Pirlo dan Gairah yang Ditawarkannya

Ketika berita pemecatan Maurizio Sarri muncul ke permukaan, saya mulai menebak-nebak kemungkinan-kemungkinan penggantinya dan nyaris bergidik ketika membayangkan Andrea Pirlo mungkin saja langsung dinaikkan pangkatnya menjadi pelatih tim utama Juventus.

Beberapa jam setelah Sarri lengser, presiden Andrea Agnelli rupanya benar-benar mengangkatnya menjadi pelatih Juventus. Ia meninggalkan posnya di kursi pelatih Juventus U-23 yang baru didudukinya kurang lebih seminggu.

Yang membikin saya ngeri adalah bayangan kegagalan Pirlo sebagai pelatih. Ia belum pernah melatih dan langsung dibebani kursi panas Juventus. Saya tiba-tiba membayangkan Marco van Basten dan Clarence Seedorf. Bukan tak mungkin ia gagal musim depan dan layu sebelum benar-benar berkembang.

Pirlo adalah nama yang menjanjikan untuk menjadi pelatih hebat. Sepekan sebelumnya, dalam bayangan saya, ia akan membawa Juventus U-23 ke Serie B dahulu.

Setelah satu hingga dua tahun kemudian barulah didapuk menjadi pelatih tim utama. Dengan begitu, ia punya kesempatan untuk menunjukkan kualitasnya dulu di tim junior. Namun, langsung menuju Juventus di Serie A akan menghasilkan kisah yang berbeda.

Matematikanya menjadi lebih rumit saat ini. Juventus dan Agnelli sedang bertaruh dengan memanggil Pirlo. Namun, taruhan terbesar sebenarnya ada di Pirlo sendiri. Ia berjudi dengan karier kepelatihannya yang bahkan belum benar-benar dimulai.

Setelah Bayangan Gelap

Ketika pekan berganti, segalanya menjadi lebih terang. Saya tak bergidik lagi. Bayangan-bayangan kegagalan Pirlo menguap, ditelan hari-hari yang berlalu.

Pirlo mulai tampak seperti janji yang manis. Yang ditawarkannya sebenarnya adalah gairah. Pelatih yang benar-benar baru seumur jagung dalam karier barunya itu jsutru memberikan kesempatan untuk jatuh cinta lagi pada Juventus.

Bagi beberapa orang, Sarri, sejak awal, tak begitu memikat. Memang ada sekumpulan orang yang tak pernah benar-benar suka sepak bola ala mantan pelatih Chelsea itu, meskipun memang cukup nikmat dilihat di Napoli. Saya sendiri lebih merindukan sepak bola ala Antonio Conte.

BACA JUGA:  Sepak Bola Tidak Pernah Usai, Chapecoense

Ketika Sarri gagal musim ini – meski memenangi scudetto – saya tak begitu kaget. Ia memberi kita, penggemar Juventus, musim yang buruk, payah, dan menjemukan. Pirlo harusnya datang sebagai antitesis untuk itu. Mantan pemain Brescia itu memberi kesegaran.

Kata kunci yang belakangan menyeruak adalah soal peremajaan (rejuvenation) atau bahkan revolusi. Dari segi usia, ia jelas memberi gairah muda, dan harapannya juga mampu meremajakan tim yang sudah uzur. Dan tentu saja yang lebih ditunggu-tunggu adalah ide segar sepakbola Pirlo.

Masalahnya, kita nyaris tak punya referensi tentang sepakbola macam apa yang akan dimainkannya. Kita cuma bisa menebak-nebak dengan mengambil referensi dari kariernya sebagai pemain. Brilian, tentu saja. Namun, seperti sudah disebut banyak orang, menjadi pelatih sama sekali berbeda dengan bermain.

Pirlo Setelah Conte

Ketika Conte datang ke Juventus, pada musim panas 2011, gairah yang sama saya rasakan. Conte membuat Juventini penasaran, menunggu-nunggu, menebak-nebak, dan sabar menikmatinya membongkar-pasang skuat.

Bedanya, kita punya sedikit referensi soal Conte. Sebelum ke Juventus, ia sudah melatih Arezzo, Bari, Atalanta, dan Siena. Publik sedikit banyak tahu bahwa 4-2-4 adalah formasi yang disukainya di lapangan

Ia menggemari pemain sayap yang rajin naik turun. Meski akhirnya berubah menjadi 3-5-2 di Juventus, kita bisa tetap melihat ciri Conte dalam mengorganisir para pemain yang menyisir sisi lapangan.

Sebaliknya, Pirlo adalah cerita yang baru. Kisahnya belum pernah dituliskan dimana-mana. Kita tak tahu formasi apa yang ia suka, ciri sepak bola apa yang melekat padanya, atau apakah ia akan menaruh seorang regista dalam pola yang dimainkannya nanti.

Akan tetapi, mungkin justru karena itu ia menarik. Ia akan diikuti secara intensif musim depan. Jurnalis-jurnalis akan meliput semua laga Si Nyonya Tua.

BACA JUGA:  Serie A Italia 1990-2000: Sebuah Era Renaisans Dalam Sepak Bola

Para penggemar Juventus akan kembali rajin mengikuti berita-berita setiap hari dan menonton setiap pertandingan I Bianconerri, dari pekan ke pekan, sepanjang musim. Gairah itulah yang setidaknya akan muncul berkat kedatangan gelandang terbaik dunia itu.

Sebagai pemain, pria kelahiran Flero, Italia tersebut telah memberi kita kegembiraan yang ugahari, lewat umpan-umpan terukurnya, serta visi dan peran yang ia terjemahkan di lapangan.

Ia juga memberi nuansa baru lewat terma deep-lying playmaker. Ia menuliskan semacam manifesto pemberontakan dari depan lini belakang, bahwa tak cuma pemain bernomor 10 yang bisa mengatur permainan.

Mungkin seperti itulah yang akan kita saksikan di tahun-tahun mendatang. Pirlo, dengan intelegensi dan visinya yang telah terbukti di lapangan, akan mencoba menerjemahkan ulang sepakbola sekali lagi dari pinggir lapangan. Yang ia tawarkan Pirlo adalah tentang gagasan pergulatan lapangn hijau yang baru.

Mungkin ia gagal, mungkin ia berhasil. Apa pun itu, kita hanya bisa menikmatinya.

Komentar