Peter Bonetti: Kiper Anti-Gravitasi

Pada era 1960-an silam, Inggris memiliki dua kiper berkualitas yaitu Gordon Banks dan Peter Bonetti. Walau begitu, roda nasib keduanya saling memunggungi. Nama pertama sukses mengantar The Three Lions menggamit titel Piala Dunia 1966. Sementara figur kedua, hanya seorang pengganti di sisi bangku cadangan. Bahkan Bonetti pernah dicap sebagai kambing hitam atas jebloknya penampilan Inggris.

Ceritanya, pada babak delapan besar di Piala Dunia 1970, Bonetti diturunkan sebagai pengganti Banks yang sakit karena keracunan makanan. Di babak pertama, The Three Lions sempat mendominasi permainan dan memimpin 2-0 lewat gol Alan Mullery dan Martin Peters. Harapan lolos ke semfinal pun melonjak di dada.

Akan tetapi, Jerman Barat yang menjadi lawan Inggris kala itu berhasil bangkit di babak kedua. Secara menyesakkan, jaring gawang Bonetti dikoyak sebanyak tiga kali lewat usaha Franz Beckenbauer, Uwe Seeler, dan Gerd Müller. Alhasil, kubu Die Mannschaft yang sukses melaju ke semifinal guna bersua Italia.

Banyak yang bilang, Bonetti hidup di periode yang salah. Andaikan ia bermain di masa yang berbeda dengan Banks, kesuksesannya bisa jadi melampaui kompatriotnya tersebut.

Meski di tim nasional Bonetti hanya jadi deputi Banks, tapi buku sejarah tetap mencatatnya sebagai salah satu kiper terbaik di jagad sepakbola. Legenda sepakbola Brasil yang memenangi tiga Piala Dunia, Pele, pernah berujar, “Tiga kiper terhebat yang pernah kusaksikan adalah Banks, Bonetti, dan Lev Yashin.”

Bagi pendukung Chelsea, Bonetti adalah sinonim dari loyalitas dan heroisme. Pria kelahiran Putney, 27 September 1941, itu mengawali karier sepakbolanya di tim muda Reading.

Ia lantas pindah ke akademi Chelsea berkat surat berisikan keinginan sang ibu agar Bonetti mengikuti trial bersama The Blues yang saat itu dibesut Ted Drake. Performa apik yang dipamerkan Bonetti pada akhirnya memikat atensi manajemen The Blues. Angan dan doa sang ibu, juga menjadi kenyataan. Bahkan, sang putra sukses menahbiskan dirinya sebagai legenda di Stadion Stamford Bridge.

BACA JUGA:  Chelsea, Koran Lokal, dan Jumpa Pertama

Pemegang 729 penampilan buat Chelsea – hanya satu strip di belakang rekan seangkatannya, Ron Harris (795) – menandai debutnya di tim utama saat masih berusia 18 tahun. Dalam laga yang diselenggarakan 2 April 1960 tersebut, The Blues berhasil mengalahkan Manchester City dengan skor 3-0.

Selama hampir 19 tahun (dari dua periode), Bonetti mengabdikan dirinya di Chelsea dengan sumbangsih beberapa gelar seperti Piala FA, Piala Liga, Piala Winners dan titel Divisi Dua Liga Inggris.

Bonetti bermain di tengah periode naik turun kesebelasan yang berbasis di London Barat itu. Masalah keuangan yang kerap dihadapi Chelsea dalam era tersebut berimbas pada inkonsistensi permainan, kekisruhan di ruang ganti, hengkangnya pemain andalan, dan ancaman degradasi ke divisi dua.

Seperti dikisahkan oleh The Telegraph, usai menderita kekalahan dari Stoke City di final Piala Liga 1971/1972 dan penghuni divisi dua Leyton Orient di ajang Piala FA, Peter Osgood dan Alex Hudson, duo penyerang hebat The Blues memilih hengkang. Namun, Bonetti keukeuh pada pendiriannya, mengabaikan segepok paun yang disodorkan kepadanya demi loyalitas kepada Chelsea.

“Saya lebih menyukai kebahagiaan dari pekerjaan dan diri saya, ketimbang mendapat banyak uang untuk menggoyahkan loyalitas dan kecintaan saya pada klub,” tegas Bonetti.

Bahkan ketika Bonetti terpaksa hengkang ke St. Louis Stars di Amerika Serikat pada awal musim 1974/1975 gara-gara krisis ekonomi global sehingga Chelsea bangkrut dan terdegradasi, ia hanya menghabiskan satu musim di klub tersebut. Hatinya masih tersangkut di London Barat, tepatnya Stadion Stamford Bridge.

Bonetti kemudian memantapkan hati guna kembali ke Chelsea dan mengantar klub yang amat dicintainya itu kembali ke Divisi Satu. Ia mengakhiri kisahnya bersama The Blues pada usia 38 tahun, ketika menghadapi Arsenal pada 14 Mei 1979.

Kata Harris, sebagian orang mengingat Bonetti hanya dari satu “kesialannya” bersama timnas. Namun, sebagian lagi mengingat sang kiper berkat aksi-aksi menakjubkannya di bawah mistar gawang. Bonetti meredefinisi tugas seorang kiper. Penjaga gawang adalah pemilik kotak penalti. Ia bebas menangkap bola di titik manapun, selama masih berada di belakang garis dua belas lapangan.

BACA JUGA:  Luka Demi Luka Luka Modric

Bonetti dianugerahi ketangkasan, kelincahan, dan refleks mumpuni. Publik sepakbola Inggris menjulukinya “The Cats”, karena kemampuan seperti kucing yang ia miliki. Bertubuh mungil, dengan tinggi 180 cm – di bawah tinggi rata-rata seorang kiper – Bonetti ibarat terbang ketika menyelamatkan gawangnya. Ia seolah menegasikan gravitasi bumi. Frasa “memetik bola di udara” benar-benar ia praktikkan.

Biasanya seorang kiper akan meninju bola yang terlampau sulit untuk ditangkap. Namun Bonetti adalah sosok berbeda. Ia dengan lincah menangkap bola, mendahului terjangan sundulan lawannya.

Kemampuan Bonetti akan semakin menonjol di laga-laga besar. Di sini pula, heroisme Bonetti mewujud di atas lapangan. Pada final ulangan Piala FA 1969/1970 kontra Leeds United, dua klub yang saling tidak menyukai ini memperagakan permainan keras. Imbasnya, Bonetti menderita cedera akibat bertubrukan dengan pemain lawan.

Enggan mengakhiri laga lebih awal, pria keturunan Swiss memilih melanjutkan laga hingga menit akhir dengan menahan rasa sakit di salah satu kakinya. Andai Chelsea bermain tanpa dirinya di bawah mistar gawang, pupus sudah kesempatan meraih gelar perdana Piala FA.

Masa pensiun Bonetti sebagai pesepakbola, sempat ia isi selama beberapa waktu sebagai pelatih kiper untuk Chelsea dan timnas Inggris. Di usia senjanya, ia pula yang mengajari Petr Cech, bagaimana cara mematahkan rekor 208 nirbobolnya bersama Chelsea yang bertahan selama 35 tahun. Rekor itu akhirnya terlewati oleh Cech kala membela Chelsea dalam rentang 2004-2015 silam.

Tepat di usia 78 tahun, Bonetti menghembuskan napasnya yang terakhir pada Minggu, 12 April 2020. Loyalitas dan heroisme pada Chelsea adalah warisan yang tiada harganya.

Di bawah mistar gawang yang sepi, ketegarannya pilih tanding. Tanpa sarung tangan kiper, ia mementahkan serangan lawan. Tanpa banyak bicara, ia menegasikan gravitasi, memetik bola di udara.

Rhyme in Peace, Bonetti.

Komentar
Andi Ilham Badawi, penikmat sepak bola dari pinggiran. Sering berkicau di akun twitter @bedeweib