Sekelumit Kisah Sumbangsih Basque untuk La Liga

Basque yang dikenal banyak orang hanyalah perihal upaya melepaskan diri dari Kerajaan Spanyol saja. Namun di balik itu semua terdapat sumbangan besar wilayah otonom ini dalam upaya meningkatkan kualitas La Liga.

Secara kasat mata, Basque hanyalah sebuah wilayah otonom yang terletak di utara Spanyol. Dalam struktur pemerintahan, Basque membawahi tiga provinsi yaitu provinsi Alava dengan ibukotanya Vitoria Gasteiz, provinsi Biscay dengan ibukota Bilbao dan provinsi Gipuzkoa dengan ibukota Donostia/San Sebastian.

Sejak diresmikan sebagai wilayah otonom pada tanggal 25 Oktober 1979 oleh Kerajaan Spanyol, Basque tumbuh berkembang sebagai wilayah otonom yang memiliki hubungan harmonis dengan sepak bola. Olahraga sebelas melawan sebelas ini telah menjadi kultur bagi masyarakat Basque.

Ada terdapat puluhan atau mungkin seratusan klub sepak bola dari level amatir hingga profesional di Basque. Namun, hanya empat klub yang pernah mengharumkan nama Basque untuk urusan sepak bola di kasta teratas Spanyol, yaitu Athletic Bilbao, Reial Sociedad, SD Eibar, serta Deportivo Alaves.

Jika diklasifikasikan berdasarkan provinsi, maka Alava mempunyai Deportivo Alaves, Biscay dengan Athletic Bilbao, serta Gipuzkoa memiliki Real Sociedad dan SD Eibar.

Klub tersebut pernah berlaga di La Liga dengan periode keemasan yang berbeda. Tapi, yang jelas mereka turut memberi warna bagi Liga Spanyol. Bisa dikatakan menjadi salah satu kekuatan di La Liga yang tak melulu soal Madrid dan Barcelona.

Deportivo Alaves yang semenjak berdirinya tahun 1890 memang tak pernah lama bertahan di La Liga. Alaves hanya hilir mudik di Segunda Division, Segunda Division B hinga Tercera Division.

Namun di tiga divisi tersebut Alaves bermain kompetitif dan mendapatkan banyak gelar. Sejak 1929 hingga sekarang dalam setiap dasawarsanya Alaves selalu memenangkan gelar.

Bahkan sejak promosi menuju La Liga pada tanggal 3 Mei 1998, Alaves berhasil menjadi runner-up Piala UEFA pada musim 2000/2001 sebelum dikalahkan Liverpool.

Hanya saja manajemen kerap bermasalah dengan keuangan. Sejauh ini sudah empat kali tercatat klub terlilit hutang yang menggerus kestabilan dan prestasi sepanjang sejarah klub ini berdiri.

Kisah yang hampir serupa dialami oleh SD Eibar. Klub yang merupakan hasil merger dari Deportivo Gallo dan Union Deportivo Eibbaresa pada tahun 1934 ini selalu tampil impresif di Segunda Division hingga kesempatan promosi itu pun datang bersama dengan slogan En Primavera el Eibar en Primerapada akhir musim 2013/2014.

BACA JUGA:  Wajah Perempuan dalam Media Sepak Bola

Penantian selama 75 tahun akhirnya bisa direalisasikan juga, SD Eibar resmi promosi setelah mengalahkan Deportivo Alaves di babak playoff. Masalah ekonomi lagi-lagi yang menjadi permasalahan, lewat program Defienda al Eibar tercatat 50 negara memberikan sumbangan demi keberlangsungan SD Eibar di La Liga.

Jika Deportivo Alaves dan SD Eibar tidak bagus-bagus amat prestasinya selama berpartisipasi di La Liga, maka kondisi berbeda dialami oleh Real Sociedad dan Athletic Bilbao.

Dua klub ini pada setiap musimnya konsisten sebagai tim kuda hitam di La Liga. Real Sociedad resmi berdiri pada tanggal 7 Februari 1909 dan resmi mendapatkan nama Real pada tanggal 11 Februari 1910 setelah diberikan oleh Raja Spanyol saat itu, Raja Alfonso XIII.

Kiprah Real Sociedad semakin lama semakin baik, hingga akhirnya pada medio 1980-an klub ini mampu back-to-back gelar La Liga (1980/1981 dan 1981/1982). Semenjak itulah Reial Sociedad rutin sebagai tim yang merusak hegemoni Real Madrid dan Barcelona.

Kurang lengkap apabila membicarakan wilayah Basque namun tak menggubris Athletic Bilbao. Bisa dibilang klub ini adalah yang paling kuat merusak hegemoni Real Madrid dan Barcelona dari awal berdiri hingga sekarang.

Sejak awal peletakan batu pertama pembangunan Estadio San Mames pada 20 Januari 1913 oleh Alejandro de la Sota, Athletic Bilbao selalu bergelimang trofi apabila dibandingkan dengan tiga klub lain asal Basque. Mulai dari kompetisi regional hingga kompetisi tingkat Eropa sudah pernah dirasakan oleh Athletic Bilbao.

Untuk kompetisi dalam negeri, torehan delapan trofi La Liga dan 24 trofi Copa del Rey (Copa do Rei) menjadi bukti konkret keberhasilan Athletic Bilbao yang menjadikannya sebagai pengoleksi trofi terbanyak Copa del Rey sepanjang masa. Bilbao juga sudah memenangkan satu trofi Eva Duarte (1950/1951) dan Piala Super Spanyol (2015/2016). Mereka juga pernah ke final Piala UEFA edisi 1976/1977 dan 2011/2012.

Sadar tak cukup hanya mengandalkan prestasi dalam upaya meningkatkan nilai kompetitif di La Liga, Athletic Bilbao mencoba berperan sebagai pelopor bagi klub asal Basque untuk memperhatikan akademi klub dan memberikan porsi besar bagi pemain asli Basque dan Spanyol.

Kebijakan transfer Athletic Bilbao yang hanya mau mendatangankan pemain yang lahir dan memiliki darah Basque dalam dirinya jelas mengindikasikan bahwa klub yang bermarkas di San Mames ini menjunjung tinggi pemain hasil akademi Lezama dan membuka selebar-lebarnya bagi pemain asal Basque yang ingin kembali memperkuat Athletic Bilbao.

BACA JUGA:  Atletico Madrid: Konstantinopel pada Zaman Modern

Selain mengandalkan pemain asli Basque, Athletic Bilbao sebenarnya juga menggunakan tenaga dari pemain yang berada di komunitas otonom Basque yang meliputi Basque itu sendiri, seperti misalnya wilayah Navarre (Pamplona) yang merupakan markas dari klub Real Osasuna dan beberapa wilayah di Prancis namun kuantitasnya tidak besar. Athletic Bilbao juga sangat mengandalkan akademi Lezama dan beberapa tim satelit sebagai alat penempa pemain akademi.

Di Tercera Division terdapat klub bernama CD Baskonia yang berafiliasi dengan Athletic Bilbao. Di Segunda Division terdapat Athletic Bilbao B yang berfungsi sebagai batu loncatan bagi pemain akademi sebelum dipromosikan menuju tim senior yang berlaga di La Liga.

Wajar saja dengan kebijakan transfer seperti ini Athletic Bilbao dinobatkan sebagai tim yang paling banyak diisi oleh pemain asli akademi. Sebanyak 63% pemain yang berada dalam skuat Athletic Bilbao musim ini merupakan asli didikan akademi Lezama. Athletic Bilbao berhasil mengungguli seluruh tim di 5 liga top Eropa, menurut data dari Centro Internacional para los Estudios del Deporte (CEIS).

Kebijakan ini jelas menguntungkan dari segi ekonomi dan sebagai bentuk apresiasi terhadap produk lokal. Namun kebijakan ini juga memiliki kekurangan, apalagi jika kita menilik Undang-Undang Kesetaraan yang dikeluarkan pada tahun 2010.

Kebijakan transfer seperti ini memang rentan akan diskriminasi ras karena pemerintah Spanyol telah meratifikasi Konvensi Eropa perihal Hak Asasi Manusia (HAM) yang melarang bentuk diskriminasi dalam setiap badan publik.

Namun UEFA sebagai otoritas tertinggi sepak bola UniEropa mengesahkan kebijakan transfer seperti itu. Terlepas dari kontradiksi semacam itu, Athletic Bilbao selalu rutin ikut mencetak dan memberikan pemain terbaik bagi sepak bola Spanyol dan mendukung upaya terselenggaranya kompetisi yang kompetitif di negeri Matador.

Mungkin untuk lebih melegitimasi Athletic Bilbao sebagai salah satu supermarket bagi sepak bola Spanyol dan mungkin Eropa ada baiknya membuka sekolah-sekolah sepak bola seperti FCB Escola yang tersebar di seluruh belahan dunia. Yang tak kalah penting lagi akademi Lezama tak kalah pamornya dengan La Masia atau Fabrica.

Karena sejatinya kemuliaan tertinggi adalah sebuah penciptaan.

 

Komentar
Mahasiswa jurusan sejarah yang sedang berusaha menyelesaikan studinya di salah satu universitas di semarang, penikmat sepakbola dari layar kaca setiap minggunya dan mantan pemain futsal tingkat jurusan.