Perihal Insiden Messi dan Ronaldo di India: Mengapa Sebaiknya Kita Menghargai Sebuah Proses

Agak ngeri memang membayangkannya, namun perdebatan mengenai Messi dan Ronaldo sudah sampai di level paling tinggi: pembunuhan. Linimasa saya sangat viral saat membahas tragedi yang terjadi di India ini. Saya kemudian mencari, dan kemudian media seperti The Guardian juga mengonfirmasi berita ini.

Perdebatan perihal siapa pemain terbaik di dunia antara Messi dan Ronaldo tentu telah terjadi bertahun-tahun lamanya. Jika diibaratkan dengan masakan, perdebatan perihal hal ini seperti nasi goreng yang terus digoreng berulang-ulang agar tak dingin. Sampai ia menghitam, sampai kita lelah sendiri, kita takkan menemukan jawaban yang benar-benar memuaskan kedua fans garis keras ini.

Bagi fans Ronaldo, mereka akan bercerita tentang bagaimana kisah kegigihan hati Ronaldo, dan bagaimana ia mampu sukses di dua klub – suatu hal yang selalu menjadi senjata utama.

Sementara penggemar Messi, kemudian berkilah perihal kemampuannya yang sensasional. Membawa Barcelona meraih puluhan trofi dan meraih lima Ballon d’Or – yang notabene masih selisih dua dengan milik Ronaldo. Beserta dengan angka statistik jumlah gol Messi yang masih unggul daripada Ronaldo. Dan ya, juga dengan karakter Messi yang lebih kalem dibandingkan Ronaldo.

Namum, perdebatan sampai membunuh? Saya geleng-geleng kepala.

Bagi saya, hal ini tak hanya merupakan gambaran betapa adu argumen, tanpa menggunakan akal sehat, akan mengundang bahaya. Dan butuh beberapa saat untuk memikirkan hal yang lainnya dari apa yang bisa saya pelajari dari hal ini.

Saya kemudian sadar, bahwa hal ini tak lebih dari bentuk tamparan untuk membuat kita sadar, bahwa kita hidup dalam dunia di mana mulai merajalela orang yang tak menghargai sebuah proses.

Austin Kleon, dalam sebuah bukunya, pernah berkata begini: saat seorang pelukis mengatakan karya, hal tersebut bisa berarti dua hal – pertama artwork, kedua art work. Untuk yang pertama, adalah suatu hal yang umumnya dinikmati oleh publiknya, karya. Dan untuk yang kedua, adalah yang biasanya dinikmati oleh pelukis, prosesnya.

BACA JUGA:  Seorang Ibu yang Mengidolakan Sepak Bola Jerman dan Bayern Munchen

Tentu bagi publik, yang biasanya hanya muncul saat karya sudah jadi, kita akan mulai berbicara soal bagus-jeleknya sebuah karya, dan melakukan komparasi dengan karya lainnya. Mereka tak peduli soal detil-detil yang tak tampak. Mereka hanya peduli tentang apa yang kasat mata, karena mereka menyangka hanya hal tersebutlah yang sudah diupayakannya.

Namun, bagi seniman, yang paling penting adalah prosesnya. Pengalaman untuk menciptakan suatu karya yang pantas dinikmati kemudian yang memaknai sebuah karya menjadi sangat berarti. Suatu hal yang membuat seorang pelukis mampu menunjukkan karya seninya dengan bangga. Suatu hal yang biasanya, dinikmati pelukis sebagai konsumsi pribadinya.

Messi dan Ronaldo tak lebih dari dua pelukis. Bagi mereka yang awam, tentu mereka akan terus menghakimi siapa yang hina dan siapakah yang mulia. Berdasarkan catatan rekor, latar belakang klub, hingga kepada karakter keduanya yang bak bumi dan langit itu. Dengan sambil menyindir “Messi who?” atau “Ronaldo who?”  tentunya.

Akan tetapi, perdebatan macam ini tak berujung. Penilaian pemain terbaik di dunia itu sangat subjektif. Jika hanya berdasarkan pindah-pindah klub, jelas Ronaldo teruji. Jika berdasarkan rekor, jelas Messi. Dan jika urusan pesonanya yang meluluhkan hati wanita – termasuk pacar saya, jelas Ronaldo.

Dari sini saja, kemudian kita bisa melihat bagaimana banyak faktor yang membuat seorang alien dan manusia super pantas disematkan menjadi pesepak bola terbaik di dunia. Tanpa memikirkan jerih payahnya bagaimana mereka bisa sampai di atas.

Tentu bagi kita, pencinta sepak bola yang (merasa) sudah berada di level yang lebih lanjut, sudah sangat tak berkelas untuk meluangkan waktu demi ikut dalam perdebatan ini. Karena kita, kemudian sudah sangat mengerti dan memahami sebuah proses. Keduanya jelas perlu jatuh bangun, dan keberanian untuk menunjukkan kemampuan mereka, untuk sampai ke level idola siapa saja seperti saat ini.

BACA JUGA:  Rivalitas Tiga Gawang: Subversifisme dalam Dekonstruksi Sepak Bola

Jelas kita sudah hafal cerita Messi yang sempat bermasalah dengan hormon pertumbuhannya. Permasalahan hormonnya ini hampir membuat kariernya kandas, dan membuat kariernya terkubur sebelum sempat memulai.

Sementara Ronaldo, meninggalkan ibunya dan menuju akademi Sporting Lisbon pada awal masanya. Ronaldo selalu datang dua jam lebih awal dibandingkan teman-teman lainnya di Real Madrid – seorang pekerja keras. Sementara Messi, adalah orang yang selalu berada di lingkungan hebat, dan kemudian membuat kemampuannya yang luar biasa itu mampu mencapai level ini.

Proses inilah yang seharusnya mulai kita pahami – alih-alih meributkan siapa yang lebih besar antara satu dan yang lainnya. Tentu dengan memahami hal seperti ini, tak mungkinlah dua orang asal Nigeria itu, satu di antaranya membunuh satunya lagi, karena beda paham.

Mungkin keduanya sekarang akan jalan-jalan bersama, saling tertawa, sembari menikmati proses Messi dan Ronaldo yang membuat sepak bola menjadi lebih indah. Dan mungkin juga, dua kawan dari Nigeria itu juga akan bahagia karena masih menikmati proses persahabatan mereka.

 

Komentar