereka yang mengisi pos ini adalah penggawa muda yang baru naik kelas dari tim junior atau sosok-sosok berusia senja yang memasuki periode akhir karier profesionalnya.
Lahir 30 tahun lalu di Moncalieri, sebelah selatan kota Turin, karier sepakbola Pinsoglio diinisiasinya bersama tim junior Juventus. Tahun 2010, dirinya masuk ke skuad utama. Namun bukannya mengenakan seragam I Bianconeri guna merasakan debut profesional, Pinsoglio justru lebih banyak dipinjamkan ke klub lain. Mulai dari Viareggio hingga Pescara.
Dirinya juga sempat dilepas pihak Juventus pada 2012 silam untuk bergabung dengan kesebelasan yang pernah meroketkan nama-nama semisal Roberto Baggio, Mohammed Kallon, dan Luca Toni yaitu Vicenza. Ia pun sempat mencicipi masa peminjaman ke Modena.
Pada akhirnya, kisah di antara Juventus dan Pinsoglio terajut kembali pada tahun 2014. Namun kesempatan bermain dengan tim utama tak kunjung datang. Seperti sebelumnya, ia terus dipinjamkan ke klub-klub lain. Barulah di tahun 2018 silam, Pinsoglio mendapatkan kesempatan debut dengan baju I Bianconeri.
Dalam giornata pamungkas Serie A 2017/2018 kontra Hellas Verona, Pinsoglio dimasukkan Massimiliano Allegri pada menit ke-64 menggantikan Gianluigi Buffon. Tepuk tangan membahana di Stadion Allianz, bukan untuk Pinsoglio tentu saja karena laga itu menjadi perpisahan untuk Buffon yang di musim berikutnya hijrah ke Paris Saint-Germain (PSG).
Usai laga tersebut, ia harus duduk lama di bangku cadangan. Kesempatan bermain bagi Juventus baru didapatnya lagi pada pertandingan terakhir Serie A 2018/2019 kala berjumpa Sampdoria. Pinsoglio jarang sekali tampil, tapi uniknya, ia punya koleksi gelar Scudetto yang lebih banyak dibanding Danilo atau Merih Demiral.
Pada musim 2019/2020, sekali lagi Pinsoglio tak banyak beraksi di atas lapangan lantaran statusnya hanya kiper ketiga. Walau demikian, ia begitu menonjol di pinggir lapangan dan media sosial. Pria setinggi 194 sentimeter ini terlihat akrab dengan seluruh penggawa I Bianconeri.
Keakraban itu semakin jelas di masa pandemi ini di mana stadion sepi dan kita bisa melihat gerak-gerik setiap pemain dengan mudah. Pinsoglio sering tertangkap kamera sedang berbincang akrab dengan Buffon yang kini menjadi kiper kedua di bangku cadangan.
Di lain kesempatan ia terlihat bersama Buffon meneriakkan kata-kata penyemangat dari pinggir lapangan. Maka tak heran kalau kita sering melihat para pemain Juventus, termasuk Cristiano Ronaldo merayakan gol dengan memeluk Pinsoglio dan Buffon di pinggir lapangan.
Seusai pertandingan Pinsoglio selalu terlihat memeluk dan memberikan semangat kepada semua pemain, khususnya para kiper yakni Wojciech Szczesny dan Buffon. Sebuah hal yang amat layak dicontoh oleh semua pihak.
Di luar pertandingan juga adalah sosok yang menyenangkan. Hal ini bisa dilihat dari unggahan-unggahan di akun instagram pribadinya, @carlopinsoglio. Ia begitu rutin mengunggah foto-fotonya bersama tim. Saat tim menang ia memberi selamat, saat tim kalah ia memberikan semangat.
“Kita adalah Juventus karena kita selalu tahu bagaimana caranya untuk bangun. Mari bekerja untuk pertandingan berikutnya.”, tulisnya di Instagram seusai Juventus mengalami kekalahan menyakitkan dari Milan beberapa waktu yang lalu.
Sesaat setelah Buffon memecahkan rekor penampilan terbanyak Serie A sepanjang masa di pertandingan derbi menghadapi Torino, Pinsoglio juga tak lupa memberi selamat dengan mengunggah foto sang legenda disertai tulisan yang berbunyi, “Tidak ada cara yang lebih baik untuk merayakannya @gianluigibuffon. Turin tetap putih-hitam!”
Itulah Pinsoglio, sosok yang mengisi pos “pemain paling tidak penting” di Juventus. Perannya tidak terlihat secara jelas oleh fans, tapi energi positifnya bisa dirasakan oleh rekan-rekannya di ruang ganti. Kecintaannya terhadap klub terlihat jelas dari sikap dan komitmennya, meskipun ia lebih sering menjadi penghangat bangku cadangan.
Barangkali saat masih muda dulu Pinsoglio pernah bermimpi akan menjadi sosok yang besar, legenda bagi klub tanah kelahirannya alih-alih menjadi sosok kiper ketiga selama bertahun-tahun. Tetapi nyatanya tak sedikitpun kekecewaan tergambar di wajahnya. Sosoknya selalu ramah dan penuh senyum.
Mungkin ia sadar bahwa dalam hidup, setiap orang punya perannya masing-masing. Tidak semua orang ditakdirkan menjadi pemeran utama. Beberapa harus rela menjadi pemeran pembantu yang jauh dari puja-puji dan sorotan. Tak ada yang salah dengan itu. Semuanya bergantung kepada pilihan masing-masing, dan Pinsoglio memilih untuk melakukan yang terbaik sesuai kapasitas dan perannya.