Sepakbola adalah olahraga yang universal. Siapapun berhak untuk menonton, menggemari, bahkan memainkannya. Tak terkecuali mereka para perempuan.
Perkembangan sepak bola wanita ini membuat presiden Real Madridp, Florentino Perez melirik peluang untuk ikut berkompetisi di La Liga Femenino atau kompetisi kasta teratas sepakbola di Spanyol.
Ambisi Perez tersebut akhirnya terwujud pada 2019 setelah mereka mengakusisi klub lokal asal kota Madrid, CD Tacon, dengan nilai akuisisi sebesar 300 ribu Euro atau 4,8 miliar Rupiah.
Meski begitu, mereka baru dapat menggunakan nama Real Madrid Femenino pada musim 2020/2021. CD Tacon sendiri adalah klub yang berdiri pada 2014 dan promosi ke divisi teratas pada 2019 sampai akhirnya diakuisisi.
Keputusan yang diambil bak pisau bermata dua. Di satu sisi, dengan terjunnya mereka ke kompetisi sepakbola perempuan, nilai kompetisi dapat terangkat.
Akan tetapi, di sisi seberang, cara mereka mengakuisisi sebuah klub yang telah berkompetisi di divisi teratas, alih-alih membangun sebuah tim dari nol, justru menimbulkan kontroversi.
Mungkin sebelum mengakuisisi CD Tacon, Perez melakukan studi banding terlebih dahulu ke Indonesia dan belajar cara mengakuisisi sebuah klub agar langsung bersaing di kompetisi teratas tanpa perlu susah payah berjuang dari divisi bawah. Eh..
Kontroversi ini berlanjut karena Real Madrid Femenino terkesan mengubah struktur klub CD Tacon setelah proses akuisisi tersebut.
Sama seperti klub pria yang terkenal dengan julukan Los Blancos, mereka mendatangkan banyak pemain bintang untuk bermain di Real Madrid Femenino.
Mereka merekrut dua bintang tim nasional Swedia, Kosovare Asllani dan Sofia Jakobsson. Pemain Atletico Madrid Femenino, Aurelie Kaci, serta gelandang AC Milan Women asal Brasil, Thaisa.
Hal ini terjadi karena Real Madrid Femenino belum memiliki struktur pembinaan yang berjenjang seperti yang dimiliki tim pria mereka, mulai dari Benjamin, Juvenil, hingga Castilla.
Tim satelit atau Castilla-nya Real Madrid Femenino saja baru terbentuk di awal musim ini.
Namun jika melihat perkembangannya, bisa saja dalam beberapa tahun mendatang, Real Madrid Femenino memiliki struktur pengembangan pemain muda yang berjenjang seperti tim prianya.
Waktu berjalan, Real Madrid Femenino telah resmi berkompetisi di La Liga Femenino sejak musim 2020/2021.
Di musim pertamanya mereka mampu melesat dengan finis di posisi kedua La Liga Femenino, mengungguli tim-tim tradisional macam Athletic Bilbao Femenino dan Atletico Madrid Femenino.
Keberhasilan mereka menjadi runner up tidak terlepas dari penampilan impresif barisan penyerang.
Jika tim pria pernah punya trio BBC (Gareth Bale, Karim Benzema, dan Cristiano Ronaldo) yang melegenda, Las Blancas memiliki Asllani, Jakobsson, dan Marta Cardona.
Mereka bertiga menyumbang total 38 gol dari 74 gol yang dicetak Real Madrid Femenino musim tersebut.
Selain lini serang yang tajam, Real Madrid Femenino juga memiliki pertahanan yang solid.
Dalam semusim, mereka hanya kebobolan 33 gol, terbaik ketiga di belakang Barcelona Femeni (17) dan Atletico Femenino (32).
Kunci lini pertahanan mereka yang solid ada pada sosok bek sekaligus sang kapten, Ivana Andres, dan penjaga gawang Misa Rodriguez.
Ivana merupakan bek tengah yang direkrut Real Madrid Femenino dari Levante Femenino pada awal musim 2020/2021.
Ia merupakan palang pintu utama sekaligus pemimpin Las Blancas di lapangan. Ivana seperti Sergio Ramos versi perempuan.
Selain Ivana, peran Misa di bawah mistar gawang juga patut diapresiasi. Pemain yang memiliki nama lengkap Maria Isabel Rodriguez Rivero ini direkrut dari Deportivo La Coruna Femenino pada awal musim 2020/2021.
Mungkin banyak yang mengenal Misa dari gerakan #MismaPasion yang sempat bergaung musim lalu.
Gerakan ini bermula saat Marco Asensio mencetak gol ke gawang Liverpool di ajang Liga Champions.
Asensio saat itu menunjukkan selebrasi yang sangat emosional dan penuh semangat. Foto dari Asensio tersebut kemudian diunggah Misa ke akun twitternya ditambah dengan fotonya dengan gestur yang juga penuh semangat dengan caption “Misma Pasion”.
Misa ingin menunjukkan bahwa baik tim laki-laki maupun tim perempuan memiliki semangat dan daya juang yang sama tinginya saat membela Real Madrid.
Sayang, unggahan tersebut justru menghasilkan banyak ejekan seksis dari banyak warganet bodoh dan membuat Misa tak tahan sehingga menghapus cuitan tersebut.
Hal ini sontak membuat Asensio pasang badan. Ia ikut mengunggah foto yang sama dengan Misa dengan takarir Misma Pasion (semangat yang sama) guna memberikan dukungan kepada kiper berusia 21 tahun tersebut.
“Semangat yang sama. Jangan biarkan apa pun atau siapa pun menghentikan Anda untuk mengucapkan apa yang ada di pikiran,” kata Asensio di akun Twitter miliknya.
Bahkan tidak hanya Asensio dan pemain Real Madrid lainnya yang melakukan hal tersebut. Banyak pesepakbola yang juga memberi dukungan kepada Misa seraya ingin menghapus diskriminasi gender di sepakbola. Gerakan #MismaPasion sampai menjadi trending di Twitter waktu itu.
Memasuki musim 2021/2022, Real Madrid Femenino mengawali musim dengan kurang baik. Mereka harus mengalami kekalahan telak atas Levante Femenino pada jornada pertama dengan skor 4-0.
Kepergian Jakobsson yang hijrah ke FC Bayern langsung ditutupi dengan Las Blancas dengan merekrut bintang Real Sociedad Femenino, Nahikari Garcia, dan wonderkid Deportivo La Coruna Femenino, Athenea del Castillo sebagai pengganti.
Sebagai penggemar Real Madrid, saya sendiri mulai menaruh perhatian kepada tim Femenino dalam beberapa bulan terakhir.
Bagi saya, dengan segala kontroversi yang menyertai berdirinya klub ini, kiprah Real Madrid Femenino tetap layak untuk disaksikan.
Apalagi banyak pertandingan mereka yang juga disiar gratis melalui berbagai platform. Ditambah dengan adanya akun Twitter @rmfem_ina yang rutin memberikan informasi terkait perkembangan Las Blancas dalam bahasa Indonesia, membuat Real Madrid Femenino memberikan opsi baru dalam mendukung klub asal ibu kota Spanyol tersebut.