Secercah Harapan dari Timnas Indonesia

Pada 3 Juni 2021 lalu, tim nasional Indonesia berhadapan dengan Thailand dalam lanjutan kualifikasi Piala Dunia 2022.

Pandemi Covid-19 yang masih terjadi membuat pihak AFC memusatkan seluruh laga kualifikasi di Uni Emirat Arab. Termasuk Indonesia melawan Thailand, Vietnam, dan Uni Emirat Arab.

Jelang laga ini, saya sempat berbincang dengan bapak.

“Pak, nanti malem Indonesia main, ya? Jam berapa?”

“Iya Nang, jam 23.15 WIB”, jawab bapak.

“Kok, malam banget? Memangnya Indonesia dan Thailand selisih berapa jam?”

“Mainnya di (Uni Emirat) Arab, Nang. Selisih empat jam. Kalau mainnya di Thailand, ya, sama saja waktunya dengan di sini.”

“Ya sudah, Pak. Nggak usah nonton.”

“Iya, Nang. Kemarin juga kalah terus. Sudah pasti nggak lolos.”

Jujur saja, saya dan bapak sama-sama pesimis. Bisa dimaklumi karena sebelumnya Indonesia tidak pernah meraih kemenangan, bahkan imbang pun tidak mampu. Indonesia sudah dipastikan tidak lolos ke babak selanjutnya.

Sekitar pukul sebelas malam, bapak selesai menonton Piala Dunia Voli di televisi. Sementara saya baru usai mendengarkan pengajian Majelis Rasulullah SAW via live streaming kanal Youtube.

Sudah waktunya untuk tidur. Begitu pikir saya. Namun saya belum menunaikan shalat Isya.

Rencana saya pun jelas. Saya ibadah dahulu sebelum berbaring dan tidur. Namun entah bisikan setan mana, tiba-tiba saja jadi tertarik menonton laga Indonesia versus Thailand.

Alhasil, setelah melipat sajadah saya segera melaju ke depan televisi guna menyaksikan laga tersebut.

Televisi saya nyalakan. Pertandingan sudah berjalan memasuki menit ke-33. Indonesia sedang tertinggal 0-1.

Walau ketinggalan, lini tengah Indonesia tampak berani bertarung dan mengejar bola tanpa rasa takut menghadapi barisan gelandang Thailand.

Saya menyaksikan Indonesia yang berbeda dibandingkan sebelumnya. Thailand tidak kunjung memproduksi peluang berbahaya.

Setidaknya Nadeo Argawinata tidak perlu sering-sering meregangkan badannya untuk mementahkan ancaman ke gawangnya. Pertahanan Indonesia pun cukup solid.

Kejutan terjadi menjelang akhir babak pertama. Berawal dari Syahrian Abimanyu mengirim umpan panjang, Evan Dimas meraih umpan panjang tersebut di sebelah kiri pertahanan Thailand.

Lalu Evan mengirim umpan tarik kembali ke Abimanyu. Abimanyu tiba-tiba mengirim umpan terobosan ke belakang pertahanan Thailand yang diterima I Kadek Agung.

Kadek Agung yang tinggal berhadapan dengan kiper lalu mengeksekusi bola dengan tenang ke pojok kiri atas gawang Thailand. Indonesia berhasil menyamakan kedudukan. Skor kembali imbang 1-1.

 

Skema gol pertama Indonesia ke gawang Thailand

Proses gol pertama skuad Garuda cukup istimewa. Indonesia mampu mengakses area berbahaya antara bek dan kiper. Skema gol ini biasa kita lihat di liga-liga top Eropa.

Proses gol seperti ini merupakan yang pertama kali saya saksikan selama mengikuti timnas berlaga.

Dari proses ini juga terlihat bahwa chemistry antara Abimanyu dan Kadek Agung terkoneksi dengan baik. Tampaknya, skema ini sudah dilatih dalam waktu yang tidak sebentar.

Memasuki babak kedua, Thailand meningkatkan intensitas permainannya. Thailand mengeksploitasi sisi lapangan Indonesia yang tidak terlalu dijaga ketat karena pertahanan Indonesia lebih fokus menjaga area center dan half space.

Akhirnya Thailand kembali unggul melalui sundulan Adisak Kraisorn pada menit ke-50. Thailand berada di atas angin, tetapi Indonesia tidak menyerah.

Tak lama Indonesia kembali menyamakan kedudukan melalui sepakan Evan Dimas yang memanfaatkan bola liar tendangan Egy Maulana Vikri. Pertandingan berakhir imbang 2-2.

Ini adalah poin pertama Indonesia di babak kualifikasi. Setidaknya, skuad Garuda berhasil memecah telur mereka.

Setelah laga melawan Thailand, Indonesia bertemu Vietnam. Di babak pertama Indonesia bertahan dari gempuran Vietnam bertubi-tubi.

Dua bek tengah, Rizki Ridho dan Arif Satria sangat sibuk menyapu setiap bola yang datang ke kotak penalti Indonesia. Babak pertama berakhir imbang tanpa gol.

Pada babak kedua, Indonesia berupaya bermain lebih menyerang. Namun sayangnya, hal itu menjadi bumerang sebab pertahanan menjadi terbuka dan pengalaman Vietnam berbicara.

Vietnam mendapat banyak ruang untuk berkreasi dan banyak mendapatkan peluang untuk mencetak gol. Akhirnya Vietnam mampu mencetak empat gol tanpa mampu dibalas oleh Indonesia.

Setelah pertandingan ini, banyak masyarakat yang kecewa dengan hasil yang cukup memalukan ini. Namun tidak banyak yang memahami bahwa Vietnam sudah membangun timnya dengan komposisi pemain yang hampir sama selama bertahun-tahun.

Apalagi Vietnam pernah masuk Piala Dunia U-20 tahun 2015 dan sampai babak final Piala Asia U-22 tahun 2018, dua pencapaian yang luar biasa bagi negara Asia Tenggara.

Kekalahan Indonesia dari Vietnam perlu dimaklumi karena level permainan Vietnam sudah beberapa tingkat di atas Indonesia.

Petualangan Indonesia berakhir saat melawan Uni Emirat Arab. Uni Emirat Arab memainkan skuad utamanya, sementara Indonesia menurunkan pemain pelapis untuk menambah jam terbang. Indonesia kalah telak 0-5.

Dari tiga pertandingan ini, banyak hal-hal menarik yang bisa dibahas dari penampilan Indonesia asuhan Shin Tae-yong.

Sudah ada beberapa kemajuan meski masih banyak aspek yang perlu diperbaiki. Apa saja kemajuan itu?

Kedisiplinan Membaik

Disiplin menjadi langkah pertama yang diterapkan Shin Tae-yong dalam proses membangun Indonesia.

BACA JUGA:  Murka Shin Tae-yong

Ada beberapa pemain yang dipulangkan karena tindakan indisipliner. Terbaru, ada Nurhidayat yang dicoret karena masalah asupan makanan.

Ini menunjukkan bahwa Shin Tae-yong tidak main-main perihal kedisiplinan. Memang aspek kedisiplinan diperlukan untuk meningkatkan performa pemain di lapangan.

Stamina Pemain Meningkat

Biasanya ketika Indonesia bermain, para pemain menurunkan intensitas ketika sekitar 60 menit laga berjalan. Penurunan intensitas ini karena pemain mulai kelelahan. Oleh karena itu lawan mudah sekali mengalahkan Indonesia karena sudah tahu kelemahannya yakni kekurangan stamina.

Lawan kerap mencetak gol di menit-menit akhir dan tak jarang membuat Indonesia kehilangan keunggulan bahkan kekalahan. Namun saat ini berbeda. Para pemain masih mampu bermain pada intensitas yang sama hampir selama 90 menit.

Tim Indonesia masih mampu mengejar bola dan memproduksi peluang berbahaya sampai peluit panjang berbunyi. Meningkatnya stamina para pemain adalah buah dari kedisiplinan dan metode latihan yang diterapkan Shin Tae-yong. Meningkatnya stamina juga menyebabkan pemain lebih percaya diri sehingga saat ini tidak takut dengan lawan yang kualitasnya lebih baik.

Mulai Menerapkan Sistem Permainan yang Modern

Prinsip sepakbola modern adalah menyerang dalam ruang selebar mungkin dan bertahan dalam ruang sesempit mungkin. Nah, Indonesia di bawah arahan Shin Tae-yong dapat dikatakan memainkan sepakbola modern dari segi bertahan.

Indonesia kini lebih berani melakukan pressing di lini tengah, seiring stamina para pemain yang meningkat. Sistem pressing merupakan bagian dari upaya mempersempit ruang bagi lawan ketika membangun serangan. Selain itu para pemain juga mampu memotong umpan kombinasi berbahaya baik dari Thailand, Vietnam dan Uni Emirat Arab di jantung pertahanan Indonesia.

Kemampuan para pemain melakukan intersep ini merupakan kemajuan karena sebelumnya pergerakan para pemain Indonesia ketika bertahan cenderung statis. Sistem bertahan di sepakbola modern merupakan kombinasi antara man to man dan zonal marking, tergantung situasi dan kondisi, dan Indonesia sudah mulai memeragakan sistem tersebut sedikit demi sedikit.

Selain kemajuan, masih ada beberapa kekurangan di beberapa bagian. Agenda pertandingan timnas Indonesia selanjutnya adalah Kualifikasi Piala Asia U-23 dan Piala AFF di akhir tahun ini hingga awal tahun 2022. Untuk menatap ajang-ajang tersebut, ada tiga kekurangan yang perlu dibenahi, yaitu:

Antisipasi Bola Mati (Set Piece)

Gol-gol yang bersarang di gawang Indonesia banyak yang berasal dari situasi bola mati. Dua gol Thailand dan satu gol Vietnam merupakan yang dimaksud. Dalam situasi bola mati, tim yang menyerang sedikit lebih diuntungkan dibanding tim yang bertahan.

Tim yang menyerang dapat merancang berbagai skema yang berawal dari bola mati, terutama kesempatan yang dekat dengan kotak penalti. Thailand dan Vietnam berkali-kali memanfaatkan situasi ini. Oleh karena itu, aksi-aksi pelanggaran yang dapat menciptakan situasi bola mati untuk lawan perlu direduksi.

Menghindari Kesalahan Saat Melakukan Build up

Build up adalah membangun serangan dari belakang dimulai dari kiper saat melakukan tendangan gawang. Biasanya dimulai dari umpan pendek kiper ke bek tengah yang berada di dalam kotak penalti lalu membentuk sebuah skema permainan yang berakhir dengan memproduksi peluang ke gawang lawan.

Sejak FIFA memperbolehkan umpan di dalam kotak penalti setelah melakukan tendangan gawang tahun 2019, skema build-up sangat digandrungi dalam sepakbola dunia dengan berbagai variasi. Shin Tae-yong pun mencoba menerapkan sistem ini ke timnas.

Sistem ini memiliki keuntungan yaitu ruang di belakang pertahanan lawan akan terbuka ketika lawan terpancing melakukan pressing tinggi. Namun akan menjadi bumerang ketika lawan berhasil mematahkan skema lalu menyerang balik karena pemain di belakang sedang tidak siap, baik karena struktur yang berantakan maupun kalah jumlah.

Hal inilah yang terjadi pada Indonesia. Ketika melakukan build-up, lawan mudah mematahkan skema karena jarak antarpemain kurang dekat, terutama di lini tengah. Lawan menjadi lebih mudah melakukan fast break dan tak jarang membahayakan gawang Indonesia. Lini tengah dan depan perlu memosisikan diri lebih rendah supaya ada banyak opsi ketika mengalirkan bola ke depan.

Membangun Serangan Lebih Rapi dan Sabar

Untuk fase bertahan, Indonesia mengalami banyak kemajuan di bawah arahan Shin Tae-yong yaitu dengan banyak melakukan pressing, sering memenangi bola atas, dan mampu melakukan intersep ketika lawan melakukan kombinasi berbahaya di sepertiga akhir permainan.

Namun saat melakukan transisi bertahan ke menyerang, Indonesia sering terburu-buru mengirim bola ke depan. Lawan dapat memotong bola dan membangun serangan kembali. Padahal di beberapa kesempatan ada pemain yang lebih dekat dan bisa diberi umpan karena tidak ada lawan yang menjaga.

Selain itu Indonesia perlu lebih lama menguasai bola sembari membangun serangan dengan lebih rapi dan sabar. Postur badan pemain kita yang tidak terlalu tinggi, maka memainkan umpan-umpan pendek dan bola bawah adalah opsi terbaik. Selain itu pemahaman pemain untuk mengokupansi ruang-ruang strategis juga perlu ditingkatkan.

Asnawi seharusnya mengumpan ke Yudho yang sudah menunggu di depan gawang kosong Thailand

Indonesia sebetulnya sudah mempunyai filosofi sendiri untuk rencana jangka panjang, yaitu Filanesia (Filosofi Sepak Bola Indonesia). Filanesia berkiblat kepada sistem Juego de Posicion (Positional Play dalam Bahasa Inggris). Filanesia ini dirancang dan diarahkan oleh Luis Milla sewaktu masih melatih Indonesia.

BACA JUGA:  PSSI Jangan Sembarangan Melakukan Naturalisasi

Skema permainan yang Milla terapkan sangat cocok waktu itu sehingga tidak ada salahnya jika menerapkan sistem ini kembali. Terlebih saat ini pemain-pemain di era Shin Tae-yong lebih berkualitas dibanding era Milla karena banyak pemain yang menimba ilmu di luar negeri.

Rekomendasi Formasi Dasar Tim Nasional Indonesia

Formasi dasar yang penulis sarankan menjadi alternatif untuk pertandingan-pertandingan selanjutnya adalah bentuk dasar 4-2-3-1. Nadeo mengisi pos di bawah mistar gawang, dibentengi oleh kuartet andalan yaitu Alif Pratama Arhan (bek kiri), Rizki Ridho (bek tengah kiri), Arif Satria (bek tengah kanan), dan Asnawi Mangkualam Bahar (bek kanan).

Poros ganda dengan beda peran melapisi pertahanan yaitu Syahrian Abimanyu dan Evan Dimas. Tiga gelandang kreatif dan lincah diisi Kadek Agung, Egy, dan Witan Sulaeman. Ketiganya menyokong ujung tombak Kushedya Heri Yudho atau Ezra Walian.

Ada sedikit perubahan dibandingkan pertandingan-pertandingan sebelumnya. Egy yang biasanya diplot di sayap kanan disarankan berada di posisi nomor 10, sementara Evan yang sebelumnya dipasang sebagai 10 kini agak mundur mengisi posisi nomor 6.

Egy di belakang penyerang bukan sebagai gelandang kreatif atau playmaker, namun sebagai free role seperti Antoine Griezmann di timnas Prancis saat Piala Dunia 2018. Evan Dimas baiknya tidak terlalu maju ke depan karena sudah banyak pemain-pemain eksplosif di lini depan yaitu Egy, Witan, Asnawi, Kadek Agung, dan Yudho/Ezra.

Evan bisa fokus menjadi nomor 6 yang bertugas mengalirkan bola dari lini belakang ke lini depan ketika membangun serangan sambil membantu lini belakang mengantisipasi serangan balik. Abimanyu menjadi nomor 8 yang lebih sering naik guna mengkreasikan serangan sekaligus menambah opsi umpan.

Rekomendasi Taktik Indonesia saat Menyerang

Yang perlu dilakukan Indonesia adalah memanfaatkan kelebihan yang dimiliki para pemain dan menutupi kekurangan yang ada dengan sistem yang tepat. Ada beragam versi serangan yang bisa ditawarkan berdasarkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki para pemain.

Sebelumnya Indonesia terlalu bertumpu pada sisi kanan dalam fase menyerang. Bisa dimaklumi karena di sisi kanan ada Witan, Egy, dan Asnawi yang memiliki kelincahan, kecepatan, dan dribel yang mumpuni.

Tampak sekali Thailand, Vietnam dan Uni Emirat Arab sangat mewaspadai sisi kanan penyerangan Indonesia. Namun diharapkan, serangan Indonesia bisa mengalir dari berbagai arah, baik kiri, kanan, maupun tengah.

Ada beberapa opsi agar Indonesia bisa menyerang dari berbagai arah. Saat menghadapi Thailand, sempat ada satu momen di mana Arhan dan Osvaldo Haay (menggantikan I Kadek Agung) melakukan umpan satu-dua dan berhasil melepaskan diri dari kawalan bek-bek Thailand.

Momen ini menunjukkan bahwa sisi kiri Indonesia mampu melakukan umpan kombinasi. Shin Tae-yong bisa melatih sisi kiri penyerangan yang dihuni Kadek Agung, Arhan, dan Yudho/Ezra untuk melakukan kombinasi dengan frekuensi yang lebih sering sehingga pengertian ketiga pemain ini meningkat dan sanggup melakukan kerja sama yang apik saat menekan lawan.

Sementara di sisi kanan, tiga pemain yang mempunyai kemampuan individu yaitu Witan, Egy, dan Asnawi. Selain ditugaskan untuk penetrasi, tiga pemain ini juga piawai bermain kombinasi umpan pendek, jadi sisi kanan ini ditugaskan dua peran ganda.

Dengan chemistry sisi kiri terkoneksi dengan baik, diharapkan beban serangan bisa lebih merata, tidak hanya mengandalkan sisi kanan. Sisi kanan cukup melakukan penetrasi dan take on (melewati lawan) untuk menarik lawan.

Ketika Egy, Witan, atau Asnawi melakukan penetrasi, ada minimal dua pemain lawan yang menjaga. Situasi ini harus dimanfaatkan, karena sangat mungkin ada ruang yang terbuka di pertahanan lawan ketika lawan terpancing penetrasi salah satu pemain.

Sebelum lawan menghadang, Witan bisa mengumpan ke Egy yang berada di tengah untuk melakukan tembakan atau bahkan melakukan umpan diagonal dengan mengirim bola ke sisi kiri yang lebih kosong.

Untuk sektor tengah, disinilah peran free role Egy bekerja. Ketika lawan fokus pada sisi kiri dan kanan Indonesia yang mempunyai daya ledak yang setara, terdapat celah kosong di tengah pertahanan karena perhatian lawan tertuju pada sisi kanan dan kiri penyerangan Indonesia.

Egy bisa memanfaatkan ruang kosong ini dengan sokongan Abimanyu dan Evan yang memiliki visi bagus. Gol pertama Indonesia ke gawang Thailand lahir dari kreasi Abimanyu.

Jadi ada tiga macam variasi serangan yang bisa ditawarkan yaitu umpan kombinasi di sisi kiri, penetrasi dan kemampuan individu di sisi kanan, serta umpan terobosan di tengah.

Harus diakui, prestasi Indonesia sedang terpuruk, tetapi bukan berarti tidak ada harapan. Indonesia pelan-pelan sudah bergerak menuju arah yang benar meskipun terlambat dibandingkan negara lain.

Kritiklah jika memang ada kekurangan, tetapi jangan lupa untuk apresiasi bila terdapat kemajuan.

Komentar
Tirta Indah Perdana adalah fans Arsenal yang terlalu sabar. Bisa dihubungi di twitter @tirtagooners