Nikmati Saja Pertunjukan Messi dan Ronaldo

Membicarakan Messi dan Ronaldo, pada satu titik, akan mempertemukan kita dengan sebuah keharusan yakni perbandingan.

Perihal siapa yang paling banyak trofi kolektifnya, siapa yang paling mentereng gelar individunya, siapa yang paling lihai bikin gol atau asis, dan berbagai variabel paling lainnya.

Alhasil, pembicaraan tentang Messi dan Ronaldo tak ubahnya debat kusir yang tiada habisnya. Pendukung Messi akan selalu menuhankan La Pulga. Sementara fans Ronaldo bakal mendewakan CR7.

Tak ada ruang untuk melihat semuanya secara terbuka dan jernih. Padahal menikmati kehebatan mereka berdua adalah cara terbaik. Ya, keduanya pantas dikagumi tanpa sekat.

Ketika kamu adalah anak belasan tahun melihat sepakbola laksana sebuah makhluk aneh seperti alien dan mulai mencintainya, menemukan sosok idola merupakan sebuah anugerah. Entah itu Pele, Diego Maradona, Fabio Cannavaro, Mesut Ozil, atau bahkan Boaz Solossa.

Namun presensi Messi dan Ronaldo seolah membawamu ke sebuah dimensi berbeda yang tak terjamah manusia. Keduanya selalu diadu, selalu dipertentangkan. Anggapan bahwa mereka yang terbaik sepanjang masa terus bergulir tiada henti.

Menyaksikan Messi dan Ronaldo beratraksi di atas lapangan adalah keindahan tak terperi. Seakan-akan dunia berputar hanya di sekeliling keduanya.

Dalam matamu, ada kemegahan yang tercipta saat menyandingkan dua pesepakbola adiluhung tersebut. Melebihi tindak tanduk Maradona, kejeniusan Pele dan lain sebagainya.

Melihat liukan Messi yang begitu fenomenal dan tembakan menggelegar Ronaldo, segalanya bak mukjizat bagimu. Messi dan Ronaldo seperti malaikat penebar keajaiban. Figur lainnya cuma remahan rengginang.

Apapun alasan yang tersedia untuk membandingkan Messi dan Ronaldo, semuanya bermuara pada ego sebagai penggemar satu di antara mereka. Tak kurang, tak lebih.

Messi dan Ronaldo bukanlah alien. Bukan juga tuhan atau dewa. Mereka manusia biasa yang dibekali kemampuan eksepsional dalam hal sepakbola.

Toh, sudah berapa kali saya, kamu dan kita semua menyaksikan keduanya tersedu-sedu usai merasakan pahitnya kegagalan?

Jika mereka tahu rasanya gagal dan berperilaku seperti kita, lalu untuk apa memperlakukan mereka layaknya zat yang patut disembah?

Maka sudahi saja perdebatan tentang siapa yang lebih baik di antara Messi dan Ronaldo. Tak ada guna. Tak bikin uang di dalam dompetmu menjadi lebih tebal. Jangan suapi egomu itu.

BACA JUGA:  Jersey Third Sporting CP Edisi Cristiano Ronaldo

Lima tahun yang lalu, tepatnya pada 10 Juli 2016, Ronaldo berhasil membawa trofi Piala Eropa ke kampung halamannya di Portugal.

Hal itu terjadi setelah Portugal mengandaskan perlawanan Prancis di partai final yang bertempat di Stade de France.

Bagi Ronaldo, itu adalah momen yang sangat indah dalam hidupnya setelah 12 tahun sebelumnya, di kandang sendiri, ia justru terisak karena Portugal takluk di tangan Yunani pada final Piala Eropa 2004.

“Tapi, kan, Ronaldo juara karena Eder yang jadi pahlawan. Dia cuma main sebentar lalu cedera. Kontribusinya nggak ada.”

Pembenci Ronaldo yang entah fans Messi atau bukan, akan selalu mengatakan begitu. Namun sadarkah kamu bahwa hal itu takkan membuat CR7 dan Portugal kehilangan gelar Piala Eropa 2016-nya, kan?

Di sisi lain, keberhasilan Ronaldo mulai dibanding-bandingkan dengan Messi yang tak kunjung sukses manakala berkostum Argentina. Berulangkali masuk final, kegagalan selalu menimpa.

Pembenci Messi yang bisa jadi adalah fans Ronaldo terus menggunakan narasi ini buat merendahkan rival idolanya. Satu hal yang sebetulnya menjemukan dan memuakkan.

Seperti yang dituliskan Pram, Messi bak seorang bisu yang terus bernyanyi. Prestasinya menjulang, tetapi di level tim nasional ia memang kalah dari Ronaldo.

Tentu saja Messi pernah menelaah sejarah sepakbola, bukan hanya sejarah La Albiceleste, tetapi beraneka sejarah sepakbola dunia.

Ia pasti tahu siapa Bill Shankly dan kata-kata mujarabnya—yang kira-kira seperti ini—jika ingin dikenang, jangan jadi juara dua lantaran mudah terlupakan.

Menjadi juara dua, seperti yang Shankly katakan, merupakan rapor Messi di level internasional. Kian menyesakkan, Ronaldo justru menambah pencapaiannya di level itu saat memenangkan UEFA Nations League edisi perdana bareng Portugal.

Perbandingan antara Messi dan Ronaldo terus berputar. Satu dianggap lebih unggul dari satunya lagi. Media juga terus menjadi kompor yang bikin ego masing-masing fans meninggi.

Seperti apa yang dikatakan oleh Borges, sastrawan termasyur Argentina dalam cerpennya Esse est Percipi mengatakan bahwa sepakbola kontemporer keluar dari esensi permainan.

BACA JUGA:  Memetakan Masa Depan Lini Tengah Chelsea

Bagi Borges, penonton datang bukan lagi untuk meresapi permainan, melainkan untuk melihat kemenangan.

Messi adalah contoh sial dari sepakbola kontemporer yang dimaksud oleh Borges. Pada satu titik, di mata para pemujanya, ia lebih besar dari sepakbola itu sendiri.

Para penonton datang dan berkerumun bukan untuk menonton sepakbola, melainkan untuk melihat aksi-aksi memukau Messi.

Ronaldo pun sama problematik dengan rivalnya itu. Sisi dewa dalam tiap menendang kulit bundar, harus luruh manakala media mengatakan bahwa ia tidak mampu angkat Piala Dunia untuk Portugal.

Dua anak manusia yang—katanya—punya mukjizat bermain sepakbola, adalah korban ekspektasi jahat dari para pemujanya serta media.

Berselang lima tahun dari hari indah Ronaldo bersama Portugal, apa yang didamba-dambakan Messi akhirnya terwujud. Ia, berhasil memenangkan trofi internasional pertamanya bareng Argentina di ajang Copa America 2021.

Alih-alih bahagia melihat kesuksesan mereka, masih banyak sekali pihak yang belum mau berhenti memperdebatkan siapa yang lebih baik.

Dengan konyol, ada yang membandingkan cara Messi meraih Copa America 2021 dan Ronaldo saat memboyong Piala Eropa 2016.

Ada yang melihat data statistik, ada yang melihat kontribusi permainan secara utuh dan lain sebagainya.

Sekali lagi, orang-orang macam ini yang justru merusak kenikmatan dari persaingan dua pesepakbola terbaik berwujud Messi dan Ronaldo.

Lebih jauh, entah itu fans Messi atau Ronaldo, adalah pihak yang sebetulnya tak tahu cara mengapresiasi pencapaian idola mereka karena dipenuhi napsu membandingkan.

Mereka yang selalu membandingkan dengan yang lain. Mereka yang selalu menuruti egonya sendiri demi memperlihatkan bahwa idolanya lebih baik.

Mereka yang kehilangan esensi menikmati sepakbola, menikmati pertunjukan hebat dari Messi dan Ronaldo.

Kita, selama ini diberkati Tuhan dengan adanya Messi dan Ronaldo di atas lapangan hijau. Namun mengapa kita tidak bisa meresapinya dengan cara yang benar?

Coba singkirkan asumsi tentang ini dan itu. Lalu lihat dengan pandangan bersih, betapa mengasyikkannya hidup di era Messi dan Ronaldo.

Tak perlu repot membandingkan. Tak usah payah membuat berbagai narasi tentang siapa yang lebih baik. Sebab Messi dan Ronaldo adalah yang terbaik.

Komentar
Penggemar sepakbola Asia Tenggara. Selain memimpikan Indonesia melawan Thailand di partai puncak Piala Dunia, juga bercita-cita mengarsipkan sepakbola Asia Tenggara. Dapat disapa di akun twitter @gustiaditiaa