Mempertahankan jauh lebih sulit daripada mendapatkan. Kiranya situasi seperti itulah yang sedang dialami klub top asal Catalan, Barcelona.
Pada rentang 2005 sampai 2015, mereka bisa dianggap sebagai kesebelasan adiluhung. Tak hanya di Spanyol, tapi juga Eropa dan dunia.
Hal tersebut bisa dilihat dari beragam prestasi yang Barcelona dapatkan. Mulai dari titel La Liga, Piala Raja Spanyol, Piala Super Spanyol, Liga Champions, hingga Piala Dunia Antarklub.
Tak sampai di situ, saat itu mereka juga diperkuat pesepakbola kelas wahid semisal Andres Iniesta, Lionel Messi, Carles Puyol, sampai Xavi Hernandez.
Permainan Barcelona ketika itu mengundang decak kagum. Umpan dari kaki ke kaki yang presisi, dan kemampuan menciptakan peluang-peluang bersih membuat mereka sangat ditakuti.
Sayangnya, hal sebaliknya terlihat dari mereka saat ini. Alih-alih superior dan sulit ditaklukkan, Barcelona malah menjelma layaknya ayam sayur.
Melibas anak asuh Ronald Koeman bukan persoalan rumit. Baik di kancah domestik maupun kontinental, Barcelona seolah kehilangan martabatnya.
Dalam sepasang laga Liga Champions yang sudah mereka jalani, Barcelona dibantai Bayern Munchen (15/9) dan Benfica (30/9) dengan skor identik 0-3. Mereka pun harus puas duduk sebagai juru kunci Grup E.
Sementara di La Liga, secara mengejutkan Busquets dan kolega cuma bermain seri kala bersua Granada (21/9) dan Cadiz (24/9). Untuk sementara, mereka tertahan di posisi enam klasemen.
Stabilitas sebuah tim memang dipengaruhi oleh banyak faktor. Sistem pembinaan, kebijakan manajemen, sampai pelatih.
Pada kasus Barcelona, nama Josep Maria Bartomeu akan selalu ditunjuk sebagai biang keladi keruntuhan superioritas tim yang berkandang di Stadion Camp Nou ini.
Bartomeu sebenarnya bukan nama asing di jajaran direksi klub. Pada era Joan Laporta, ia didapuk sebagai Direktur Pembinaan Olahraga Basket.
Setelahnya atau pada era Sandro Rosell, ia ditunjuk sebagai wakil presiden klub. Bartomeu lantas naik jabatan menjadi presiden klub usai Rosell lengser akibat skandal transfer Neymar.
Selama kepemimpinan Bartomeu (2014-2020), Barcelona memang memenangi beberapa trofi.
Antara lain empat gelar La Liga, empat Copa del Rey, dua Piala Super Spanyol, dan masing-masing satu Liga Champions, Piala Super Eropa serta Piala Dunia Antarklub.
Malangnya, prestasi tersebut tidak dibarengi tata kelola yang bagus dari Bartomeu. Kebijakan-kebijakannya justru merusak Barcelona dari dalam.
Membayar Buzzer Demi Mendongkrak Elektabilitas
Terpilihnya Bartomeu pada 2015 silam memang meninggalkan banyak polemik. Radio Spanyol, Cadena SER, pada 17 Februari 2020 menguak fakta baru bahwa pihak Bartomeu telah membayar perusahaan bernama I3 Ventures untuk merusak reputasi individu tertentu via media sosial yang dianggap mengancam posisi Bartomeu.
Dilansir dari Marca, terdapat hampir seratus akun Facebook maupun Twitter yang beroperasi untuk menjatuhkan reputasi beberapa pihak yang berseberangan dengan Bartomeu.
Tak terkecuali orang-orang di dalam lingkaran klub sendiri semisal Messi, Puyol, Xavi.
Bartomeu sendiri menggelontorkan dana tak kurang dari 1 juta Euro buat mendapatkan servis I3 Ventures. Harga itu sendiri, menurut Cadena SER, lebih tinggi enam kali lipat dari harga pasar.
Parahnya lagi, uang yang digunakan Bartomeu untuk menjalankan operasi ini berasal dari kas klub. Sungguh gila!
Warisan yang Mengerikan
Dilansir dari tulisan Joseph Mailil pada laman offthepitch, dalam kurun lima tahun kepemimpinan Bartomeu, sebenarnya Barcelona mampu meningkatkan pemasukan tim sebesar 52 persen.
Pendapatan mereka naik dari 561 juta Euro pada 2015 menjadi 852 juta Euro pada 2019. Nilai yang sangat fantastis!
Akan tetapi, hal tersebut tidak diikuti dengan pengelolaan uang yang cermat oleh Bartomeu.
Dana ratusan juta Euro dihabiskannya buat merekrut sejumlah pemain seperti Phillipe Coutinho, Ousmane Dembele, dan Antoine Griezmann.
Nahas bagi Barcelona, tak satu pun dari pemain-pemain mahal itu yang sanggup berkontribusi maksimal untuk tim.
Lebih jauh, Bartomeu juga kelewat royal mengeluarkan gaji bagi para pemain. Imbasnya adalah naiknya tagihan gaji pemain dari musim ke musim.
Pada tahun 2015, Barcelona kudu mengeluarkan kocek senilai 378 juta Euro kepada seluruh penggawanya. Angka tersebut menggelembung jadi 529 juta Euro pada 2019.
Ketika roda operasional tim tidak dijalankan dengan cara yang tepat, pandemi Covid-19 datang.
Rupanya, pandemi merusak segala rencana yang disusun Bartomeu dalam meraup pundi-pundi demi menstabilkan keuangan klub.
Alhasil, tim mengalami krisis finansial parah. Utang klub melonjak drastis dan mereka terus mencatatkan kerugian.
Berbagai cara ditempuh supaya Barcelona aman dari kebangkrutan. Termasuk melepas para pemain bintang.
Lucunya, sejumlah pemain dengan bayaran tinggi enggan dijual demi menyehatkan keuangan klub. Mereka mengaku bahagia membela tim sekelas Barcelona kendati minim kontribusi.
Masalah-masalah yang ditinggalkan Bartomeu ini pada akhirnya menjadi beban berat yang mesti diselesaikan presiden anyar, Laporta.
Masalah finansial akut yang mereka alami juga bikin Messi tak bisa diperpanjang kontraknya jelang musim 2021/2022 bergulir. Barcelona sudah kehabisan duit!
Sang megabintang lalu hijrah ke Paris Saint-Germain. Sebagai gantinya, klub merekrut beberapa pemain dengan status gratisan seperti Sergio Aguero, Memphis Depay, dan Eric Garcia.
Selain itu, mereka juga mempromosikan sejumlah pemain dari tim akademi seperti Alejandro Balde, Nico Gonzalez, dan Santiago Ramos.
Laporta sendiri menyebut bahwa warisan pekerjaan dari Bartomeu sebagai dreadful inheritance alias warisan yang mengerikan.
Kabarnya, piutang rival bebuyutan Real Madrid ini sudah menembus angka 1,35 miliar Euro! Jumlah yang sangat tinggi dan muncul akibat tata kelola yang buruk.
Kelimpungan di sektor manajerial, kepayahan di atas lapangan hijau. Seperti itulah kondisi tim saat ini.
Keruntuhan Barcelona membuat suporter fanatik mereka terpaksa mengelus-elus dada lebih sering guna bersabar. Pasalnya, problem pelik ini belum tentu bisa diselesaikan Laporta dalam waktu singkat.