Sepak Bola Tak Mati di Kaki Anak-Anak

Tidak ada kesedihan di Lapangan Pagerwojo, Minggu pagi itu. Anak-anak tetap memainkan bola dengan riang. Ada canda, tawa, serta sesekali pekik teriak. Dan keriangan itu tak menanggalkan semangat anak-anak tersebut untuk belajar menendang serta menggiring bola secara baik.

Tak jauh dari sana, di Stadion Jenggolo, juga tidak ada airmata yang jatuh. Anak-anak begitu riang bermain bola di stadion yang terletak di pintu masuk Kota Sidoarjo itu. Dan saya yakin, sangat yakin bahkan, di lapangan-lapangan lainnya anak-anak juga memainkan bola dalam suasana yang sama, Minggu pagi itu.

Anak-anak memang selalu seperti itu. Memang terselip mimpi di benak mereka. Tapi, sesungguhnya bagi mereka sepak bola adalah bermain-main. Bersenang-senang. Bergembira. Sepak bola itu tentang menendang bola di lapangan hijau. Kalau pun tak ada lapangan, tempat mana saja asalkan cukup lapang, maka mereka akan memainkan bolanya di sana.

Sesederhana itu. Tidak berlebih. Mereka benar-benar tidak pernah mau ribet. Tidak ambil pusing dengan situasi yang terjadi. Seperti Minggu pagi itu. Yang terpenting adalah bermain. Bermain. Dan bermain. Sekalipun sehari sebelumnya, Sabtu 18 April 2015, PSSI sebagai induk organisasi sepak bola negeri ini dibekukan pemerintah. Surat pembekuannya diteken Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi 17 April 2015.

Keputusan itu jelas mempengaruhi perjalanan sepak bola Indonesia. Tidak sekadar berpengaruh di internal organisasi PSSI. Namun, menyentuh seluruh sendi sepak bola negeri ini. Apalagi, pembekuan dilakukan karena pemerintah melihat ada masalah akut di sepak bola Indonesia. Anyir politik di lapangan hijau, pengaturan skor, pencurian umur, perkelahian antarpemain dan antarsuporter, juga tunggakan gaji pemain serta pelatih. Sudah begitu miskin prestasi.

BACA JUGA:  Satu Jiwa Persis, Tonggak Awal Anthem Klub Indonesia

Tapi, anak-anak hirau dengan itu semua. Sekali lagi, bagi mereka sepak bola adalah bermain-main. Sepak bola itu menerbitkan kebahagiaan. Sebab, sepak bola merupakan waktu bertemu sekaligus berkumpul dengan kawan. Di lapangan hijau. Atau di tempat mana saja yang cukup lapang dan bisa dimanfaatkan untuk menendang bola.

Karena itu, tak ada kesedihan apalagi airmata tatkala PSSI dibekukan. Mereka tetap riang memainkan bola. Dan semua itu tidak berubah satu setengah bulan kemudian. Saat FIFA menjatuhkan sanksi kepada Indonesia pada 30 Mei 2015. Padahal, dengan sanksi itu Indonesia tak bisa berkecimpung di pertandingan internasional.

Sanksi yang terbilang berat. Sangat berat. Tapi, sejatinya juga menguntungkan. Dengan sanksi itu semua insan sepak bola negeri ini bisa instropeksi. Berkaca dan mengaca. Yang salah dibenahi. Yang buruk ditinggalkan. Dan yang bengkok diluruskan.

Sebab, suka tidak suka, seperti yang menjadi alasan pemerintah membekukan PSSI, sepak bola Indonesia memang bermasalah. Bahkan, masalahnya sangat akut. Maka sanksi itu seharusnya menjadi waktu dan sarana untuk menata kembali tata kelola organisasi. Juga kompetisi.

Pemerintah, PSSI, dan semua insan sepak bola harus menjadi bagian perbaikan itu. Begitu seharusnya. Begitu semestinya. Tapi, kesempatan tersebut ternyata tak dimanfaatkan. Pemerintah justru gagap dengan langkahnya. Mereka alpa menyusun rencana panjang setelah meneken pembekukan. Sehingga setelah membekukan, mereka bingung harus berbuat apa.

Di sisi lain, PSSI tetap saja arogan. Merasa bersih. Enggan menata diri. Dan, malah sibuk mencari alibi. Sedang insan sepak bola lainnya malah sibuk mencaci-maki. Sibuk menyalahkan. Semua seakan lupa kalau sepak bola itu di lapangan hijau. Sepak bola itu tentang memainkan bola. Seperti yang selalu ada dalam benak dan pikiran anak-anak.

BACA JUGA:  Mengenal The Fear Derby

Dan setahun setelah pembekukan PSSI, sepak bola negeri ini pun akhirnya masih tetap saja berada di tempat yang sama. Tak kunjung kembali ke lapangan hijau. Tak kunjung pula terang prestasinya. Mungkin situasi ini akan tetap seperti ini sampai beberapa tahun lagi.

Di tengah situasi ini, beruntung masih banyak anak-anak di negeri ini. Anak-anak yang akan tetap pergi ke lapangan hijau. Sebab, sepak bola tidak akan pernah mati di kaki anak-anak, tapi entahlah dipikiran orang-orang dewasa.

Selamat ulang tahun PSSI. Lekas sehat dan terang prestasinya.

 

Komentar