Suporter Indonesia Jadi Inspirasi Pendukung Malaysia

Hari minggu, 6 September 2015 yang lalu, penulis untuk pertama kali bertemu dengan seorang kawan yang bekerja di Malaysia. Saya bingung menyebutnya berasal dari Malaysia. Orang tuanya berasal dari Madura. Ia lahir di Malaysia, dan tinggal lama di Gresik. Tahun 2011, ia memutuskan hijrah ke Malaysia dan bekerja di sana. Ia tinggal di Selangor. Keputusannya ke Malaysia, membawa banyak cerita.

Ingat, bahwa tulisan ini sepenuhnya berdasarkan cerita dari yang bersangkutan. Ia enggan disebutkan namanya, karena ia ingin sok-sokan seperti penjahat kelas kakap. Mungkin nanti akan diketahui alasan di balik ia enggan identitasnya terbongkar.

Jangan bayangkan bahwa Malaysia sebagai negara religius. Malaysia bahkan terlihat lebih vulgar dibandingkan dengan Indonesia. Pasangan yang “kumpul kebo” pun mudah ditemui. Bahkan harga seorang pekerja seks sangat murah yang hanya di kisaran 40 ringgit atau 120 ribu rupiah. Itu karena di Malaysia, praktek kawin sebelum nikah banyak ditemui.

Tetapi dalam hal ketenagakerjaan, Malaysia jauh unggul dibanding Indonesia. Para pekerja sejahtera dengan fasilitas yang diberikan oleh Malaysia. Kerajaan-kerajaan di Malaysia masih memperhatikan nasib warganya dengan cara memberikan tunjangan yang layak tidak peduli serendah apa pun pekerjaannya (asal legal).

Masuk ke sisi sepak bola

Baru-baru ini, muncul pernyataan Menpora Malaysia yang ingin membekukan FAM (PSSI-nya Malaysia). Itu karena Malaysia kalah telak 10-0. Bahkan media di sana pun mengutip pernyataan Presiden Indonesia, Joko Widodo terkait sepak bola tanpa prestasi. Mungkin yang membedakan adalah Ketua FAM Malaysia punya urat malu dan memutuskan untuk mundur. Sesuatu yang berbeda dengan di sini.

Praktik meniru yang dilakukan Malaysia ke Indonesia terkait sepak bola sejatinya dimulai sejak lama. Setidaknya ketika teman saya ini ada di Malaysia. Teman saya adalah pendukung setia dari Gresik United dan Selangor FC.

Di Selangor, terkenal nama Ultras Selangor yang ditakuti di seluruh penjuru Malaysia. Ia tergabung di dalamnya. Bahkan, ia didapuk menjadi salah satu Capo atau dirijen cadangan ketika Capo yang lain berhalangan untuk hadir. Bayangkan, seorang Indonesia menjadi Capo di Malaysia.

Dia bercerita pula, bahwa chant yang dinyanyikan oleh seluruh Ultras di Malaysia itu mencontek dari Indonesia. Meskipun orang Malaysia enggan mengakui itu dan menganggap bahwa chant dalam sepak bola itu sifatnya universal. Yang mengesalkan adalah chant yang dinyanyikan Ultras Malaya ditiru oleh Thailand dan Malaysia menuduh Thailand meniru mereka. Standar ganda.

BACA JUGA:  4 Pelajaran Berharga untuk Timnas Indonesia U-17

Yang lucu di Malaysia adalah terkait bentrokan antarsuporter. Suatu saat, Selangor awayday ke salah satu klub di Malaysia, Perak FA pada musim 2011/2012. Perlu diketahui bahwa ini adalah awayday pertama Ultras Selangor ke Perak FA dalam kondisi kedua suporter sedang bergesekan. Kedua klub ini adalah musuh bebuyutan. Ultras Selangor datang dengan membawa bus. Kedua kelompok suporter ini sebelumnya pernah berperang di dunia maya.

Ketika pulang, Ultras Selangor masih tertahan di stadion. Mereka berpikir bahwa mereka sedang dihadang suporter lawan di luar. Ternyata mereka benar. Dan mereka memikirkan skenario yang bagus untuk melarikan diri.

Mereka merencanakan untuk membuat sebuah pancingan yang tujuannya mengalihkan perhatian massa Ultras Perak yang sedang berkumpul di luar stadion. Akhirnya disepakati bahwa sang capo cadangan-lah yang dijadikan pancingan. Ia didapuk untuk Open Fight dengan suporter lawan bersama temannya yang lain. Alasannya karena teman saya sering awayday ketika di Indonesia dan dirasa yang punya pengalaman lebih dibanding yang lain.

Teman saya jalan keluar stadion bersama temannya. Di luar, ia sudah ditunggu sekitar 15 orang. Mereka membawa sapu, batu, dan alat-alat yang bisa untuk dibuat tawuran. Teman saya jalan dengan santai. Tiba-tiba suporter lain datang dan bertanya, “Awak (Kamu) Ultrasel?” Padahal sudah jelas bahwa teman saya ini Ultras Selangor yang terlihat dari atribut yang sedang dia pakai. Mungkin karena mereka kaget dengan jumlah Ultrasel yang menghadapi mereka hanya dua orang.

Kemudian dijawab, “Iya, ada masalah?” Lalu terjadilah tawuran “setengah hati”. Setengah hati di sini adalah suporter tuan rumah yang harusnya lebih superior terlihat ragu-ragu untuk memukul mundur Ultrasel yang jumlahnya hanya dua orang. Dan Ultrasel yang jumlahnya dua orang tadi terlihat lebih “agresif” dan berhasil memukul mundur 15-17 Ultras Perak. Bus yang membawa rombongan Ultras Selangor melenggang bebas tanpa ada halangan.

Meskipun teman saya ini di sana mendukug Selangor, dia tetap tidak meninggalkan identitasnya sebagai fans Gresik United atau yang biasa disebut Ultras Gresik. Dia juga sering menceritakan kisah ultras Gresik kepada teman-temannya di Ultras Selangor. Setelah mendengar kisah-kisahnya, mereka sempat menganggap bahwa Ultras Gresik itu Ultras yang aneh. Karena biasanya, Ultras memakai “seragam” serba hitam dan enggan identitasnya diketahui. Ia pun kebingungan ketika ditanya oleh teman-temannya. Jawabannya singkat, Ultras Gresik itu sebuah nama. Bukan sebuah gerakan. Warna Ultras Gresik itu kuning dan gerakan kami berbeda dengan Ultras kebanyakan.

BACA JUGA:  Timnas Introspeksi, Penggemar Edukasi, Indonesia Berprestasi

Sering kita melihat di Youtube atau televisi berlangganan aksi dari ultras-ultras dari luar negeri. Kebanyakan dari kita kagum dan ingin meniru mereka. Hal serupa juga terjadi di Malaysia. Inspirasi ultras di Malaysia sebagian adalah hasil studi lewat Youtube atau televisi berlangganan. Ya, karena sekarang makin menjamur Suporter Youtube yang enggan datang ke stadion.

Karena terlalu sering melihat aksi ultras luar di Youtube, kita melupakan aksi suporter lokal kita. Padahal sejatinya, Suporter kita tidak kalah dibanding suporter luar atau Ultras di luaran sana. Khusus di Malaysia, jumlah kedatangan mereka di stadion tidak sebanyak di Indonesia. Stadion ramai ketika big match dan partai final. Bahkan, tim Sime-derby, Felda United melawan PKNS, ketika bermain, stadion hanya terisi tidak sampai ¼ kapasitas stadion. Atau dengan kata lain, suporter di Malaysia, pilih-pilih pertandingan.

Beberapa saat yang lalu, sempat terjadi kerusuhan di Malaysia terkait kekalahan telak Malaysia di Kualifikasi Piala Dunia 2018. Ultras Malaya melancarkan aksi protes. Bahkan mereka ingin agar ketua FAM turun. Aksi tersebut muncul di Youtube. Tak sedikit pula suporter Indonesia menganggap aksi itu sebagai aksi yang keren.

Mungkin kita lupa, bahwa hal tadi (protes) sudah dilakukan oleh suporter di Indonesia. Ingat, dulu sering terdengar chanting untuk menurunkan Ketum PSSI era Nurdin Halid. Hal yang sama ketika terjadi dualisme. Spanduk protes hampir terlihat di seluruh stadion ketika ada pertandingan di Indonesia. Mungkin baru tahun ini, ada “dualisme” suporter di Indonesia. Satu yang pro dan satu yang kontra akan pembekuan PSSI. Padahal sebelumnya, suporter seakan kompak untuk “menghukum” PSSI. Tapi, mungkin saja penulis salah, mereka yang kontra sekadar ingin segera menikmati pertandingan sepak bola.

Itu adalah secuil cerita dari teman saya yang kini tinggal di Malaysia. Saat ini ia ada di Gresik. Katanya sengaja datang untuk melihat peresmian stadion baru Gresik, Gelora Joko Samudro.

 

Komentar
Penulis adalah seorang mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Brawijaya. Mencintai sepakbola seperti mencintaimu. Penikmat Sepak bola Indonesia dan Italia. Dikontrak seumur hidup oleh Gresik United dan AS Roma dengan kepimilikan bersama atau co-ownership. Yang mau diskusi tentang sepak bola ataupun curhat tentang cinta, bisa ditemui di akun twitter @alipjanic .