Narco-Soccer di Meksiko

Meksiko. Sebuah negara di benua Amerika yang mendapat perhatian khusus dari seluruh dunia karena dua hal: sepak bola dan narkotika. Untuk hal pertama, sepertinya tidak perlu diperdebatkan lagi. Ya, nama-nama pesepak bola dari Meksiko mulai semakin sering berseliweran di ingatan kita, misalnya Giovanni dos Santos, Carlos Vela, sang kapten gaek Rafael Marquez, dan tak lupa si anak muda ajaib, Javier “Chicharito” Hernandez. Eksistensi mereka di klub-klub papan atas Eropa seperti Barcelona, Real Madrid, dan Manchester United ikut menyumbang stabilitas tim Sombrero di lapangan hijau. Bahkan, lambat laun tim nasional Meksiko mulai diperhitungkan sebagai tim tangguh, tidak hanya di benua Amerika, tetapi juga di seantero dunia.

Kestabilan tim sepak bola Meksiko terlihat dari pencapaian mereka di beberapa kompetisi ternama dalam beberapa tahun terakhir. Di ajang Piala Emas, misalnya. Pada ajang antarnegara kawasan Amerika Utara, Tengah, dan Karibia, mereka mampu menjadi juara sebanyak enam kali. Kemudian pada ajang Copa America, meski hanya berstatus sebagai tim undangan, Meksiko mampu menunjukkan penampilan yang terbilang konsisten. Walau belum pernah meraih gelar juara, mereka sempat menjadi runner-up pada tahun 1993 dan 2001 serta meraih tempat ketiga pada tahun 1997, 1999, dan 2007.

Kemudian, pada ajang sepak bola terakbar, Piala Dunia, meski belum pernah sekali pun masuk babak empat besar, Meksiko sudah dua kali menembus babak perempatfinal, yakni ketika mereka menjadi tuan rumah pada tahun 1970 dan 1986. Meski tidak spektakuler, pencapaian mereka terhitung cukup stabil karena sejak tahun 1994, mereka setidaknya selalu lolos dari fase grup.

Prestasi terbaik Meksiko pada kompetisi internasional adalah ketika mereka berhasil menjadi juara Piala Konfederasi pada tahun 1999 dan ketika meraih medali emas Olimpiade London 2012. Pada laga final Piala Konfederasi 1999, Claudio Suarez dkk. berhasil mengalahkan Brasil lewat laga sengit yang berakhir dengan skor 4-3. 13 tahun berselang, Meksiko kembali menundukkan Brasil, kali ini dengan skor 2-1. Meksiko, apa pun pencapaian mereka, senantiasa menjadi tim yang sangat diwaspadai oleh tim-tim mapan lainnya karena terkadang mampu memberikan kejutan.

Hal kedua yang sangat diekspos dari Meksiko adalah narkotika dan kartelnya. Narkotika, kartel, dan Meksiko merupakan tiga serangkai yang seakan tak terpisahkan. Ketika kita mendengar berita di layar kaca mengenai narkotika dan kartel, otomatis kita bisa menebak bahwa negara yang sedang diberitakan adalah Meksiko.

Bisnis narkotika di Meksiko berlangsung sudah cukup lama, yaitu dimulai pada tahun 1960 dengan adanya kartel narkotika pertama yang dipelopori oleh Pedro Aviles Perez. Sejak saat itu, bisnis narkotika di Meksiko semakin merajalela, meskipun pemerintah Meksiko juga sudah berkali-kali memerangi mereka. Data terakhir yang saya dapatkan, sampai dengan tahun 2012, jumlah kartel narkotika di Meksiko mencapai 60-80 kartel. Jika dilihat dari sisi finansial, nilai transaksi narkotika di Meksiko juga sangat mencengangkan. Berdasarkan data tahun 2010, tercatat nilai transaksi narkotika di Meksiko mencapai 17 miliar dollar AS (urutan ketiga setelah Kolombia dan Brasil).

Dengan semakin meluasnya transaksi narkotika, tentu hal ini akan semakin memengaruhi kehidupan warga Meksiko. Dengan mudah mereka bisa mendapatkan narkotika, semudah masyarakat Indonesia mendapatkan bensin eceran di pinggir jalan. Narkotika mulai menyeruak ke segala sisi kehidupan warga Meksiko, termasuk ke ranah lapangan hijau. Peristiwa paling menggemparkan terkait narkotika dan sepak bola Meksiko yang terjadi dalam waktu dekat ini adalah tertangkapnya pengedar narkotika kelas kakap dari Meksiko, Tirso “El Futbolista” Martinez pada tahun 2014.

Tirso Martinez tidak hanya berkutat dengan barang haram narkotika, tetapi dia juga pernah menjadi salah satu pemilik klub sepak bola Liga Meksiko, Irapuato FC. Tirso Martinez menjadi buronan yang sangat dicari (terutama oleh Amerika Serikat [AS]), karena dia adalah penyalur narkotika dari Meksiko ke negara-negara lain (termasuk AS) dalam jumlah yang sangat besar. Selain sebagai penyalur narkotika kelas kakap, Tirso Martinez juga didakwa telah melakukan tindak kriminal pencucian uang yang melibatkan tiga klub sepak bola Liga Meksiko, yaitu Queretaro, Atletico Celaya, dan Irapuato FC sendiri tentunya.

Apa yang dilakukan Tirso Martinez ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh Pablo Escobar di Kolombia pada akhir dekade 1980-an s/d awal 1990-an. Ketika itu, Escobar merupakan patron dari klub Atletico Nacional yang diperkuat oleh para pemain top Kolombia seperti Andres Escobar dan Rene Higuita. Namun, “prestasi” Martinez tentunya tidak sebaik Pablo Escobar karena ketika berada di bawah kekuasaan Escobar, Atletico Nacional bahkan sempat menjuarai Copa Libertadores tahun 1989.

Jika ditinjau dari ilmu ekonomi, tindakan kriminal yang dilakukan oleh Tirso Martinez tersebut merupakan wujud dari motif ekonomi. Motif ekonomi dapat didefinisikan sebagai suatu alasan atau keinginan yang dimiliki seseorang untuk melakukan tindakan ekonomi. Ada beberapa macam motif ekonomi, yaitu motif untuk memenuhi kebutuhan, motif ekonomi untuk mendapatkan kekuasaan, motif ekonomi untuk mendapatkan kesejahteraan, motif sosial, serta motif ekonomi untuk mendapatkan penghargaan.

Dari uraian di atas, terlihat bahwa pencucian uang dan penyaluran narkotika oleh Tirso Martinez lebih mengarah kepada motif ekonomi untuk mendapatkan kekuasaan, baik itu kekuasaan di lapangan hijau (sebagai salah satu pemilik klub sepak bola) maupun kekuasaan dalam dunia obat-obatan terlarang yakni sebagai penyalur narkotika kelas kakap yang menjadi buruan dunia internasional. Boleh dibilang, aktivitas narco-soccer yang dilakukan Martinez ini merupakan implementasi dari motif ekonomi yang kebablasan!

Komentar

This website uses cookies.