Mimpi Indonesia dan Kashima Antlers

Tampil tak meyakinkan dan kerap membuat fansnya gemas barangkali telah menjadi trademark tim nasional Indonesia. Rasanya kurang afdal jika kita, selaku pendukung setianya, tidak ngomel-ngomel atau bahkan misuh-misuh. Dan hal seperti itu kembali terjadi tahun ini saat tim Merah-Putih berlaga di Piala AFF 2016.

Saat fase penyisihan grup, skuat Garuda harus berjuang susah payah untuk lolos ke babak selanjutnya. Tercatat, dari tiga pertandingan (melawan Thailand, Filipina, dan Singapura) yang dijalani, Indonesia cuma sanggup memenangi satu laga.

Dua partai lainnya berakhir imbang dan kalah. Beruntung, torehan empat angka yang dikumpulkan Boaz Solossa cs., sudah cukup untuk meloloskan mereka.

Ketika bertemu Vietnam di babak semifinal, sekali lagi, Indonesia tampil tidak betul-betul meyakinkan meski menang 2-1 di kandang sebelum akhirnya menahan imbang kubu The Golden Stars kala melakoni pertandingan tandang.

Anda semua pasti jantungan dan kesal melihat Indonesia yang sudah unggul 1-0 hingga menit ke-80, ditambah Vietnam bermain dengan 10 orang, justru kebobolan sepasang gol cantik dari tim tuan rumah.

Untungnya, nasib baik masih memayungi anak buah Alfred Riedl, setelah Manahati Lestusen sukses mengonversi penalti di masa perpanjangan waktu. Dan lagi-lagi, kita mesti bersyukur karena skor 2-2 itu bertahan sampai peluit panjang tanda laga usai ditiup sehingga Indonesia berhak menembus final.

Sampai akhirnya, dalam rentang beberapa hari terakhir, berita tentang keberhasilan tim nasional Indonesia menekuk Thailand dengan skor 2-1 di leg pertama final Piala AFF 2016 begitu ramai dibahas. Televisi, media sosial, bahkan radio lokal di tempat saya tinggal juga tak ketinggalan untuk menikmati euforia ini.

Wajar memang, Indonesia sudah sangat lama paceklik gelar juara. Terakhir kali sepak bola Indonesia mencicipi manisnya status kampiun adalah di SEA Games 1991 di Manila. Dik Alief Maulana bahkan mungkin masih owek-owek saat itu. Sudah lampau sekali memang.

Masyarakat Indonesia, yang memang menggemari sepak bola ataupun yang menjadikan sepak bola sebagai pelarian sebab jengah akan isu politik dan SARA yang deras mengalir beberapa waktu belakangan ini, jelas memiliki optimisme di dalam dada.

Keyakinan bahwa Boaz Solossa dkk., lewat perjuangan keras dan rida Ilahi, kelak akan bisa membawa pulang trofi Piala AFF 2016.

Namun, di tengah euforia tersebut, jangan pernah lupa bahwa masih ada 90 menit (atau bahkan lebih) waktu tersisa guna menentukan siapa yang bakal menggenggam trofi Piala AFF. Saya tak bermaksud menakut-nakuti, tapi Stadion Rajamangala di Bangkok bukan venue yang ramah bagi tim tamu.

BACA JUGA:  Sepenggal Kisah Galatama

Pendukung timnas Gajah Putih pasti akan memadati stadion berkapasitas kurang lebih 50.000 pasang mata itu guna meneror skuat Garuda. Ya, Stadion Rajamangala bisa saja berubah menjadi neraka kecil pada Sabtu (17/12) esok.

Saya pribadi akan sangat sedih bila keunggulan agregat 2-1 yang dimiliki Indonesia berakhir dengan kegagalan. Sungguh, itu adalah hal yang sangat amat pahit, jauh lebih pahit ketimbang diputus pacar. Dik Isidorus Rio pasti sepakat perihal ini.

Maka sebagai suporter setia timnas, walau kerap senewen sampai misuh-misuh melihat penampilan mereka, saya menaruh harapan dan terus berdoa supaya Indonesia dapat merengkuh mimpi juaranya yang sudah berlangsung selama seperempat abad itu. Ayo Indonesia!

Sejenak, mari kita tinggalkan Indonesia untuk bergerak sedikit ke utara. Tepatnya ke negara yang pernah menancapkan kukunya sebagai penjajah di bumi pertiwi, Jepang.

Sejak 8 Desember kemarin, negeri yang populer akan sushi dan dorayaki ini sedang menyelenggarakan ajang tahunan garapan FIFA (Federation Internationale de Football Association), Piala Dunia Antarklub, yang mempertemukan tim-tim yang berhasil menjadi jawara kompetisi antarklub tertinggi di zona masing-masing.

Tercatat, ada enam peserta yang selalu hadir, yakni juara Liga Champions Afrika, Liga Champions Amerika Utara, Liga Champions Asia, Liga Champions Eropa, Liga Champions Oseania, dan Piala Libertadores (kompetisi antarklub tertinggi di region Amerika Latin).

Keenam partisipan itu ditambah satu tim (biasanya yang menjadi juara liga) yang berasal dari negara penyelenggara.

Dan tahun ini, klub-klub yang tampil di ajang ini adalah Atletico Nacional (Kolombia), Auckland City (Selandia Baru), Club America (Meksiko), Jeonbuk Hyundai Motors (Korea Selatan), Mamelodi Sundowns (Afrika Selatan), Real Madrid (Spanyol), dan wakil tuan rumah, Kashima Antlers.

Tak seperti biasanya yang didominasi kesebelasan asal Amerika Latin dan Eropa, meski utusan Eropa lebih sering menjadi kampiun, kompetisi kali ini berhasil menghadirkan sebuah kejutan yang tak terduga.

Adalah wakil Jepang, Kashima Antlers, yang berhasil menggegerkan publik pencinta sepak bola. Bagaimana ceritanya? Mari kita telusuri bersama-sama penampilan apik mereka sepanjang turnamen kali ini.

Seperti kebanyakan tim-tim tuan rumah yang lain, di Piala Dunia Antarklub kali ini, Kashima Antlers mesti bermain sejak babak playoff dan berjumpa wakil Oseania, Auckland City. Di laga itu, Mitsuo Ogasawara cs., berhasil melakukan comeback luar biasa.

Tertinggal satu gol dari Auckland City yang dikemas oleh Kim-Dae-wook pada menit ke-50, anak asuh Masatada Ishii justru tampil kesetanan dan membuat dua gol lewat Shuhei Akasaki dan Mu Kanazaki. Skor 2-1 itu pun bertahan sampai laga usai sehingga Kashima Antlers berhak melaju ke fase perempatfinal.

BACA JUGA:  Regulasi UEFA dan Tata Cahaya Stadion di Eropa

Lawan yang lebih sulit bernama Mamelodi Sundowns, karena memiliki kualitas yang lebih baik ketimbang Auckland City, siap menjegal. Namun heroiknya, Kashima Antlers justru sukses menghajar Hlompo Kekana dkk. Sepasang gol dari Yasushi Endo dan (lagi-lagi) Kanazaki sudah cukup untuk memberi selembar tiket mudik untuk Sundowns.

Ujian lebih berat pun menunggu Kashima Antlers di babak semifinal karena kampiun Copa Libertadores 2016, Atletico Nacional, telah bersiap untuk menjungkalkan upaya mereka.

Berlaga di Stadion Suita City di Osaka, Kashima Antlers yang berkostum putih malah meluluhlantakkan klub yang “menghadiahkan” titel Copa Sudamericana 2016 untuk Chapecoense tersebut. Tak tanggung-tanggung, anak buah Reinaldo Rueda dibantai tiga gol tanpa balas.

 

Dengan hasil itu, klub yang mengoleksi delapan titel juara Liga Jepang ini pun sukses menjejakkan kakinya di final. Lawan yang harus dihadapi Kashima Antlers pun bukan klub sembarangan, tapi kesebelasan bertabur bintang dunia, Real Madrid. Kubu Los Blancos sendiri melaju ke final usai menumpas perlawanan Club America dengan skor 2-0.

Torehan yang dibuat Kashima Antlers ini menghasilkan setidaknya dua rekor. Pertama, Kashima Antlers adalah klub asal Asia pertama yang berhasil menembus babak final. Kedua, mereka juga menjadi tim pertama yang sanggup menembus babak final meski harus berlaga sejak fase playoff. Sungguh luar biasa!

Melihat pencapaian Kashima Antlers, pendukung fanatik mereka jelas merasa sangat gembira. Apalagi di partai paling menentukan dan prestisius itu nanti bakal membuat mereka secara langsung melihat aksi-aksi dari Karim Benzema, Luka Modric, dan pastinya Cristiano Ronaldo.

Berada di titik ini pasti membuat Kashima Antlers bermimpi untuk menjadi tim asal Asia pertama yang sanggup membawa pulang gelar Piala Dunia Antarklub. Terkesan berlebihan? Sejatinya tidak.

Mereka kini sudah di final dan pasti akan berjuang mati-matian sampai peluit akhir dibunyikan wasit. Apa yang ingin dicapai Kashima Antlers di ajang kali ini seolah pas dengan slogan Football Dream yang mereka gunakan musim ini.

Pada akhirnya, satu pertanyaan menetas di kepala saya. Sanggupkah kedua tim ini, Indonesia dan Kashima Antlers, meraih titel juara di Piala AFF dan Piala Dunia Antarklub untuk pertama kalinya dan menciptakan sejarah baru?

 

Komentar